VJ Invenity Kota M
Sampai di ruangannya, Vian memutuskan untuk tidak memikirkan keanehan para karyawan lebih jauh.
Ia menggelengkan kepala, mengenyahkan pikiran tidak penting dan duduk di kursi dengan meja yang diatasnya banyak tumpukan map.
Kemarin, ia lupa membereskan meja kerja dan ia pun bukan orang yang membiarkan orang lain menyentuh barang penting seperti dokumen. Saat ini hanya Endra yang mendapatkan kepercayaan dan ia jadi bertanya-tanya sendiri tentang sesuatu.
Tepatnya, apakah akan ada orang lain yang bisa ia percayai selain Endra di masa yang akan datang?
Apakah akan ada seseorang yang bisa menjadi tempat curhat seperti Endra?
Karena sampai saat ini, ia masih tidak membuka diri untuk dimasuki yang lainnya dan Aliysia hampir menerobos itu.
Ah! Sebaiknya lupakan dulu dan ia pun sedang mencarinya hingga saat ini.
Tidak lama kemudian dari Vian duduk sambil memilah berkas, terdengar suara ketukan dari luar ruangan dan ia menebak jika itu adalah Endra.
Jelas, ia tidak memiliki sekretaris dan yang menjadi penghubung untuk semua devisi di perusahaan adalah sang asisten, sahabatnya.
Tok! Tok! Tok!
"Masuk!"
Ceklek!
"Selamat pagi, Vian!" seru Endra seraya membuka lebar pintu ruangan, kemudian masuk dan menutupnya kembali.
"Hmm, pagi," sahut Vian singkat.
Ia melanjutkan kegitan yang sempat tertunda karena ketukan, kemudian mulai membaca barisan kalimat di dalam map yang menumpuk di depan mata.
Lalu Endra sendiri kini berdiri di depan sang Bos, kemudian mulai menjelaskan jadwalnya untuk hari ini. Seperti biasa, pertemuan adalah makanan sehari-hari dan Vian hanya mengangguk, dengan tangan serta mata yang mengerjakan masing-masing tugas berbeda.
Seakan setiap anggota tubuhnya memiliki kendali penuh, tanpa perlu takut terganggu.
"Jadi, perusahaan Lingga yang terakhir untuk pertemuan hari ini?" tanya Vian memastikan seraya melihat ke arah Endra, ketika sang asisten selesai menyebut satu per satu nama perusahaan yang akan menjalin kerjasama dengan perusahaan VJ.
"Iya, kita akan melakukan meeting di perusahaan Lingga. Untuk membahas gedung kantor cabang yang akan dibangun oleh mereka," jelas Endra, membuat Vian kembali mengangguk.
"Okay. Siapkan saja dokumen yang akan dibawa."
"Baik, Bos," balas Endra singkat, kemudian terdiam melihat sang Bos dengan ekspresi aneh.
"Kenapa?" Vian yang merasa aneh ditatap sedemikian rupa jadi penasaran, takut kalau-kalau si asisten berpikir yang tidak-tidak, sama seperti para karyawan yang beberapa waktu lalu membuatnya bingung sendiri.
"Kamu sedang senang ya, Vian?" tanya Endra tanpa tendeng aling-aling, sontak menuai kernyitan heran akan pertanyan sang asisten yang terdengar aneh, baginya.
Dari mananya ada indikasi senang, jika pekerjaan dan laporan yang belum dikerjakan saja menumpuk, seakan mengejek untuknya tidak bisa santai dalam waktu dekat ini.
"Aku? Senang? Maksudnya bagaimana?" tanya Vian sambil menunjuk hidungnya sendiri.
"Tidak, maksudku bukan begitu, aku aneh saja, Vian. Ekspresi wajahmu terlihat berbeda akhir-akhir ini. Tepatnya setelah menikah, kamu jadi memiliki aura berbeda di berbagai kesempatan yang kamu lalui secara tidak sadar," jelas Endra, masih menatap sang Bos dengan ekpresi yang hampir sama dengan para pegawai di bawah sana.
Sebenarnya aku kenapa? Apa iya, aku benar berbeda sejak menikah? Ah! Itu tidak mungkin, batin Vian bingung sendiri.
"Apa maksudnya dengan 'berbeda di berbagai kesempatan', En? Aku merasa biasa saja," tanyanya menuntut, bahkan ia sampai melupakan pekerjaan dan menatap sang asisten dengan mata menyipit tajam.
"Entah yah, Vian. Apakah ini perasaan aku saja atau bagaimana. Tapi, kamu seperti lebih ramah akhir-akhir ini, kamu bahkan semakin menjadi idola di perusahaanmu sendiri, dengan deretan karyawati memujamu di setiap langkah, dari dulu memang sudah dipuja sih, karena kamu katanya tampan, tapi sekarang lebih menjadi idola saja," jelas Endra polos, ada memuji dengan maksud menyindir juga dan itu membuat Vian yang mendengar berpikir sejenak.
Tunggu dulu! Endra bilang aku semakin ramah? Berarti benar, semuanya karena aku menyapa balik mereka akhir-akhir ini? Oh! Atau lain kali aku tidak usah membalas seperti biasa ya? Ya, sepertinya itu lebih baik.
Vian hanya bisa membatin dan memikirkan apa yang terjadi dengan kepala menggeleng, sedikit tidak habis pikir.
Kenapa mereka aneh sekali. Dibalas komentar di belakang, tidak dibalas sapaannya dibilang sombong. Astaga! Wanita memang susah ditebak. Sama seperti Liys- ah! Apa yang aku pikirkan.
Masih di dalam hati, Vian kembali menggeleng kepala, ketika nama si bocah hampir disebut dan menyangkut pautkan apa yang terjadi.
Vian yang seperti ini tidak sadar membuat Endra yang melihatnya bingung sendiri. Bukannya apa, ia tidak mengerti kenapa sang Bos menggeleng sampai seperti itu.
"Oy! Vian, ada apa? Kenapa kamu menggelengkan kepalamu seperti itu? Sudah bosan punya kepala ya?" tegur Endra, membuat Vian yang mendengar akhirnya sadar dari lamunan dan tersentak kaget melihat sang asisten tidak fokus.
"Hah! Apa En?"
"Ck! Kamu malah melamun. Ya sudahlah, aku kembali ke ruanganku dulu. Banyak pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum keluar kantor," sahut Endra dengan decakan sebal, membuat Vian jadi salah tingkah karena ketahuan melamun apalagi karena Aliysia, si bocah yang mengaku sudah dewasa, tapi tetap saja kelakuannya tidak mencerminkan hal demikian.
Tidak ingin bertambah ketahuan sedang melamun, Vian melanjutkan pekerja dan tentunya menjawab apa yang dikatakan oleh sang asisten. "Hmm, hubungi aku jika sudah waktunya," ucapnya dan mempersilakan pergi kepada Endra yang hanya mengangguk, kemudian meninggalkan ruangan dengan debaman yang tertinggal.
Blam!
Kini hanya tersisa si empu ruangan yang segera menjatuhkkan kepala ke meja, setelah pintu tertutup sempurna dan hembusan napas terdengar kasar, mengingat lagi kelakuan absurdnya yang melamun karena seorang bocah.
Brukh!
"Ini efek semalam dan pagi sepertinya. Bahaya, sungguh bahaya, aku berharap ini tidak semakin membuatku masuk dalam permainan, aku juga berharap ini cepat selesai," gumam Vian menyalahkan si bocah yang bisa-bisanya memeluk ketika ia mengubah jadwal ke berangkatan ke Jerman
"Ck! Padahal hanya pelukan, tapi kenapa membuatku seperti ini, lagian dia hanya bocah dan aku tidak terlalu mengenalnya," keluh Vian mengingat saat rasa kosong itu kembali terisi ketika merasakan pelukan dari si bocah.
Ia hampir saja kembali dalam lamunan dengan bayangan seorang bocah mengeliling sekitar, seakan ia dalam pusaran optic yang memperlihatkan bagaimana wajah Aliysia.
Hingga ia pun menggelengkan kepala, mengenyahkan semua bayangan nakal yang mencoba menggoyahkan hati dan pikirannya.
"Hentikan, sebaiknya aku melanjutkan pekerjaanku dan setelahnya menghadiri meeting, ini penting untuk kerjasama yang akan kami jalin dengan perusahaan di luar sana," lanjut Vian dan kemudian mencoba untuk fokus dengan sisa pekerjaannya.
Usaha kerasnya untuk konsentrasi berhasil membuat sejenak melupakan masalah rumah. Hinga tidak terasa, ia yang tenggelam dengan pekerjaan berhasil menyelesaikan penandatangan setelah memeriksa sedikit.
Dan beruntung, waktunya bersamaan dengan Endra yang mengingatkannya untuk rapat di luar yang akan dimulai.
Baiklah bayangan menyebalkan, jangan membuat pekerjaanku berantakan dan cukup sampai sini saja kamu menggangguku, paham?
Meski tahu sudah seperti orang gila yang meminta pada diri sendiri, nyatanya itu cukup untuk membuat Vian benar-benar melupakan bayangan nakal tersebut.
Bersambung