Chereads / Pengendali Elemen Terkuat / Chapter 4 - Satu Hari Bersamamu (pt.1)

Chapter 4 - Satu Hari Bersamamu (pt.1)

Ashnard dan Liliya berjalan di kota, memikirkan rencana yang akan dilakukan mereka dalam satu hari ini. Liliya hanya tersenyum, entah ia sudah menyiapkannya atau tidak sama sekali. Ashnard memilih untuk mengikuti gadis itu saja.

Terdengar suara yang lemah dan rapuh datang dari seorang wanita tua yang memanggil nama Liliya di depan sebuah toko. Ashnard mengenali toko itu. Sebuah toko bunga dimana ia sering melihat Liliya mengamati bunga-bunganya. Beragam tanaman, tak hanya bunga, mengisi bagian depan dan dalam toko itu. Wanita tua si pemilik toko melambaikan tangannya pada Liliya.

"Liliya sayangku, aku menunggumu dari tadi," sapanya. Ia lalu terkejut saat melihat Ashnard. "Oh, kau putra keluarga Raegulus, ya. Tak kusangka kalian bersama-sama. Aku kenal ibumu, nak. Ibumu sering menceritakanmu saat membeli bunga di sini."

"Hehe, ada apa mencariku, nek?" tanya Liliya.

"Ada pelanggan nenek yang ingin memesan banyak karangan bunga lily sungai. Persediaan di toko sepertinya tidak cukup. Bisakah Liliya membantuku memetik beberapa di sungai? Nenek akan memberimu roti nanti."

Dengan semangat yang berkobar, gadis itu berseru, "Siap! Aku akan mencarinya. Ayo Ashnard. Ini bisa jadi rencana pertama kita."

Sebelum Ashnard menyusul Liliya yang lari terlebih dahulu, nenek penjual toko membisikannya sesuatu, "Nak Raegulus, Liliya sangat menyukai bunga lily, terutama yang berwarna putih. Jika kau ingin membuatnya bahagia, berikan saja bunga lily putih padanya."

Ashnard hanya membalasnya dengan anggukan.

Bunga lily yang bagus adalah yang tumbuh di luar kota. Untuk sampai di sungai tersebut, Liliya menunjukkan sebuah celah lainnya di dinding kota sebelah barat. Ashnard bahkan semakin heran, mengetahui kalo dinding kota di penuhi lubang, apalagi Liliya yang mengetahui hal seperti ini.

Mereka berjalan tak lebih dari lima menit hingga sampai di sebuah sungai dangkal. Di pinggir sungai itu, tumbuh bunga lily berwarna merah yang mereka cari. Liliya segera melepas sepatunya dan berlari ke sungai.

"Ayo, Ash. Ambil bunganya nanti saja," ajak Liliya. Gadis itu mengangkat roknya dan menyibakkan air dengan kakinya ke arah Ashnard. "Airnya tidak dingin, lho."

Ashnard melompat ke belakang, berusaha menghindari cipratan air. "Curang." Ia menyingsing celanannya hingga setinggi lutut lalu melompat setinggi mungkin agar pendaratannya menciptakan cipratan yang hebat. Di sungai itu, mereka puas bermain air tanpa takut basah. Saling tertawa saat terkena cipratan air.

Setelah asyik bermain, mereka pun beristirahat di pinggir sungai yang berbatu. Dengan elemen anginnya, Liliya membuat rambut dan pakaiannya kering, lalu ia menggunakannya pada Ashnard.

Di seberang, sebuah hutan membentang tak jauh dari sungai. Dua anak laki-laki muncul dari balik hutan tersebut. Saat menyadari keberadaan Ashnard dan Liliya, mereka mendekat.

"Lihat siapa disini, Liliya Nelefenor. Tak kusangka gadis sepertimu bermain di sungai," kata anak laki-laki yang berambut hitam. Senyumannya penuh kesan arogan ala orang jahat.

"Halo, Rein. Apa kau mau ikut bermain?" Liliya membalasnya dengan senyuman yang manis. Senyuman yang saling berlawanan.

"Jangan panggil aku, Rein! Namaku Reinhard!" bentaknya.

Anak laki-laki lainnya dengan rambut yang dikuncir, menunjuk ke arah Ashnard. "Siapa laki-laki disebelahmu itu? Mungkinkah dia rakyat jelata biasa? Karena itu aku tidak mengenalnya,"

"Apa pedulimu?" balas Ashnard tak senang. "Rambut panjang dikuncir kuda, kau pasti dari keluarga Ruishorn, aku benar, kan? Banyak yang bilang keluarga Ruishorn adalah orang yang sombong, itu juga benar, kan?"

"Berani sekali kau! Asal kau tahu, ayahku dekat dengan raja. Akan kuberitahu raja agar kau diusir dari sini," ancamnya.

"Hentikan, Ulfang. Kita masih memiliki urusan, ingat? Kita akan berurusan dengan bocah itu nanti," ucap Reinhard menenangkan temannya itu. Ia lalu melemparkan pandangan merendah ke Liliya sebelum pergi.

Ashnard yang kesal pun bertanya pada Liliya, "Apa kau kenal dengan mereka?"

"Reinhard? Ya dan tidak. Kami tidak begitu dekat. Orang tua kami yang saling mengenal. Kami hanya bertemu saat acara-acara penting saja. Dan disebelahnya itu Ulfang. Dia selalu menemani Reinhard kemana-mana."

Ashnard mendesah, "Ah, duo yang menjengkelkan."

"Reinhard berasal dari keluarga yang terkenal, Asberion. Dia hidup di dunia yang berbeda dengan kita, jadi aku tak akan marah dengan sikapnya."

"Tidak ada gunanya juga memikirkan orang seperti dia. Lebih baik kita segera ambil bunganya dan kembali ke kota."

Saat memetik bunga lily di pinggir sungai, Ashnard memikirkan perkataan nenek itu. Ia mengambil satu bunga lily yang berwarna putih, tapi tak memberikannya ke Liliya. Ia masih tak bisa berpikir jernih karena sebelumnya. Rasanya hatinya terlalu panas untuk memberikan hadiah yang berarti. Ashnard tak ingin memberikan kesan seperti itu pada Liliya. Ia lalu menyembunyikan bunga lily itu di sakunya.

Mereka kembali dan memberikan bunga lily yang sudah dipetik. Nenek pemilik toko itu menatap Ashnard seakan menanyakannya apakah sudah memberikannya pada Liliya atau belum. Ashnard menggeleng.

"Baiklah, terima kasih atas bantuannya. Ini roti untuk kalian." Nenek itu menyerahkan sebuah keranjang berisi sejumlah roti lapis ala rumahan. Dengan bahan-bahan yang sederhana: sayuran segar, keju, dan daging yang diiris.

Berjingkrak-jingkrak sambil mengayunkan keranjang rotinya, gadis itu selalu tampak ceria di manapun dan kapanpun. Ashnard tidak akan mengoceh apapun soal itu, karena senyumannya ikut membawakan hari yang cerah untuk Ashnard.

Liliya yang periang membawa Ashnard ke tempat-tempat yang diinginkannya. Ia membawa Ashnard ke sebuah toko pakaian. Menunjukkan berbagai macam pakaian untuk meminta pendapat pada Ashnard. Semua pakaian itu tampak cocok, dari gaun mewah hingga tunik biasa. Ashnard merasa bersyukur bisa melihat semua keindahan yang dunia berikan.

Liliya adalah gadis yang bersahabat. Dia memiliki kenalan hampir semua penduduk kota. Nenek penjual bunga, bangsawan sombong, hingga pemilik toko lukisan. Dengan sikapnya yang membuat orang lain merasa nyaman di sekitarnya, setiap langkah mereka ada saja orang yang menyapa atau memberikan sesuatu. Bahkan sang pemilik toko lukisan mengizinkan mereka untuk melukis di tempatnya.

Ashnard semakin kagum pada Liliya. Saat sudah tumbuh besar, hidup Liliya tidak akan kesulitan. Dengan koneksinya yang banyak, Liliya bisa mendapatkan segalanya dengan mudah.

Di atas lembaran kanvas putih, mereka menuangkan berbagai warna. Ashnard menggunakan pengetahuannya tentang dunia yang indah untuk menggambar sebuah mahakarya seni, yaitu dua gunung dengan jalan di tengah dan sebuah matahari. Bahkan Liliya sendiri takjub dengan lukisan seperti itu.

"Apa yang kau gambar?" tanya Ashnard penasaran.

Liliya menunjukan sebuah lukisan bunga lily putih yang tampak indah. Bunganya sangat detil dengan garisnya yang rapi dan tak kasar, serta warnanya terlihat natural tapi tetap memberikan kesan yang cantik. Gadis itu ternyata paham caranya melukis.

Melihat lukisan Liliya membuat Ashnard merasa tak percaya diri dengan lukisan mahakaryanya.

***

"Kisah percintaan membuatku teringat dengan kenyataan pahit di masa laluku. Kurasa aku akan melewati ini. Sampai jumpa, nak." Ia lalu berbaring dengan bersandar tangan dan tak melakukan apapun.