Mall kota M
Berbeda dengan Vian yang menahan tawa dalam hati, Aliysia sendiri menatap dengan wajah datar.
Namun ternyata, Si bocah sukes membuat suami pamanya tidak sanggup untuk menahan tawa. Sehingga, tanpa buang waktu lama Vian pun tergelak dengan kepala menggeleng tidak habis pikir.
Belahan bumi luar angkasa jaya raya? Ya Tuhan.... Selera humor aku kenapa receh banget sih, batinnya disela-sela gelak tawa.
"Pffftt ... Ha-ha-ha!"
"Ketawa terus saja Vian, tidak ada yang melarang apalagi bayar. Aku sumpahin kam- hmmpp ..."
Dengan sejumput kentang goreng pesanan, Vian yang hampir mendengar sumpah serapah Aliysia segera menyumpal mulut si wanita, yang selalu saja membuatnya tertawa dan mengumpat disaat bersamaan. Percayalah, dari pengalaman Vian dua hari bersaman, ia sudah beberapa kali disumpahin mati muda oleh Aliysia yang kini melotot protes kepadanya.
Jadi, ini bukan salah Vian 'kan? Bukankah itu sangat menjengkelkan? Ingin rasanya ia menyumpal mulut Aliysia dengan kaos kaki, sayang sekali kalau kentang goreng.
"Ya Tuhan, Vian….. Kamu kok jadi suami jahat sekali sama istri sendiri. Benar-benar deh ah!" sewot Aliysia kesal, dengan mulut penuh kentang goreng yang dijejal paksa karena keemberan lisannya sendiri.
"Cerewet. Kau sih, punya mulut lemes banget. Dikit-dikit sumpahin anu, sumpahin inu, ono. Jadi sekarang aku tanya, sebenarnya kau atau aku yang jahat?" tanya Vian dengan sebelah alis terangkat, kemudian memulai acara makan tanpa memperdulikan Aliysia yang mencebilkan bibir, ingin kembali protes.
"Huh, habis Kamu-
"Nih! Aku tidak sejahat itu kali Liysa. Aku punya rasa kemanusiaan dan membiarkan bocah seperti kamu kelaparan, mana tega aku melakukan itu," sela Vian cepat sambil mengulurkan beef burger ukuran jumbo dan seporsi nugget pesanan, jangan lupa mocha float yang kini ditatap berbinar oleh si bocah.
Ya, jelas.
Aliysia tentu saja berbinar senang melihat apa yang diulurkan untuknya. Ia juga dengan segera mengambil alih makanan di tangan Vian, kemudian tersenyum senang dengan gigi terawat terpampang, nyengir maksudnya.
"Terima kasih, Vian tampan. Tidak jadi deh kasih lebel suami kejam. Vian itu suami kontrak paling baik yang menikah denganku, lain kali beliin lagi ya dan kalau bisa yang banyak. Oke Vian," puji Aliysia panjang lebar, merayu dengan kata-kata manis dan jangan lupa senyumnya yang tampak bersinar, membuat Vian diam-diam tersenyum akan tingkah si bocah yang lagi-lagi di luar pikiran.
"Hn, kau memuji hanya saat ada maunya dan dikasih makanan. Unbeliveble, jangan lupa habiskan," sahut Vian setelah mencibir, berusaha tidak peduli dengan rayuan yang dilayangkan Aliysia yang mengangkat jempol, santai sekali si bocah.
"Baiklah! Aku tidak akan sungkan, jangan membuang makanan, mencari uang 'kan susah," timpal Aliysia tanpa dosa dan segera memulai acara makan dengan lahap, tanpa malu ataupun tanpa menutupi gaya makan sembarangan di hadapan Vian yang menggeleng kecil.
Wanita makan dengan gaya bar-bar mungkin banyak. Tapi, aku tidak pernah melihat yang seperti Aliysia. Dia tampak berseri, padahal aku hanya membelikannya makan siang berupa makanan cepat saji yang harganya tidak seberapa, batin Vian takjub.
Ia masih menatap dalam diam bagaimana sembarangannya Aliysia yang menikmati makanan tanpa menoleh ke arahnya, membuat Vian berusaha untuk mengabaikan dan kini mulai memakan burger miliknya sendiri.
Akan sangat bahaya, jika aku sampai menyukainya. Tapi, aku bahkan baru dua hari mengenalnya jadi itu tidak mungkin, lanjutnya masih dalam hati ketika melihat Aliysia dengan hati tak karuan.
Keduanya makan bersama dalam diam, Vian sampai menatap heran karena Aliyisa sudah tenang meski kunyahan tidak berkurang sama sekali, masih bar-bar seperti di awal.
Beberapa saat kemudian, Vian menyudahi makan dan menatap Aliysia yang baru saja kembali dari cuci tangan dengan sebelah alis terangkat ketika melihat cengiran.
Ini bocah kenapa lagi, batinnya heran sendiri.
"Kenapa kau tersenyum tidak jelas seperti itu?" tanya Vian sarkas.
Ck!
Seketika cengiran Aliysia luntur ketika mendengar pertanyaan bernada sarkas suaminya. Padahal, ia sudah baik-baik menampilkan wajah ramah, tapi Vian justru menyebalkan.
"Kamu ini ya, Vian. Aku jutek salah, sekarang memasang wajah ramah juga masih ditanya. Mau kamu apa sih?" tanya Aliysia sambil merotasi bola mata, jengkel sendiri.
Buru-buru Vian mengulum senyum, sebelum akhirnya ikut berdecih karena mendapati wajah meledek si wanita yang mencebilkan bibir sambil mengumpatinya.
"Ck! Aku tidak tahu kalau kamu sedang memasang wajah ramah."
"Alasan."
"Serius, wajahmu sama saja, sama-sama membuatku ingin berdecak," jawab Vian asal.
Alhasil, pelototan Aliysia kembali diterima, tapi Vian hanya mengangkat bahu tak acuh.
"Huh! Rese banget kamu."
"Hn, memang. Sudah 'kan makannya, kita kembali ke apartemen, karena Mama bilang mau datang berkunjung, ingat sama tugasmu," tukas Vian memutuskan.
Ia menerima pesan ketika Aliysia sedang mencuci tangan, untung saja memberitahu, coba kalau tidak, sudah pasti ia akan kaget dengan kedatangan mamanya yang tiba-tiba.
"Iya aku mengerti."
"Bagus!"
Dengan begitu, Vian dan Aliysia meninggalkan area restaurant cepat saji dan menuju basement. Tenang saja, kali ini kantong belanja sudah bukan Aliysia lagi yang jadi kuli dan Vian hanya memberikan satu kantong belanja yang tidak berat.
***
VJ Invenity Tbk
Ke esokan harinya
Saat ini Vian sedang ada di ruangannya, bersama Endra yang menatap dengan wajah tidak percaya. Asistennya berkata, jika sebenarnya ingin menanyakan ini kepadanya dari hari kemarin. Namun tidak enak, karena saat itu Endra melihat Vian seperti bahagia dengan pernikahan yang dijalani.
Bahagia? Yang benar saja, justru Vian selalu dibuat kesal oleh Aliysia, Err.... Sebenarnya, ia baru merasakan kesenangan sih, belum sampai tahap bahagia seperti yang dikatakan Endra selaku pengamat hidup seorang Vian.
Bukannya apa, Endra tahu bagaimana Vian kalau sedang serius, maka itu merasa saat ikrar janji pernikahan sababatnya tersebut benar-benar mengucapkan dari hati.
"Kamu serius, Vian. Menikahi dia, maksudku wanita itu hanya karena ingin membantunya? Jangan main-main dengan pernikahan, Vian. Kualat baru tahu rasa kamu," cerocos Endra dengan kepala menggeleng, seakan tidak percaya dengan apa yang baru saja dijelaskan sahabatnya beberapa waktu lalu.
Ia pikir, ketika akan janji suci wanita yang berjalan anggun di karpet merah adalah sungguh Theresa, tapi ketika mendengar nama lain disebut jantungnya seketika ingin copot, bahkan bola matanya sampai melotot.
"Ya Tuhan, En. Kamu ini tidak percaya sekali, sudah aku katakan dari awal, jika aku hanya ingin membantu membayar hutang dan membantunya menggapai impian. Dia bilang ingin melanjutkan kuliah di luar negeri, tapi ke pentog sama hutang itu. Aku hanya menawarkan bantuan, membayarkan hutangnya dan dengan begitu dia bisa kuliah di luar negeri, ck! Kamu ini dikasih tahunya ngeyel sekali."
Vian kembali menjelaskan kepada Endra yang masih menggeleng kepala, seakan masih meragukan meski sudah mendengar penjelasan berulang kali. Lagian, apa salahnya bekerja sama seperti ini. Toh, bukan hanya Vian yang melakukan nikah seperti ini, iya kan?
Di luar sana pasti ada, jadi jangan heran.
Bersambung