Universitas Seni Kota M
Tampak dua orang pria dan wanita yang kini saling berhadapan, dimana si pria menurunkan jari lentik si wanita yang teracung setelah menuduh dengan seenaknya.
Ia juga mendengkus, ketika mendapati delikan dari si wanita bocah yang sudah percaya diri akan kedatangannya saat ini.
"Tidak usah percaya diri tingkat langit ketujuh, Liysa. Kemarin Mama menelpon dan menyuruhku untuk menjemputmu, kalau pulang malam seperti ini. Tahu sendiri, kejahatan sedang merajalela dan aku tidak mungkin membiarkan Mama kembali bernyanyi hanya karena menghawatirkanmu," jelas Vian panjang lebar sambil mendorong kening Aliysia dengan kejam.
Plak!
"Ah! Alasan saja. Kan kamu tahu sendiri, jika selama ini aku selalu pulang dengan keadaan baik-baik saja. Jadi, kamu tidak perlu khawatir," balas Aliysia sewot, memukul tangan Vian yang seenaknya mendorong keningnya tanpa merasa berdosa.
Jawaban Aliysia kembali menuai dengkusan dari Vian, merotasi bola mata saat masih mendapatkan jawaban narsis dari si bocah.
"Cih! Sudah dibilang aku menjemput bukan khawatir sama kamu, tapi karena Mama yang tidak ingin kamu pulang sendiri, masih saja percaya diri dengan pernyataan bebal. Sudah! Kamu jangan banyak komentar, apalagi sampai berpikiran yang tidak-tidak tentang tujuanku menjemput. Intinya aku akan menungumu hingga selesai," tandas Vian tidak peduli, berdecih pula sebagai bukti jika ia sedang kesal.
Aliysia yang mendengar pernyataan jelas bercampu kesal dari Vian akhirnya menurunkan ekpsresi curiga.
Bola matanya yang memicing kini perlahan normal, menatap biasa dan kembali tenang meski masih melirik ke sekitar, sesekali.
"Jadi benar nih, Mama yang meminta kamu untuk menjemputku di sini?" tanya Aliysia memastikan.
Vian lekas menjawab dengan angagukan seakan membenarkan. Tidak ada sama sekali ekspresi salah tingkah, menambah bukti jika itu memang bukan atas kehendaknya sendiri, membuat Aliysia diam-diam kecewa karena ia salah menilai.
sejujurnya, ia sudah mengira Vian menjemput karena khawatir kepadanya, tapi ternyata salah dan ini semua hanya karena mama yang memerintah.
Huh! Apa yang aku pikirkan dan harapkan. Memangnya laki-laki dewasa dan sempurna sepertinya tertarik denganku? Tidak mungkin, batinnya mencibir diri sendiri.
Tatapannya yang semula memicing dan bersemangat kini perlahan sayu, meski detik kemudian kembali seperti biasa ketika bersitatap dengan sang suami kontrak.
"Ya sudah, sebaiknya kamu kembali ke dalam. Aku akan menunggumu di mobil dan setelahnya kita pulang bersama," tukas Vian memutuskan, tidak tahu saja membuat Aliysia tersentak dan menatapnya bingung
"Kenapa kamu menemuiku ke dalam, kalau ujungnya kembali menunggu di mobil?" tanya Aliysia penasaran.
Bukannya kalau memang ingin menunggu di mobil dari awal saja, jadi tidak perlu membuat heboh teman-temannya yang melilhat kedatangan si paman.
Apakah si paman sengaja, ingin membuat para wanita oleng karena melihat pria dewasa perpenampilan hot dengan kemeja tersingsing dan memperlihat otot lengan?
Mungkin saja ingin tebar pesona, karena tahu banyak wanita cantik dan muda di sini.
"Jangan berpikiran yang tidak-tidak," ujar Vian, seakan tahu dengan apa yang ada di pikiran Aliysia.
Ya, si bocah yang kini pun tampak terkejut akan ucapan yang benar adanya.
"Tadi itu ada petugas keamanan yang mendatangi mobilku dan mempersilakan untuk masuk saja, menunggu di aula jika memang anak seni yang ditunggu," lanjut Vian menjelaskan.
Aliysia mau tidak mengangguki apa yang dikatakan si paman, karena memang benar petugas keamanan di sini tidak mengizinkan orang asing menunggu di parkiran jika malam hari seperti ini, beda lagi jika itu siang hari waktunya banyak kendaraan lalu-lalang.
"Kalau begitu, kenapa kamu ingin kembali menunggu di mobil. Jika sudah diizinkan masuk ke dalam?" tanyanya dengan kening berkerut.
Sedikit bingung dengan keputusan Vian, tapi sebenarnya ia juga memilih untuk si paman menunggu di mobil ketimbang duduk di dalam dan dikerumini oleh mahasiswi lain.
Entah kenapa, ada rasa tidak suka ketika melihat si paman di perhatikan para wanita, apalagi ditatap sedemikian rupa.
"Tadi siapa yang bertanya aku ngapain di sini? Nyeret aku keluar dengan paksa, heum. Aku kira orang yang sudah menyeretku sampai sini tidak ingin aku menunggu di dalam," sindir Vian, menatap dengan sebelah alis terangkat, terlihat keren dan itu membuat Aliysia yang memang sedang memikirkan si paman bergerak salah tingkah.
Vian rese, kenapa dia harus membahas aku yang menyeretnya paksa sih. Itu 'kan refleks untuk melindunginya dari mata-mata para wanita cantik seangkatanku, huh!
Aliysia hanya bisa membatin kesal karena kenyataan tersebut, meski tetap menjelaskan apa yang sebenarnya dilakukan saat itu. "Cih! Masa seperti itu saja marah. Kan aku refleks loh Vian, aku tiba-tiba bergerak begitu saja saat lihat kamu ada di sini," jelasnya tidak sepenuhnya jujur.
Ya, tidak mungkin dong ia menjelaskan karena tidak ingin Vian jadi objek cuci mata, nanti yang ada di si paman semakin besar kepala.
"Aku kira kamu tidak suka jik-
"Aku suka kok!"
Eh!
Aliysia yang sadar segera menutup bibir dengan netra melebar, begitu juga dengan Vian yang menampilkan wajah sedikit kaget, sebelum menjadi santai dan justru kekehan kecil sambil menepuk kepala si bocah lembut.
Puk! Puk!
"Baiklah-baiklah, aku mengalah dan daripada kita ribut tidak jelas, sebaiknya kamu kembali berlatih dan aku akan menunggumu hingga selesai di mobil. Bagaimana?" putus Vian, setelah menjauhkan telapak tangannya dari kepala Aliysia yang akhirnya tersadar dari lamunan.
"Kenapa lagi-lagi di mobil?"
"Tidak kenapa-napa dan tidak ada alasan khusus. Ingin saja," jawab Vian santai.
Ukh! Kalau sudah begini, aku tidak mungkin memaksanya untuk menunggu di dalam. Tapi, bukankah ini yang kuinginkan? Ini lebih baik, daripada dia menjadi santapan wanita-wanita di dalam aula. Secara, mereka lebih cantik dan mempesona. Sedangkan aku....
Lagi-lagi Aliysia hanya bisa menggerutu di dalam hati, baru kemudian mengangguk kecil. "Ya terserah kamu, Vian. Aku juga sebentar lagi selesai. Hanya menunggu masukan dari coach, tidak lama kok," jelasnya berusaha biasa saja.
"Okay! Kalau begitu aku tunggu kamu di mobil, di parkiran ujung," jelas Vian, sebelum meninggalkan tempat keduanya berdiri, menuju pintu keluar tempat mobilnya terparkir.
Sedangkan Aliysia, ia hanya bisa melihat punggung tegap itu dari tempatnya berdiri, bagaimana cara si paman berjalan dengan langkah menghentak, sehingga menimbulkan suara di setiap langkah.
Hingga akhirnya Vian berbelok lalu hilang dari pandanga, membuatnya menghela napas lelah dan kembali menyadarkan diri akan segala yang membuatnya tidak bisa berpikir jernih.
Huft.... Menghabiskan beberapa waktu dengannya, membuatku merasakan hal aneh dengan berbagai rasa.
Puk!
"Ya Tuhan!"
Aliysia sukses dibuat berjenggit kaget ketika seseorang menepuk pundaknya dari belakang, ia berbalik dengan segera dan menemukan teman yang cukup akrab dengannya berdiri di hadapan.
"Mana laki-laki yang tadi, Liysa?" tanyanya dengan kepala menoleh ke belakang, seakan mencari keberadaan sosok yang ditanyakan, Vian tepatnya.
Namun sayang, Aliysia yang mendengarnya tidak serta merta menjawab apa yang ditanyakan oleh temannya yang masih menatapnya penasaran. "Laki-laki apa?" sahutnya balik bertanya, seraya menetralkan detak jantung akibat tepukan tiba-tiba.
"Laki-laki yang kamu seret keluar dari aula, yang tampan itu loh~…."
Tuh apa kataku.
Bersambung