Chereads / Suddenly Married With Stranger / Chapter 34 - Makan Dengan Pemandangan Otot Seksi

Chapter 34 - Makan Dengan Pemandangan Otot Seksi

Apartemen Soho

Vian hampir saja menyemburkan tawa ketika mendengar gerutuan Aliysia. Namun, ia menahan sekuat tenaga dan tidak membiarkan wajah, apalagi suara tawanya menyembur.

Satu minggu tinggal bersama dengan si bocah, Vian mengetahui kebiasaan Liysa yang gemar sekali menggerutu. Apalagi, jika itu berhubungan dengan kelakuan Vian yang seenaknya, contohnya seperti saat ini ketika Vian dengan sengaja bertelanjang dada di depan si wanita muda.

"Che! Sudah sana mandi. Ada yang mau aku katakan sama kamu, setelah makan malam nanti," perintah Vian, mengakhiri acara tidak penting keduanya yang selalu terjadi hampir beberapa hari belakangan ini.

Tepatnya, ketika ada saja yang dibicarakan Aliysia, mau itu tidak penting sekalipun.

Ia jadi tahu, kalau istri bocahnya bukan tipe yang bisa diam barang sedetik.

Lalu Aliysia, ia tentu saja mengambil kesempatan ini tanpa ragu. Ini yang ditunggunya, yaitu bisa mandi dan bersih-bersih, lalu setelahnya makan bersama yang selalu rutin dilaksanakan beberapa hari ini.

Alhasil, dengan senyum lebar, ia pun mengangguk dan mengangkat jempol kepada Vian.

"Baiklah! Masak yang enak ya, Vian. Awas saja kalau tidak enak, huh! Aku mandi dulu, bye~ …." '

Sengaja membalas dengan kalimat menyebalkan bernada layaknya seorang Bos, kini Aliysia pun melenggang pergi dan jalan meninggalkan dapur tanpa diperintah dua kali.

Meninggalkan Vian yang berdecih dalam hati setelah Aliysia pergi dari hadapannya. Ia juga kembali melanjutkan kegiatan awal yaitu memeriksa kulkas untuk makan malam.

"Aku seperti sedang mengasuh adik, ketimbang memiliki istri," gumam Vian seraya memeriksa kembali isi kulkas.

Apa saja yang ada dan bisa dimakan, asal si bocah diam, tidak kelaparan karena ia sedang malas membeli di luar, meskipun bisa melalui pesan-antar.

Kembali pada Aliysia yang kini meninggalkan ruang dapur, menuju kamar sendiri dan melaksanakan perintah Vian yang selalu membuatnya merasa seperti seorang adik alih-alih istri.

Bukannya apa, dibalik sikap menyebalkan seorang Vian jika sedang ketus dan jahil, sosok lainnya bisa dilihat jika sedang memperhatikannya dari hal terkecil.

Sejujurnya, ia baru ini bersama seorang pria dalam artian, belum lagi setiap saat jika di apartemen ia diperlihatkan pemandangan yang selalu membuatnya memekik.

Ya…. Meskipun tidak memungkiri jika ia mulai terbiasa dengan kehidupannya saat ini. Rutinitas yang berubah juga menjadi sesuatu yang membuatnya melupakan jati diri.

Bagaimana, kalau suatu hari nanti ada perasaan bermain?

"Vian, aku tidak pernah berinteraksi dengan pria manapun seperti ini. Nanti, jika suatu saat aku menyukaimu dengan perasaan lebih dari ini. Apakah aku akan di anggap seorang wanita dewasa, bukan lagi bocah, seperti apa yang kamu selalu katakan satu minggu ini mengenaiku?" gumam Aliysia lirih, kemudian membuka pintu dan menutupnya pelan.

Beberapa saat kemudian ...

Setelah selesai dengan acara mandi, Aliysia kembali menghampiri Vian yang sedang menyiapkan makan malam di dapur. Dari sini ia bisa mendengar suara penggorengan yang beradu dengan rivalnya jika sudah bertemu.

Apalagi kalau bukan spatula, yang suaranya kini mendominasi sampai seluruh ruangan dengan gema yang memantul.

Aliysia tersenyum senang, membayangkan makanan yang menggugah selera. "Di masakin suami, apa nggak enak hidup ini? Hi-hi…," gumamnya dengan kikikan geli terdengar lirih.

Di pintu masuk dapur, ia berdiri dengan wajah memerah ketika lagi-lagi melihat penampilan plus dari si suami paman.

Bagaimana Aliysia tidak memerah, jika saat ini tubuh topless Vian hanya berbalut apron hitam, dengan punggung lebar terpampang bebas di ujung sana.

Lihat, lengannya yang kekar. Bentuknya pun pas dan tidak berlebihan dan Aliysia mulai menyukai ini, ups!

Bukankah sudah dikatakan olehnya, Vian yang seperti ini membuatnya sering lupa diri. Terkadang ia kesal, jika Vian sudah menampilkan wajah menyebalkan dengan kelakuan menyebalkannya pula.

Namun berbeda, jika sedang seperti ini, tepatnya memasak dengan gaya tampan ia malah menyukainya dan jujur ia dibuat terpesona olehnya.

Lalu, untuk ukuran pegawai kantor yang berangkat kerja pagi dan pulang sore seperti Vian, Aliysia pikir sangat mustahil tetap memiliki bentuk seperti itu apalagi mempertahankannya.

Jangan jauh-jauh, teman di kampusnya adalah contoh nyata. Ya, alih-alih bentuk badannya bagus malah tidak karuan dengan bulat di bagian perut, meski tidak semua sih.

Padahal, kegiatan mereka tidak sepadat pegawai kantor dengan posisi penting seperti Vian, menurutnya ya.

Eh! Ghava dan Ghani juga bentuk badannya bagus. Tapi, mereka tidak suka pamer seperti Vian menyebalkan, huh! Apalagi kalau sedang mengejek dan menggodaku, hih! Semakin menyebalkan saja.

Aliysia menggerutu di dalam hati, meski tak lama kemudian menggeleng kepala cukup kuat, untuk mengusir pikiran absurd yang lagi-lagi membicarakan Vian menyebalkan.

Berbeda dengan Aliysia yang menggeleng, maka Vian yang memperhatikan ketika menoleh dibuat mengernyit dan bertanya-tanya di dalam hati.

Bukannya apa, Aliysia yang menggeleng membuatnya ngeri sendiri, horor juga kalau tiba-tiba kepalanya terlepas dari tubuh.

"Kenapa kamu menggeleng seperti itu? Mau kepalanya copot, apa perlu bantuan, heum?" tegur Vian, tidak tega juga kalau sampai benar itu terjadi, meski masih saja sarkas jika sudah berbicara dengan si wanita.

Aliysia yang mendengarnya tersentak kecil dan segera melihat ke arah Vian, yang saat ini sedang meletakan piring berisi makanan dengan uap mengepul di atas meja.

Wow! Sudah jadi ternyata, cepat juga, batinnya.

"Bantuan apa dulu, Vian?" tanya Aliysia menyahuti, mengabaikan rasa takjub seraya melangkah mendekati meja makan, untuk melihat lebih jelas makanan apa yang dimasak oleh Vian.

"Bantuin agar cepat copot kepalamu dari sana, kamu mau. Heum?" jelas Vian, tersenyum manis dan menatap Aliysia dengan mata menyipit yang sungguh menyebalkan di penglihatan.

"Cih! Kenapa kamu jahat sekali, Vian. Jangan menyebalkan terus bisa tidak sih?" gerutu Aliysia sebal. Namun, seketika ia berbinar ketika melihat makanan kesukaannya tersaji di piring saji.

Dapat jackpot, karena akhirnya bertemu dengan si orange segar.

"Salmon!"

Pekikan senang dari Aliysia membuat Vian mendengkus kecil, sudah tidak heran, apalagi ia sudah diberitahu sebelumnya oleh si bocah yang sampai saat ini masih menatap piring dengan binar senang.

Dan, karena tidak ingin dibuat semakin mendengkus karena kelakuan si bocah, Vian pun melanjutkan sisa pekerjaan, tentunya setelah memerintah.

"Kamu cuci sisanya nanti, aku ada pekerjaan. Baru setelah selesai, aku akan membicarakan sesuatu denganmu. Okay?"

Aliysia pun hanya mengangguk, kemudian menatap Vian dengan senyum lebar tanpa beban, memperhatikan dari belakang ketika suaminya terlihat menuju piring lain dan meletakkan di meja.

"Duduk, cepat makan dan istirahat sebelum berbincang denganku," tegur Vian ketika melihat Aliysia masih betah berdiri.

"Roger captain!"

"Ceh! Dasar bocah," dengkus Vian geli sendiri, seraya membuka apron dan duduk di kursi yang berhadapan dengan Aliysia yang balas dengan lidah menjulur, mengejek.

Benar Aliysia memang mengejek Vian dengan gaya anak-anak, tapi tidak ada yang tahu dengan apa yang dirasakannya saat ini, tepatnya gugup karena satu hal yaitu….

Lagi-lagi aku makan dengan pemandangan otot seksi laki-laki. Lama-lama aku dewasa sebelum waktunya.

Ya, inilah yang membuat Aliysia memilih menjadi seperti anak-anak, mengalihkan diri agar tidak ketahuan tersipu.

Bersambung