Chereads / Pengendali Elemen Terkuat / Chapter 2 - Empat Dewa Angin

Chapter 2 - Empat Dewa Angin

Burung elang raksasa itu melebarkan sayapnya menutupi matahari dan terbang perlahan dengan gagah. Ashnard yang menyaksikannya, paham jika yang ada dihadapannya itu adalah sosok yang berbahaya. Jika dirinya tak segera lari, mungkin kehidupan keduanya akan berakhir lebih cepat daripada yang ia duga.

Ashnard yang berusaha untuk menggerakkan tubuhnya sekuat tenaga, terkejut saat Liliya dengan bebas berlari ke arah sosok yang menunggangi burung raksasa itu.

"Kau datang!" Tanpa rasa takut, Liliya memeluk leher burung elang itu. Senyumannya semakin melebar saat seorang pria turun dari punggung burung itu.

Sosok pria itu bertubuh tegap dengan tinggi yang sempurna sebagai seorang pria sejati. Di kisah-kisah kuno, mungkin gambaran yang cocok untuknya adalah seorang pahlawan. Langkahnya bahkan begitu perkasa saat menghampiri Liliya dan mengusap kepalanya, "Aku selalu datang."

Pakaian dari kain besi perak yang pria itu kenakan itu tampak berkilau. Jubahnya berayun-ayun diterpa angin yang entah muncul dari mana. Di pinggang kanannya, sebuah pedang disarungkan. Sementara di pinggang kirinya, terdapat sebuah terompet berbentuk lengkung, terbuat dari bahan yang sama dengan pakaian peraknya.

Pria itu mendapati Ashnard yang tersungkur kesakitan. Ia lalu meniupkan sebuah angin yang menyelubungi tubuh Ashnard. Kesejukan yang terbawa angin itu membuat Ashnard dapat bergerak kembali dengan bebas. Nafasnya kembali normal dan penglihatannya semakin jelas meskipun kabut masih menyelimuti sekitar.

"Kau tak apa?" tanya pria itu, kemudian membantu Ashnard untuk bangun. "Kesensifitasanmu terlalu kuat, manusia kecil. Kau memiliki kekuatan yang sangat aneh."

Ashnard yang kebingungan bertanya, "Siapa kau?"

"Salam kenal, manusia kecil. Aku Sefenfor. Aku datang dari angin timur," sapanya. Suara pria itu seperti deruan angin pagi yang sejuk.

"Sefenfor? Maksudmu salah satu dari 4 Penjaga Angin itu?" Mata Ashnard terbeliak tak percaya.

"Jadi, kamu teman Liliya?" Sefenfor bertanya balik.

"Ya, begitulah," jawab Ashnard tak yakin.

"Dan burung ini namanya Ekarios," teriak Liliya yang masih memeluk burung tersebut.

"Raja Elang dari Gunung Sur Balan dan juga temanku," ucap Sefenfor menambahi.

Ashnard lalu menghampiri Liliya dengan gelisah. "Liliya, apa kau tidak takut? Pria di sana itu, bukankah ia dewa yang selalu diagung-agungkan orang? Apakah aku harus membungkuk dan mempersembahkan darahku padanya?" bisik Ashnard.

Liliya tertawa mendengar Ashnard yang begitu ketakutan, "Tidak perlu. Tuan Sefenfor dan Ekarios adalah temanku. Mereka itu baik. Mereka tidak akan menyakitimu."

"Teman Liliya adalah temanku juga," sahut Sefenfor. Berjalan mendekati Ashnard dan Liliya.

Karena ketakutan dan ketidakpercayaannya, Ashnard duduk sendirian di bukit, sementara Liliya dan Sefenfor tampak asik berbincang.

Di mata seorang dewa, keberadaan manusia hanyalah seperti angin lewat. Ashnard berpikir jika ia bersikap salah sedikit saja, akan langsung membuat dewa tersebut marah. Sebagai manusia, ia tak ingin melakukan hal yang sembrono seperti itu. Maka dari itu, ia memilih untuk menjauh darinya.

Ashnard pun memutuskan pulang. Meninggalkan Liliya bersama Sefenfor. Ia tak ingin mengusik pembicaraan sang dewa, karenanya ia pergi tanpa memberi tahu Liliya. Ia terus berjalan hingga berhasil keluar dari kabut tebal.

Ibunya yang sudah menunggu Ashnard di rumah, terheran karena melihat putranya yang baru saja datang tampak risau. "Ada apa? Apa kencannya baik-baik saja?"

Ashnard tersenyum ragu karena tak berpikir itu kencan. Ia hanya mengira itu jalan-jalan biasa, belum lagi pertemuan tak terduganya. "Itu bukan kencan, bu," jawab Ashnard seadanya.

Di kamarnya, Ashnard membaca kembali buku tentang Empat Dewa Angin.

Dikatakan dahulu kala, sebelum Winfor dibangun, negeri angin dulunya hanyalah dunia liar yang berangin. Naga berkeliaran, monster dan iblis kegelapan menguasai angin yang berhembus di tanah ini. Makhluk jahat itu berasal dari tempat yang jauh dari cahaya matahari. Sebuah jurang yang sangat dalam, dan hanya makhluk-makhluk mengerikan yang bisa hidup tanpa matahari.

Tak ada yang tahu apa yang membuat jurang itu dan tak ada yang tahu juga akan kedatangan empat sosok misterius. Empat manusia muncul bersama angin yang membantu mereka mengalahkan seluruh kegelapan. Angin memberi mereka kekuatan dan jadilah mereka pengguna elemen angin yang kuat.

Secara bertahap, mereka membangun sebuah negeri. Setelahnya mereka lalu bersumpah sebagai Empat Dewa Angin untuk melindungi negeri ini di keempat penjuru mata angin.

Di antara pegunungan es dan salju, Reibo dengan kapak dan terompet dari tanduk naga, menjaga utara. Ia juga disebut sebagai Dewa Angin Dingin karena ia selalu membawa angin bagai es yang menusuk dari utara.

Di hutan yang suram nan gelap, tinggal lah Nous, Sang Angin Selatan. Sosoknya yang misterius di balik tudung jubahnya, selalu bersembunyi dari segala hal, kecuali ketiga sahabatnya. Dengan busur dan terompet dari tanduk rusa, ia menjaga wilayah selatan yang berhutan. Di wilayah ini, jurang itu membentang, hanya Nous lah yang mampu menahan para makhluk itu tanpa membuat dirinya terkorupsi.

Angin datang bersama arus dan ombak laut di barat, seorang wanita jelita berdiri di tebing layaknya putri lautan. Ia menjaga sisi pantai di barat dengan tombak dan terompet dari kerang. Namanya, Zefiria, selalu disebut-sebut bahkan oleh Dewa Laut itu sendiri.

Wilayah perbukitan di timur, kehadirannya selalu diiringi dengan kabut, adalah seorang ksatria yang menunggangi raja elang raksasa. Membawa pedang perak dan terompet perak yang berkilauan. Namanya adalah Sefenfor.

Menurut legenda, sebagai Dewa Angin, kekuatan mereka sangat kuat. Salah satu dari mereka bisa meluluh lantahkan ribuan pasukan atau mencabut ratusan pohon dari akarnya dengan sekali hembusan angin. Mereka bisa meratakan tanah, memotong bukit dan mengikis pegunungan.

Legenda itu perlahan meresap ke dalam diri Ashnard dan membuatnya tenggelam dalam kisah masa lalu. Membayangkan bagaimana rasanya memiliki kekuatan seperti mereka. Terbesitlah sebuah pikiran di kepala bocah itu untuk meminta sang dewa melatihnya. Pikiran itu juga atas dasar keinginannya untuk membalaskan kekalahannya pada Ozark.

Keesokan harinya, ia mendatangi kembali padang bunga tersebut untuk menemui Sefenfor. Kabut mendadak muncul dan kejadian yang sama terulang kembali. Ashnard tak bisa bergerak ataupun bernafas hingga Sefenfor meniupkan angin padanya.

"Sebenarnya, apa yang terjadi barusan? Kenapa aku selalu seperti itu saat kau muncul, sedangkan Liliya baik-baik saja," kesal Ashnard.

"Aku sudah mengatakannya sebelumnya, kau memiliki perasaan kuat yang membuatmu semakin peka. Perasaan itu berasal dari kekuatan lain di tubuhmu," ungkap Sefenfor. "Kau memiliki dua kekuatan, lautan dan sesuatu yang tidak aku ketahui."

"Astral. Kekuatan itu disebut elemen astral."

"Menarik. Sebuah elemen yang asing bagiku. Kau memiliki kekuatan yang menarik, manusia kecil," kata Sefenfor. "Lalu, apa yang membuatmu kesini?"

Dengan segenap jiwanya, Ashnard langsung bersujud di hadapan Sefenfor, "Tolong, latihlah aku. Kau itu dewa, bukan? Dengan kekuatanmu seharusnya bisa membantuku untuk menjadi lebih kuat."

"Bahkan dengan dua kekuatan itu, kau sudah kuat, nak."

"Tapi, itu belum cukup. Dengan kekuatanku yang sekarang, aku masih lemah. Aku ingin semakin kuat dan melampaui guruku."

"Motivasimu sungguh menarik ... baiklah, aku akan melatihmu. Tapi, dengan satu syarat." Sefenfor tersenyum jahil pada Ashnard. "Kau harus menjadi budakku."

"Apaaaa!??"

***

"Haha, ya, siap-siap untuk kejutan tak terduga," kekehnya sambil duduk di sebelah ilusi Ashnard menikmati tontonan.