26. Hari pertama
Berkali kali Kanaya melihat jam tangan yang ia kenakan, sudah hampir dua jam Kanaya menunggu, dari masih segar dan semangat hingga akhirnya Kanaya merasa jenuh menunggu terlalu lama.
Beberapa toko sudah mulai di buka, namun tempat ia bekerja belum juga di buka, bahkan belum ada yang datang.
Kanaya duduk menopangkan kepala di lututnya dengan sangat wajah murung.
***
"Haii, sorry lama nunggu nya. Kemarin gua lupa kasih tau si Athong, kalau hari ini gua telat datang dan telat buka toko, karna ada urusan mendadak di sekolah anak gua." Jelas seseorang yang berucap dengan cepat.
Kanaya mencari suara seseorang itu, karna di juga tidak melihat arah datang nya Ci Ason dari mana.
Kanaya celingak celinguk ke kiri dan ke kanan, akhirnya ia melihat Ci Ason sudah bergerak cepat membuka satu per satu gembok toko.
Dengan sigap Kanaya bangkit berdiri, meskipun ia bingung apa yang harus ia kerjakan. Tapi Kanaya berusaha mendekati Ci Ason.
"Ayo sini masuk." Ajak Ci Ason, melalui pintu kecil yang di khusus kan untuk penjual saja.
Tidak lama setelah Ci Ason masuk ke toko, karyawan yang lain mulai berdatangan dan saling menyapa, seolah sudah paham dengan tugas nya, mereka yang baru datang langsung bekerja, ada yang menyapu lantai, ada yang mulai memajang beberapa dus hape di etalase, ada juga yang terlihat menulis.
"Anak-anak, ini ada anak baru." Kata Ci Ason sedikit berteriak dan membuat karyawan menghentikan kegiatan dengan seketika, lalu menatap Kanaya.
"Ayo kenalin diri dulu, biar bisa saling kenal." Perintah Ci Ason, entah di tujukan pada siapa.
Namun dengan percaya diri, Kanaya yang pertama kali mengenalkan diri nya.
Lalu di balas oleh karyawan lain nya dengan senyum meriah.
"Yang pake jilbab pink nama nya Ainun, yang muka mesum, rambut klimis dan punya kumis lele ini nama Herdiman, terus yang paling ujung kurus, kulit hitam pake kacamata itu nama nya Sugeng. Dan yang cantik serta baik hati adalah gua Ason." Ci Ason mengenalkan semua karyawan nya yang sudah kumpul.
"Nah, itu yang di dalam namanya Regina, dia leader disini, selain itu Regina juga orang yang paling bijaksana untuk memecahkan segala masalah yang ada disini." Tunjuk Ci Ason ke sebuah ruang kecil tanpa pintu, hanya diberi batas triplek berwarna putih.
Dari dalam Regina melambaikan tangan, seraya berkata, "Hai Kanaya, salam kenal. Hati-hati laki-laki disini buaya semua, jangan sampe termakan rayuan mereka ya."
Lalu Kanaya memgernyitkan dahi ketika mendengar teriakan Regina, bahkan di pikiran nya, tidak ada satu laki-laki pun di dunia ini yang bisa menaklukan hati nya, selain Raka.
"Eh, disini dilarang pacaran ya! Kalau ketauan pacaran, langsung gua keluarin. Karna nanti nya akan menganggu pekerjaan." Ucap Ci ason dengan tegas dan lantang, mata nya menatap ke semua karyawan, sambil berkecak pinggang.
"Siapp Ci Ason." Jawab semua karyawan dengan serempak.
Melihat begitu lucu nya orang-orang di sekitar nya, Kanaya hanya bisa menahan tawa dengan menutup mulut menggunakan telapak tangan.
"Ayo! Ayo, kerja lagi! Malah pada ketawa ketiwi." Tegur Ci Ason suara nya yang nyaring dan cempreng sungguh mampu membuat infeksi telinga yang mendengar nya.
***
Di hari pertama kerja, Kanaya merasa bingung banyak yang belum ia ketahui.
Saat ada pengunjung, Kanaya memperhatikan cara Ainun, Herdiman serta sugeng melayani calon pembeli.
Dan saat sepi, Ainun mengajarkan Kanaya mengenali product knowledge yang akan di jual, Herdiman mengajarkan tentang cara mengisi pulsa, sementara sugeng lebih kalem dari Herdiman, hanya diam saja, seringkali Herdiman curi curi pandang terhadap Kanaya.
Jam istirahat pun berlalu begitu cepat, Kanaya tidak keluar counter, ia duduk di depan ruangan Regina dan menyantap roti yang ia bawa sejak pagi tadi.
***
Hari yang sangat melelahkan bagi Kanaya, meski lelah, ia merasa ada kepuasan tersendiri.
Waktu sudah menunjukan pukul 17.30, Aisyah, Herdiman serta Sugeng sudah pulang 10 menit yang lalu, tinggal Ci Ason, Regina dan Kanaya yang terakhir.
"Nay, besok nggak usah dateng terlalu pagi kaya tadi, kasian kan lu nunggu nya kelamaan." Jelas Ci Ason sambil mengembok rolling door di beberapa titik.
"Jadi, datang jam berapa ya Ci?" Tanya Kanaya berdiri tepat di belakang Ci Ason, sambil memerhatikan cara memproteksi counter tersebut.
"Jam 10 juga bisa lah ya." Jawab Ci Ason menengok pada Regina juga, seolah memberi kode.
Lalu Regina mengangguk, wajah nya nampak kelelahan di tambah ia harus menggendong ransel besar yang di bawa nya saat pergi dan saat pulang.
"Oke kalau gitu, Aku duluan ya Ci Ason dan Mba Regina, sampai ketemu besok." Kanaya mengerti dan langsung pamit, tangan nya sedari tadi hanya memegangi tali tas ransel.
"Oke see you." Hanya Regina yang menjawab ucapan Kanaya.
Kemudian Kanaya berlalu, dan berjalan kaki untuk sampai di kosan nya.
Keringat yang bercucuran sedari siang menetes, membuat seluruh tubuh Kanaya terasa lengket.
Maka dari itu, Kanaya melebarkan langkah kaki nya agar bisa segera mencapai kosan nya.
Rasa lapar yang bergejolak tidak di hiraukan lagi, karna ia sadar tidak memiliki uang untuk makan.
Entah sampai berapa lama ia bisa kuat menahan rasa lapar ini.
***
Setiba nya di kamar, dengan gerakan super cepat Kanaya membuka gembok kecil yang menggantung indah di pintu kamarnya.
Sepatu yang hanya ia bawa sepasang pun langsung segera di masukan ke dalam kamar, lalu membuka pakaian nya dan langsung masuk ke kamar mandi kecil nya itu.
Kanaya belum terbiasa dengan kebiasaan baru nya ini, tinggal dan beraktifitas di ruangan yang super mini.
***
Setelah mandi, Kanaya merebahkan tubuhnya di ranjang.
Sambil menatap langit-langit, ia teringat akan keadaan mama nya yang sudah beberapa hari tidak sempat ia kunjungi.
Mengingat itu, Kanaya otomatis jadi teringat lagi sikap papa nya yang sangat egois dan bajingan.
Hal itu membangkitkan semangat Kanaya, kini ia memiliki keinginan kuliah lagi dan mengejar mimpi nya menjadi seorang dokter kejiwaan atau sering kali di sebut dengan Psikiater.
Psikiater memiliki gelar dr. SpKJ (dokter spesialis kedokteran jiwa), yaitu mereka yang setelah mencapai gelar dokter melanjutkan studi spesialis, yakni kedokteran jiwa atau yang kerap disebut psikaitri (ilmu yang berfokus pada kesehatan jiwa).
Itulah cita-cita yang harus di capai Kanaya, meskipun keinginan papa nya adalah supaya ia menjadi seorang pembisnis.
Perbedaan ini sebagai salah satu pemicu keributan antara Kanaya dan Papa nya.
Semua itu ia inginkan karna melihat pasien kejiwaan yang sering terabaikan dari perhatian keluarga nya, padahal setiap orang yang sakit jiwa nya sangat membutuhkan perhatian serta dukungan dari orang-orang yang di cintai.