Chereads / Pengendali Elemen Terkuat / Chapter 11 - Menghubungkan Pikiran

Chapter 11 - Menghubungkan Pikiran

Elemen kegelapan adalah elemen yang unik, kuat tapi juga memberikan dampak yang mematikan pada penggunanya.

Pengguna elemen kegelapan biasanya memiliki pikiran yang kuat. Jika pikiran penggunanya lemah atau rentan, maka tubuhnya akan dikuasai sepenuhnya oleh kegelapan.

Nous, satu-satunya yang bisa menahan energi kegelapan, tiba-tiba menyerang Reibo dan Sefenfor tanpa sadar. Tak ada yang menduga jika Nous telah terkorupsi oleh kegelapan, dan kini ia berada dalam titik yang membahayakan nyawanya. Melalui pikirannya, ia menyerahkan tugas yang berbahaya pada Ashnard.

Hanya Nebulius, pedang Nous lah yang dapat menyegel kembali kegelapan. Tapi, pedang itu hanya dapat terhubung melalui pikirannya. Karena itu, kekuatan astral Ashnard sangat penting untuk mencari lokasi pedang tersebut yang hanya Nous saja yang tahu. Kini, Ashnard lah satu-satunya harapan untuk menyelamatkan Winfor.

Ashnard harus menghadapi latihan yang berat terlebih dahulu untuk menguatkan pikirannya. Pertama, ia harus bisa terhubung dengan pikiran Nous. Ashnard harus bisa berkomunikasi dengannya melalui pikiran.

"Tapi, bagaimana? Aku tak pernah menggunakan kekuatanku seperti itu?"

"Seperti yang kau bilang, elemen astral berpusat pada pikiran dan jiwamu. Jika pikiranmu semakin kuat, maka seharusnya kau bisa menghubungkan pikiranmu dengan pikiran Nous," jelas Reibo.

"Guruku memang berkata seperti itu, tapi, aku tak tahu kalau elemen astral bisa digunakan untuk mengetahui pikiran orang lain."

"Kami juga tidak tahu. Kami belum pernah melihat elemen astral sebelumnya. Kami hanya berpikir jika kekuatan astralmu itu bisa memengaruhi Nous dan juga kekuatan kegelapan."

Sefenfor menyuruh Ashnard untuk duduk berhadapan dengan Liliya. "Liliya seharusnya memiliki kekuatan yang setara denganmu. Cobalah fokuskan pikiranmu untuk terus memikirkannya. Berdasarkan kau yang selalu merasa kesakitan saat ada kekuatan yang jauh lebih besar disekitarmu, aku ingin kau bisa menghubungkan pikiranmu dengan Liliya terlebih dahulu."

Ucapan Sefenfor membuat Ashnard salah tingkah. Ashnard merasa canggung duduk berhadapan dengan Liliya dan memikirkannya langsung. Jantungnya berdetak lebih cepat saat Liliya tersenyum. Ia lalu terheran pada Liliya yang justru lebih tenang daripadanya.

"Jangan tutup matamu! Apa kau tak bisa melihat mata Liliya?" ucap Sefenfor setengah teriak.

"Mungkin dia malu," ejek Reibo yang sibuk memberikan obat-obatan pada Nous, meskipun tahu itu tidak akan berhasil mengembalikannya. Obat-obatan itu hanya bisa memperlambat kegelapan agar tak seutuhnya menelan tubuh Nous.

"Diamlah, kalian berdua!" kesal Ashnard. "Bagiku ini sulit, tahu!"

Liliya menggenggam lembut tangan Ashnard. "Tak apa, Ash. Kau pasti bisa melakukannya."

Ashnard tak ada pilihan lain jika Liliya berkata seperti itu padanya. Ditenangi oleh Liliya, Ashnard menjadi lebih bersemangat daripada sebelumnya.

Mata mereka bertatapan dengan percaya diri. Saling bertemu di antara rasa malu dan senang. Liliya menatap Ashnard untuk mempercayainya, sementara Ashnard menatapnya karena dia ingin.

Tak hanya menatapnya, Ashnard juga memikirkannya. Ia memikirkan bagaimana cara gadis itu mengamati bunga, kilauan mata birunya yang jernih, dan senyumannya yang lembut.

Ashnard memikirkan Liliya yang meraih tangannya dan membawanya berlari di padang bunga. Perasaan saat itu membuatnya tenang, semakin membuat pikirannya kuat. Ashnard tampak menikmatinya.

Ashnard lalu membawa pikirannya di ruangan hitam yang kosong dan melihat bayangan Liliya. Bayangan Liliya berdiri di tengah ruangan hitam dan bergumam, "Apa yang sedang Ash pikirkan? Apakah dia kesulitan? Tidak. Aku harus mempercayainya. Aku yakin Ash bisa melakukannya." Suara gadis itu menggema seperti di sebuah ruangan yang kosong.

"Liliya? Apa kau bisa mendengarku?" sapa Ashnard.

"Ash! Aku bisa mendengarmu. Kau berhasil!" sahut Liliya senang.

Di kenyataan, mulut mereka tak terbuka, karena mereka hanya berbicara di pikiran saja, di dunia hitam tersebut. Dan tak ada siapapun yang bisa mendengarnya, kecuali Ashnard dan Liliya itu sendiri.

"Apakah ini berarti aku sudah terhubung denganmu?" tanya gadis itu.

"Kurasa. Tapi, kepalaku masih terasa berat. Aku belum terbiasa."

***

Ia masih merenung soal tadi. Saat ilusi Ashnard yang tiba-tiba bergerak. Entah bagaimana caranya.

Ketika ia memikirkan apa saja yang bisa dia pikirkan saat ini, tiba-tiba ilusi Ashnard bergerak lagi. Tapi, kali ini wujudnya benar-benar nyata dan bisa bergerak normal.

"Ash?" panggilnya sedikit tidak yakin. "Ash! Kau datang kepadaku!" Ketika setelah diperhatikan lagi, Ashnard memang benar-benar dapat bergerak bebas, sosok putih itu merasa senang karena baru kali ini ada orang selain dia di dunia yang kosong ini.

Ashnard berbalik dan di depannya, terdapat wujud seorang gadis yang merupakan Liliya.

"Liliya juga datang demiku? Kalian sungguh anak yang baik mau menemaniku yang kesepian di sini. Ayo kita bermain. Aku sudah menyiapkan segudang permainan tanpa alat di pikiranku."

Ashnard lalu mendatangi Liliya, mengabaikan keberadaan figur putih itu.

Melihat Ashnard yang tidak menyadarinya meskipun ia sudah berteriak. Seketika bahunya lemas dan wajahnya muram. "Oh, kurasa aku hanya berharap lebih."

***

Ashnard lalu melepaskan koneksinya dan memberitahu Sefenfor bahwa dia bisa melakukannya. Setelah Ashnard terhubung dengan pikiran Liliya, ia merasa sangat kelelahan. Bahkan, ia kesusahan untuk bangkit.

Setelah cukup beristirahat, Ashnard terus mencobanya lagi dan lagi hingga benar-benar terbiasa dengan kekuatannya tersebut. Ia tak merasa terpaksa atau tertekan melakukannya, melainkan senang.

Ashnard senang melakukannya bersama Liliya. Ia sangat menikmatinya, karena ia bisa mengobrol bersama Liliya tanpa ada orang yang menganggu. Dunia bagaikan miliknya dan Liliya.

Sefenfor yang melihat Ashnard terus melakukannya bersama Liliya, merasa jika anak itu sudah siap. "Tadi kau bilang ini sulit, sekarang kau terus-terusan melakukannya. Kau tampak menikmatinya, ya?" ejek Sefenfor.

"Y-ya, karena tadi aku masih bersiap-siap," kilah Ashnard.

"Kalau begitu, cobalah sekarang hubungkan dengan Nous," suruh pria itu.

Ashnard lalu berdiri di sebelah Nous yang terbaring tak sadarkan diri. Tak seperti Liliya, ia tak bisa bertatap-tatapan dengan Nous. Ashnard beranggapan, ini tidak akan sulit karena kata Sefenfor dan Reibo, Nous memiliki pikiran yang kuat. Menurut Ashnard, jika dia tidak bisa menghubungkan pikirannya, paling tidak Nous lah yang akan menariknya agar dapat terhubung.

Ia meletakkan tangannya pada kening Nous. Kulitnya terasa dingin, walaupun Reibo terus melemparkan kayu-kayu ke dalam perapiannya. Ashnard memejamkan matanya dan berfokus, ia kembali ke dunia yang kosong dan gelap tersebut.

"Hei! Nous! Apa kau ada disini? Kau bisa mendengarku?" panggil Ashnard. Suaranya terpantul ke dirinya sendiri. Tidak ada siapapun di tempat tersebut.

Ashnard lalu semakin memfokuskan pikirannya yang membuat keningnya berkerut. Dunia serba hitam itu tiba-tiba berguncang. Kaki Ashnard tak terlihat seperti menginjak lantai, tapi ia kehilangan keseimbangannya karena guncangan tersebut.

"Tenanglah, nak. Kau harus santai." Suara seorang pria tiba-tiba muncul, tanpa kehadiran wujudnya. Suara itu terdengar lebih lemah dan halus daripada suara Sefenfor dan Reibo. "Kau tidak akan bisa terhubung jika pikiranmu goyah."

Ashnard lalu menarik nafasnya dengan tenang, perlahan guncangannya berhenti.

"Apa kau Nous?" tanya Ashnard.

"Ya, aku."

Ashnard mengedarkan pandangannya ke ruang kosong tersebut. "Dimana? Aku tak bisa melihatmu. Aku hanya bisa mendengar suaramu."

"Jiwaku terkurung oleh kegelapan. Kau hanya bisa mendengarkan pikiranku saja."

"Baiklah. Jadi, kau sebelumnya bilang kalau aku bisa membantumu mencari pedangmu."

"Benar."

"Kenapa aku?"

"Melakukan hal semacam ini adalah salah satu buktinya. Jika kau bisa memasuki pikiranmu sendiri atau orang lain, maka kau pasti bisa melindungi pikiran tersebut dari kegelapan."

"Jadi, untuk mencari pedang itu, aku harus terjun langsung ke sana? Ke tempat yang berbahaya itu?"

"Tubuhku sekarat. Aku tak bisa membantumu secara fisik. Tapi, mereka bisa. Kau harus cepat. Jika tidak, Winfor akan dikuasai kegelapan sekali lagi. Kau tidak akan bisa melihat orang-orang yang kau sayangi."

***

Dan sekali lagi, Ashnard kembali. Sosok putih itu hanya duduk di satu sudut ruangan meratapi nasibnya. Ia hanya bisa mendengar obrolan mereka, tanpa bisa ikut mengobrol bersama mereka.

***

Ashnard pun kembali dari pikirannya. Ia lalu menjelaskannya pada yang lainnya.

Sefenfor dan Reibo memang yang paling kuat secara fisik, tapi pikiran mereka tidak. Mereka akan kalah jika terlalu dekat dengan sumber kegelapan. Berbeda dengan Ashnard. Pikiran Ashnard kini dapat terhubung dengan Nous. Ia kuat secara pikiran dan jiwanya. Hanya dialah satu-satunya yang bisa turun ke kegelapan.

Mempertimbangkan hal itu, mau tidak mau, Sefenfor dan Reibo harus melatih Ashnard untuk menguatkan fisiknya. Latihan yang Ashnard impikan telah terwujud, dan dia akan melakukannya dengan sepenuh hati, karena dia memang berniat untuk menjadi lebih kuat lagi.