Karna melihat wajah Kanaya yang kurang tertarik dengan kamar itu, dengan inisiatif sendiri Raka bertanya, "maaf sebelum nya Bi, ada nggak kamar yang nggak pake ac tapi tetep punya kamar mandi dalam kah?"
"Gitu kan Nay, yang lu mau?" Ujar Raka sambil mengedipkan mata, seolah memahami apa yang di pikirkan Kanaya.
"Hehe, iyaa Bi kalau ada yang begitu, Naya mau yang kamar mandi dalam aja." Tambah Kanaya membenarkan ucapan Raka, mengangguk yakin.
"Ada Non tapi harga nya beda 250 ribu sama yang ini, mau?"
"Liat aja dulu bi, masalah harga nanti Raka mau nawar ke tante." Ucap Raka, yang seolah merasa kenal dekat dengan pemilik yang biasa ia panggil Tante.
"Oh gitu, iya baik Mas. Yuk kita liat kamar nya." Ajak Bi inah berjalan berganti arah, sekarang kamar nya tepat di sebelah kanan tangga.
"Ini silahkan dilihat dulu." Ujar Bi inah dengan sabar dan ramah membuka kan pintu kamar.
Tidak berbeda dengan yang tadi, kamar ini memiliki tempat tidur, lemari, kipas angin gantung, bedanya ada kamar mandi kecil di pojok kamar.
Terkesan membuat kamar terlihat menjadi lebih kecil dari yang tadi.
"Gue suka kamar yang ini, tapi kalau harga nya segitu, nggak cukup gaji gue buat makan sebulan, juga keseharian gue Ka." Ujar Kanaya menggaruk kepala, seolah memberi kode pada Raka agar segera menawar harga pada sang pemilik.
"Bantuin nawar yaa." Pinta Kanaya dengan hangat.
"Iya, nanti gue tawarin dulu yaa. Semoga bisa kurang lagi harga nya." Raka menjawab tanpa memberi harapan palsu.
"Bi inah, kalau gitu saya pamit dulu ya." Ucap Raka sambil melihat pengingat waktu yang melekat di pergelangan tangan nya.
"Oh iya, ini Non Kanaya jadi kapan mau masukin barangnya?" Tanya Bi inah.
Kanaya bingung tidak bisa menjawab, ia hanya menatap Raka.
"Kalau gitu, gue telepon tante dulu deh. Tunggu sini ya." Ucap Raka, berniat menelpon dan menjauh dari Kanaya serta Bi inah.
"Jadi Bi inah kenal Raka sudah lama Bi?" Kanaya mencari tau siapa Raka, saat Raka sedang menjauh. Karna ini adalah momen yang pas.
"Sudah lama Non, kan bibi kerja disini dari masih muda." Ujar Bi inah tersenyum.
"Ooh, dulu pacarnya Raka ngekos disini juga ya, Bi?" Rasa penasaran memenuhi otak kanaya.
"Pacar? Hehehe, malahan bibi kira nih, tadi nya Mas Raka nggak normal loh, karna setiap datang nggak pernah bawa cewe alias sendirian terus, Non." Jelas Bi inah berbisik, ia sangat berhati-hati dan berusaha agar Raka yang dikejauhan sana tidak mendengar ucapan nya.
"Baru kali ini Mas Raka datang sama cewe, cantik lagi!" Ujar Bi Inah, sambil memegang tangan Kanaya.
"Oh begitu ya Bi, jadi Raka kalau datang kesini ngapain dong Bi?" Masih penasaran dengan jawaban Bi inah yang sepotong-sepotong.
"Ya, karna Bu Hena adalah tante nya Raka Non." Bi inah masih menjelaskan dengan semampu nya.
"Maksud nya gimana Bi? Jadi Raka pacaran sama tante Hena?" Lagi tanya Kanaya bingung, ia mengernyitkan dahi dan berpikir keras.
"Iih ngawur aja kamu Non! Hati-hati nanti yang denger setan malah jadi fitnah, non." Bi inah membuang tepakan tangan ke udara, seraya mengernyitkan dahi.
"Tante Hena adalah adik dari Bunda nya Raka. Mas Raka kesini karena emang dia peduli dengan sesama, suka ngasih makanan juga sama bibi dan pak abu yang jadi tukang parkir disini." Jelas Bibi panjang lebar supaya tidak ada kesalahan lagi.
Merasa bersalah, Kanaya reflek mundur sedikit dan menutup mulut.
"Ya ampun, maafin ya Bi, duh mulut sama otak aku emang suka konslet Bi. Jangan bilang-bilang Raka ya Bi kalau aku nanya begini." Ujar Kanaya takut jika Raka mendengar jadi sakit hati.
"Siapp non, bibi nggak akan bilang. Lagian nggak ada untung nya juga buat bibi ngadu-ngadu ah Non." Kata Bi inah berbisik.
Melihat Raka sudah selesai telepon, Kanaya pun berpura-pura membahas hal yang lain, agar Raka tidak curiga.
"Gimana, Ka?" Tanya Kanaya.
"Udah beres, lu bisa masukin barang sekarang. Gue ambilin barang lu ya." Ucap Raka, mengangkat jempol dan menggerakan kedua alisnya bersamaan.
"Oke kalau begitu, Bibi tinggal ya, semoga betah disini ya Non." Pamit Bi inah sambil menyerah kan kunci pada Kanaya.
***
"Nay, gue pergi dulu ya. Pembayaran kos udah beres ya." Ucap Raka saat sudah selesai membantu bawa barang Kanaya ke kamar, dengan keringat yang mengalir deras di pelipis serta baju nya menjadi basah karna keringat, sambil mengatur napas.
"Lagian nih ya, peraturan kosan ini salah satunya nggak boleh ada laki-laki, terus nggak boleh pulang lewat jam 9. Nanti lu kena sangsi dari tante, tau!" Jelas Raka, bukan sengaja menakuti tapi memang sesuai dengan fakta.
"Lu mau kemana emang nya?" Tanya Kanaya yang juga sedang mengatur napas.
"Mau ngajar gue, Nay. Takut telat lagi kaya kemarin nggak enak gue sama anak-anak." Raka menatap jam tangan nya, ia tidak ingin telat lagi hari ini.
"Gue boleh ikut nggak? Kan besok udah mulai kerja jadi nggak akan bisa kemana-mana lagi gue." Pinta Kanaya dengan penuh harapan.
"Emm, boleh aja sih." Kata Raka.
"Yauda ayo, supaya jangan telat." Lagi ajak Raka tanpa pikir panjang dan langsung melangkah.
Kanaya mengunci pintu langsung mengejar Raka yang sudah jauh di bawah.
***
Di sepanjang perjalanan, Kanaya mengucapkan terima kasih berulang kali.
"Udah Nay, santai aja. Jangan sampai lu jadi nggak enak hati gitu sama gue." Jelas Raka agar Kanaya berhenti mengucapkan terima kasih yang di ulang.
"Gue tulus bantuin lu, nggak mengharapkan imbalan sedikit pun, Nay." Ujar Raka sambil mengemudikan mobil.
"Malahan nih ya, sesuai janji gue, kalau lu nggak bisa kangen sama gue setelah beberapa jam kita habiskan bersama, gue akan menjauh dari lu Nay. Sumpah deh!" Lanjur ucap Raka memberi Kanaya kesungguhan dari ucapan nya.
"Jangan menjauh dong! Gue ngerasa cuma punya lu di dunia ini, Ka." Wajah Kanaya penuh ketakutan, mendengar ucapan Raka yang berniat pergi dari nya.
"Emm, karna makan nya gue bayarin ya??" Goda Raka pada Kanaya.
"Ih, bukan begitu. Gue janji deh bulan depan gue yang bayarin lu makan full di tukang nasi goreng." Kanaya memberi promosi tanpa di pikirkan lagi, agar Raka tidak menjauh dari nya.
"Busedd! Satu bulan full lu berniat ajak gue makan nasi goreng?? Kenyang kaga, radang tenggorokan iya, Nay!" Raka mengernyitkan dahi sambil tertawa lepas saat mendengar ucapan Kanaya yang terburu-buru.
Tersipu malu Kanaya pun ikut tertawa meski dengan sedikit tertunduk dan menggarukan pelipis nya.
***