Chereads / Pengendali Elemen Terkuat / Chapter 3 - Hal yang Luar Biasa

Chapter 3 - Hal yang Luar Biasa

"Aku bercanda." Lalu, pria itu tertawa lebar. Tawa yang sangat puas hingga berlinang air mata.

Ashnard sejenak merasa bingung lalu memasang wajah datar. Ia paham sekarang.

"Aku tidak akan melatihmu." Pria itu mengusap air di matanya. "Kau itu sudah kuat. Untuk apa aku melatihmu?"

"Tapi-"

"Pergilah, manusia kecil. Walaupun kau memaksa, aku tidak akan melakukannya. Kau itu masih muda, sebaiknya, janganlah mencari kekuatan."

"Tapi, aku akan bertanggung dengan kekuatan yang kumiliki." Ashnard memaksa.

"Kataku tetap tidak!" Sefenfor meninggikan suaranya. "Jangan berlari ke arah yang salah. Jadilah seperti Liliya. Gadis yang ceria dan penuh kebebasan itu memilih hal-hal yang indah saja, seperti bunga."

"Liliya memang gadis, aku laki-laki!"

"Aku berharap kau akan memilih jalan yang sama dengannya. Kau butuh orang sepertinya di sisimu, dan gadis itu butuh orang sepertimu."

"Dasar tidak berguna!" cibir Ashnard.

Sefenfor lalu menaiki kembali elangnya dan terbang ke langit. Kabut perlahan bergerak mengikuti ke mana pria itu pergi.

Ashnard yang tak mendapat hal yang dia inginkan, merasa kesal. Ia pun kembali ke kota, bertujuan untuk mencari Liliya. Karena Liliya dan Sefenfor tampak dekat, Ashnard berharap Liliya bisa membujuk Sefenfor untuk melatihnya.

Akan tetapi, Ashnard tak memiliki tujuan di mana untuk mencarinya. Ia hanya mencarinya di jalanan yang pernah ia lalui bersama gadis itu saat perayaan.

Di depannya, tampak seorang gadis berlari ke arahnya. Itu Liliya dengan wajah yang bahagia menghampiri Ashnard.

"Liliya, aku mencarimu," sapa Ashnard.

"Ya, aku tahu," sahut Liliya. Tanpa kehabisan nafas sedikit pun setelah berlarian.

"Tahu apa?"

"Kau akan mencariku. Angin yang memberitahuku," jawab gadis itu.

"Dengar, aku perlu bantuanmu. Aku ingin meminta tolong padamu untuk membujuk Sefenfor agar mau membantu latihanku. Kumohon."

"Boleh saja," jawab Liliya singkat.

"Sungguh? Kau tidak mengerjaiku juga, kan?"

"Hehe, tidak akan. Aku akan membantumu tapi kau harus membantuku juga." Sebuah seringai jahil terbentuk di wajahnya. Mengingatkan Ashnard pada Sefenfor. Ashnard kini paham dari mana asal senyuman jahilnya itu.

Ashnard pasrah, "Baiklah. Apa yang kau butuhkan?"

Dengan senyuman dan dada yang di busungkan, gadis itu berkata dengan penuh semangat, "Habiskan satu hari penuh bersamaku!"

"Satu hari penuh bersamamu?"

"Yap. Lalu, aku akan memaksa Sefenfor untuk melatihmu. Aku janji," potong Liliya.

Tak ada pilihan lagi bagi Ashnard. Meskipun itu permintaan yang memalukan, tapi tekadnya untuk menjadi lebih kuat mengalahkan rasa malu tersebut. "Aku akan melakukannya."

Gadis itu melompat kegirangan.

"Tapi, aku harus mengabari ibuku dulu kalau aku akan pulang agak lama."

Liliya mendengus, "Aku akan ikut."

Ashnard dan Liliya pun menuju kediaman Raegulus. Saat pintu terbuka, sudah menjadi kewajiban Edda untuk menyapa putranya. Wanita itu terkejut saat melihat Ashnard datang bersama Liliya.

"Halo, Nyonya Raegulus. Namaku Liliya." Liliya membungkuk lalu melambaikan tangannya.

"Oh, silahkan masuk, Nona Liliya. Aku tak menduga Ash datang bersamamu."

"Sebenarnya aku cuman mau meminta izin Ibu," kata Ashnard. "Aku akan pergi bermain bersama Liliya. Mungkin aku akan pulang agak lama."

"Itu bagus!" sergah sang ibu. "Ibu menyetujuinya. Ibu izinkan. Tapi, jangan pergi dulu. Ibu akan membuatkan makanan untuk kalian berdua. Bawa Liliya ke kamarmu, Ash."

"Tidak, aku hanya-" ucapan Ashnard terpotong saat ibunya mendorongnya ke kamarnya.

Liliya berkeliling melihat seisi kamar Ashnard yang rapi dan masih banyak ruang kosong, justru terlihat seperti hampir tak berisi. Liliya juga menemukan sebuah rangkaian bunga di meja, yang seketika membuat gadis itu senang.

"Jadi, Ibumu memanggilmu Ash?"

"Jangan panggil aku Ash juga," Ashnard mengesah malu.

Liliya lalu berhenti di sebuah rak buku di sisi kiri kasur. Rak dari kayu merah itu terdiri dari tiga tingkatan yang diisi penuh dengan berbagai macam buku, namun yang paling banyak adalah buku bertema petualangan. Ia menelusuri punggung-punggung buku dan mengambil salah satunya, "Kau pasti sangat suka cerita tentang petualangan."

"Suka."

Liliya lalu beranjak dan duduk di pinggir kasur, diikuti Ashnard yang duduk di sebelahnya. "Aku penasaran, kenapa kau menyukai cerita tentang petualangan?"

"Menurutku, cerita petualangan itu seru. Kau bisa menemukan segala hal yang ajaib di luar sana, misteri dan hal yang tak terbayangkan lainnya. Karena aku yakin dunia itu sangat indah, aku ingin melihatnya dan merasakannya secara langsung."

Di atas meja yang biasa digunakan Ashnard untuk membaca buku, pandangan Liliya tertuju pada sebuah kotak. Di bagian atas kotak itu ada sebuah ukiran yang familiar baginya. "Kotak apa itu?"

"Itu hadiah dari ayahku." Ashnard mengambil kotaknya dan menunjukkan isinya. "Hanya sebuah gagang pedang tanpa bilahnya. Hadiah yang tak berguna."

Liliya memandangi bentuk gagang itu. Ukiran-ukiran di gagangnya juga tampak tak asing. "Menurutku itu berguna."

Ashnard menatap gadis itu dengan bingung.

Liliya menunjukkan ukiran di kotak kayu. Sebuah ukiran seekor naga bertanduk yang sedang terbang. Naga itu memiliki kaki yang besar dan sisik yang terlihat sangat keras. Bentuk rahangnya bahkan lebih besar dan gemuk, berbeda dengan jenis naga lainnya yang ramping. "Lihat ukiran ini."

"Aku tahu itu gambar apa, Liliya. Memangnya ada apa dengan itu?"

Kemudian Liliya menunjukkan ukiran yang melingkari gagangnya. Memang sulit dilihat karena bentuknya, tapi jika diperhatikan jelas, ukiran tersebut adalah gambar seorang pria berjanggut yang memegang terompet dan kapak di kedua tangannya.

"Dan ini adalah ukiran Reibo. Dewa Angin Dingin. Salah satu dari Empat Penjaga Angin. Ciri-cirinya sama. Memiliki janggut. Membawa terompet dan kapak di tangannya," jelas Liliya.

"Lalu kenapa? Bukankah ada banyak benda-benda yang memakai ukiran dan lukisan dari dewa dan naga?"

Liliya merasa kesal. Ia pun mencubit lengan Ashnard. "Apa kau tidak membacanya di buku? Tuan Reibo juga ahli dalam membuat senjata. Semua senjata Empat Dewa Angin dibuat olehnya. Di gagang pedang milik Tuan Sefenfor juga ada ukiran seperti itu."

"Maksudmu, ayahku meminta dewa untuk membuatkan senjata? Senjata yang memiliki kekuatan yang sama dengan senjata dewa lainnya?" Ashnard memastikan.

"Yah, aku tak tahu kekuatan senjatamu setara atau tidak. Tapi, aku percaya jika pedangmu bukan hal yang tak berguna," kata Liliya. "Jika kau mau, aku bisa meminta Sefenfor untuk membawa kita menemui Reibo."

"Tapi, bagaimana dengan rencana untuk bermain seharian?"

"Tak apa. Kurasa ini lebih penting daripada menghabiskan seharian denganku. Ini soal ayahmu, Ash."

Ashnard memasukkan kembali gagang pedangnya ke kotak kayu dan berpikir. Jika benar ada kaitannya antara pedang ini dan Dewa Reibo, Ashnard berpikir jika itu bisa membantunya lebih kuat lagi. Seperti yang ia inginkan untuk mengalahkan Ozark.

Terbayanglah perkataan Sefenfor di kepalanya. Soal arah dan jalan yang akan di pilihnya, yang akan di pilih Liliya. Yang ingin disampaikan Sefenfor padanya adalah hal yang luar biasa bukan selalu tentang kekuatan. Ashnard berpikir, mungkin jika hal yang luar biasa itu dapat ia rasakan jika bersama Liliya.

Lelaki itu mengulurkan tangannya pada Liliya. "Tidak, itu bisa menunggu. Bagaimana jika kita habiskan waktu seharian bersama?"

***

Ia bangkit dari duduknya dengan terkejut. "Apa-apaan ini? Aku tak menyangka bakalan ada plot romansa? Sial, seharusnya aku lah yang ada di sana."