Seperti hari hari sebelum nya, Raka selalu melakukan aktifitas yang sama. Mengajar di sore hari untuk anak-anak yang kurang beruntung tanpa pamrih tanpa pujian, ia melakukan dengan ketulusan hati, dengan tekad membagi ilmu pada mereka yang membutuhkan.
Kanaya dan Raka pun datang bersamaan lagi menuju kolong tol menggunakan motor matic.
Seperti biasa nya juga, Dimas selalu mendapat jatah mengajar lebih dulu dari Raka, hingga akhirnya Dimas bisa bertemu dengan Kanaya lagi.
"Wahh, mimpi apa ya gue semalem, bisa ketemu sama cewe cantik ini lagi." Mata Dimas langsung tertuju pada Kanaya yang nampak cantik berjalan bersama Raka, dan menebarkan pesona yang tidak sebanding dengan ketampanan yang di miliki Raka.
"Eh lu ya, berani godain Kanaya lagi. Gue hajar, di depan anak-anak sekalian deh!" Bisik Raka mengancam, memberi salam pada Dimas, sahabatnya.
"Yaela, selama jalur kuning belum melengkung, masih bisa gue tikung dong, bro!" Jawab Dimas, tidak peduli dengan ancaman Raka.
"Lagi pula, lu kan belum jadian sama dia. Jadi hak dia dong, mau suka dan pacaran sama siapa." Semakin berani Dimas menjawab Raka, namun tatapan nya tetap tertuju pada wajah cantik Kanaya.
Bukan Kanaya nama nya kalau tidak bisa ketus, kemarin Kanaya diam karna menghargai Raka. Tapi hari ini hati Kanaya seolah mendidih setiap mendengar bualan yang keluar dari mulut Dimas.
"Dimas! Gue nggak kenal lu ya, jadi jangan harap gue bisa jaga sopan santun sama laki-laki kurang ajar kaya lu yang baru aja ketemu gue, karna rasanya lu bukan laki-laki yang pantas mendapat sopan santun dari gue!" Ketus Kanaya tidak memandang lagi siapa Dimas.
"Perlu lu tau juga ya, gue kesini bukan berniat ketemu sama lu, tapi gue murni mau bantu Raka ngajar. Jadi jangan ke geeran deh lu!" Ungkapan kesal Kanaya meluap, karna Dimas sudah di anggap keterlaluan, terlebih saat Raka sudah memberi penjelasan.
"Eh buset! Galak amat! Cewe cantik nggak boleh galak dong." Canda Dimas yang tidak meladeni amarah Kanaya.
"Ehh udah-udah! Dimas emang suka begitu. Dia bercanda aja itu, Nay." Raka berusaha jadi penengah amarah nya Kanaya.
"Dim, lu juga udah dong! Jangan keterlaluan begitu." Wajah Raka serius menatap Dimas.
Melihat wajah Raka yang sudah berubah, Dimas pun tidak melanjutkan aksi nya lagi dalam menggoda Kanaya.
"Oke-oke, I'm so sorry. Gue nggak berniat gangguin lu kok. Gue cuma bercandain Raka aja, karena sebelum nya nggak pernah dia jalan bareng sama cewe, sampe dua hari begini pula." Jelas Dimas yang juga membuka alasan nya sebenarnya.
"Emm, oke gue juga minta maaf udah nge-gas." Balas Kanaya, saat tahu yang sebenarnya.
"Sampe begitu nya kah Raka? Masa iya semua orang bilang dia nggak pernah jalan sama cewe, nih orang normal nggak sih??" Oceh Kanaya dalam hati sambil menatap Raka serta Dimas, bergantian, seolah masih tidak percaya akan kebenaran tentang Raka.
"Terlebih Raka memiliki wajah yang sempurna sebagai laki-laki, dan juga di dukung dengan ekonomi keluarga yang tergolong kaya raya.
Tidak mungkin Raka tidak memiliki sifat buaya yang biasa nya melekat pada seorang laki-laki kaya dan tampan pada umum nya." Pikir Kanaya berkecamuk.
Kanaya terus mencari tahu jawaban yang ia sendiri pun bingung jawaban seperti apa yang ia butuhkan.
Ia terdiam cukup lama, hingga ia tidak sadar Dimas berpamitan untuk pergi.
Sementara di tengah mereka yang sibuk beruagumen, terlihat anak-anak dengan serius mengerjakan tugas yang di dapat dari Dimas.
Raka melanjutkan berbagi ilmu pada anak-anak, dan ada Kanaya yang turut serta memberikan ilmu nya pada anak-anak itu, sambil di selingi dengan canda serta tawa yang membuat suasana menjadi lebih nyaman untuk belajar.
***
Waktu mengajar telah selesai, Raka membawa Kanaya untuk makan bersama di sebuah warung makan padang.
"Pesen apa, Nay??" Raka menatap dengan wajah lesu.
"Nasi rendang pake daun singkong." Sahut Kanaya yang juga lemas, tanpa basa basi lagi, karna perut nya sudah tidak bisa di ajak kompromi sejak berada di kampus Raka tadi.
"Oke, nasi rendang dua ya, Mas. Es teh manis dua juga." Ucap Raka pada seorang pelayan yang telah berdiri di hadapan nya,
terlihat mencatat pesanan.
"Nay, gue laper banget nih." Lirih Raka, menggeletakan kepala di meja, sambil menunggu makanan datang.
"Sama Ka, gue juga laper banget tau." Kanaya memilih menyandarkan tubuh pada kursi kayu yang keras, dan jauh dari kata nyaman untuk sandaran.
"Maaf ya, gue lupa nawarin lu makan tadi siang."
"Iyaa nggak apa-apa, tadi siang juga gue belum berasa laper kok." Jawab Kanaya berbohong, padahal sejak di kampus perut nya sudah gemericik.
Kemudian dengan cepat makanan pun sudah datang dan di sajikan, mereka berdua pun segera menyantap dengan lahap, tanpa berbicara satu sama lain.
***
Setelah selesai makan, dan di parkiran motor.
"Nay, lu mau balik ke kosan atau masih mau jalan-jalan?" Tanya Raka, seraya mengenakan jaket dan helm.
Mata Kanaya melihat keatas, seolah sedang mencari jawaban, "Emmm.." gumam nya.
"Gue sih pengen nya jalan sama lu terus, Ka. Tapi lu juga harus istirahat. Besok lu harus kuliah." Kanaya menatap Raka dengan penuh kehangatan.
Raka bisa merasakan tatapan Kanaya yang begitu hangat, hingga menyentuh ke dasar hatinya.
Namun Raka mencoba untuk tidak gegabah dengan memperlihatkan perasaan nya terhadap Kanaya, ia tidak mau nanti nya Kanaya menjadi ilfeel dengan respon yang salah.
"Nahh kan, apa gue bilang kemarin. Kalau udah kenal sama gue, lu pasti nggak mau jauh dari gue lagi." Dengan sengaja Raka menggoda Kanaya, wajah nya yang usil membuat Kanaya langung mencubit kecil pinggang Raka.
"Iih, apa sih Raka. Iseng banget deh lu." Ucap Kanaya, wajah nya memerah dan tersenyum malu-malu.
"Hahahaha, bercanda Nay. Gue juga suka jalan sama lu , sukaaa banget!" Jelas Raka, dengan gaya cool dan tawa nya yang mempesona.
"Tapi kita sama-sama harus istirahat. Gue janji akan datang setiap lu libur kerja, oke?" Lagi ucap Raka, seraya mengangkat kelingking untuk membuat janji.
Kanaya melingkarkan kelingkingnya pada kelingking Raka, lalu denga haru ia menitikan air mata dan berkata, "Lu itu malaikat buat gue, Ka. Di saat gue seperti ini lu datang dengan rencana Tuhan, memberi pertolongan yang nggak masuk akal sehat manusia normal, Ka."
"Heii, jangan nangis dong." Raka menghapus air mata Kanaya yang berjatuhan, ia juga tidak peduli dengan orang-orang yang lalu lalang memperhatikan mereka berdua dengan berbagai pikiran dari sudut pandang yang berbeda.
"Gue tulus bantuin lu. Sama seperti gue bantu anak-anak di sekolah dadakan yang gue dirikan itu, Nay." Sahut Raka berusaha membuat Kanaya untuk merasa lebih tenang.
***