VJ Invesky Kota M
"Sebenarnya aku masih belum percaya Vian."
Huft….
Vian kembali menghembuskan napas mendengar gumaman keras kepala dari Endra yang menatap skeptis. Ia menggulirkan bola mata sambil menjilat bibirnya yang tiba-tiba saja kering, baru kemudian kembali menjelaskan.
"Serius En. Aku sama sekali tidak membohongimu masalah pernikahan ini."
"Vian-
"Lagian ya, saat itu aku benar-benar tidak tahu bagaimana caranya agar Mama tidak malu. Kamu tahu sendiri, jika Mama ingin sekali aku menikah. Sialnya, wanita itu justru meninggalkan aku tepat di hari pernikahan kami. Paling tidak, jika memang dia tidak menginginkan pernikahan itu terjadi, dia tidak perlu mengiyakan saat orang tua kami menentukan tanggal pernikahan," sela Vian dengan nada sedikit kesal.
Endra terdiam begitu saja, dari acara mondar-mandir di depan Vian yang pusing sendiri melihat kelakuan si asisten.
"Maafkan aku, Vian."
Huh!?
"Aku mengerti, Vian. Sorry, kalau aku terkesan seperti menceramahimu. Aku hanya tidak ingin kamu menyesal dengan pilihanmu," ujar Endra, kali ini menatap seperti biasa. Tidak ada lagi gelengan kepala, yang maknanya sama sekali tidak Vian mengerti maksudnya apa.
Sepertinya Endra hanya khawatir akan kehidupan sahabat merangkap Bos yang ditemaninya dari awal merintis karir.
"Tenang aja, En. Aku dan dia sudah punya kesepakatan dan kontrak akan berakhir, jika aku telah memiliki pasangan yang aku cintai. Atau juga, jika dia ingin melanjutkan kuliahnya ke luar negeri. Aku akan menggunakan ini sebagai alasan, agar Mama tidak terlalu kecewa dengan pernikahanku yang kandas dan mengenaskan."
Vian sama sekali tidak menutup-nutupi kejadian yang menimpanya kepada Endra, hampir tidak ada rahasia di antara keduanya, karena Vian sendiri sudah menganggap Endra layaknya saudara kandung, begitu pun dengan sebaliknya.
Pahit manis dilalui oleh keduanya tanpa ada yang ditutup, jadi bagaimana Endra tidak khawatir ketika mendapati permasalahan cukup pelik di kehidupan pernikahan sahabatnya.
"Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu, Vian," sahut Endra mengalah, mempercayai dengan harapan baik untuk Vian kedepannya.
Kemudian keduanya melanjutkan pembicaraan mengenai kerjasama yang akan mereka sepakati di pertemuan nanti.
Lalu, ada perjalanan bisnis juga bagi Vian ke Jerman beberapa hari lagi, untuk mengurus kerjasama dengan salah perusahaan di sana. Mungkin, ia juga bisa sekalian memakai alasan urusan bisnis ini untuk menjadwal ulang bulan madu, jika suatu waktu nanti sang mama bertanya.
Di tengah-tengah acara diskusi keduanya, Endra yang mengingat sesuatu berhenti membahas masalah pekerjaan dan kembali memanggil serta bertanya kepada Vian tentang bagaimanan si istri kontrak.
"Oh ya, Vian!"
Panggilan dari Endra hanya disahuti Vian dengan gumam seperti biasa, karena ia pun saat ini sedang sibuk melihat surat kontrak yang kemarin dikirim oleh perusahaan Lingga.
"Hm?"
"Nama istri kamu, siapa tadi. Emh…."
"Aliysia Tjia," sahut Vian cepat, ketika dirasa Endra seperti kesusahan mengingat nama si istri bocah rese.
Ia memang memanggil dengan sebutan istri bocah rese, karena selain bocah Aliysia juga suka sekali membuat kesal dengan kelakuan rese.
"Iya, Aliysia Tjia. Apakah dia hanya punya nama itu, maksudku apa dia tidak punya nama keluarga? Bukankah lebih mudah mencari informasi jika ada nama belakang?" tanya Endra dengan penasaran yang tidak ditutupi.
Lah! Vian sendiri saja bertanya tidak dijawab, bagaimana mau mencari informasi.
"Tidak ada dan aku sudah bertanya. Dia bilang, cukup aku tahu nama dan dia kuliah di mana. Bahkan aku tidak tahu, dia sebenarnya berasal dari mana," jelas Vian, seraya membalik kertas di tangannya, tanpa melihat ke arah Endra yang sepertinya masih penasaran dengan sang istri. "Ah! Iya, untuk kuliah aku baru tahu, jika dia mengambil dua jurusan. Satu desain dan satunya seni musik, penyanyi sopran yang baru aku ketahui baru-baru ini," imbuhnya cepat, ketika mengingat Aliysia yang meminta izin pergi karena ada latihan vokal.
"Lalu? Kamu percaya begitu aja tanpa mencari tahu?" tanya Endra masih belum puas, membuat Vian menghentikan pekerjaan sejenak dan melihat si asisten dengan helaan napas lelah.
"Ampun dah, En. Kamu cerewet sekali, kalau tidak puas dengan jawabanku bertanya sendiri saja sana sama Liysa langsung, meski tidak akan mendapat jawaban sih," sewot Vian gemas sendiri, kemudian kembali melanjutkan pekerjaan.
"Ya bukan gitu, Vian. Aku takut saja, jika dia itu dari kalangan keluarga penjahat atau mafia. Terus pura-pura jadi wanita polos ditagih hutang, terus itu kamu-
"Ck! En. Kamu kok seperti Mama sih, cerewet sekali? Tidak boleh menuduh orang sembarangan tanpa bukti.
Lagi-Lagi Vian dengan kesal menyela kembali ucapan Endra yang berlebihan, kemudian berdiri dari duduknya dan berjalan ke arah jendela.
Sejenak menghela napas dengan apa yang baru saja dikatakan, ia merasa sepertinya sudah keterlaluan menanggapi perkataan Endra yang hanya khawatir.
Kenapa aku tidak suka, saat ada orang yang memiliki pikiran tidak-tidak terhadap Aliysia, batinnya bingung sendiri.
"Vian," panggil Endra dengan nada aneh, membuat yang dipanggil membalik tubuh dan mengangkat sebelah alis, seakan bertanya.
"Hmm?"
"Kamu, serius 'kan, hanya ingin membantu Aliysia lepas dari lilitan hutang?' tanya Endra menatap sang Bos dengan aneh, seperti menyembunyikan sesuatu terhadap Vian yang tentu saja mengangguk, kemudian kembali menghadap jendela dan sekali lagi menghembuskan napas kuat.
"Huft.... Tentu saja, En. Lagian kami baru beberapa waktu kenal, mana mungkin aku ada rasa dengannya," jawab Vian tidak yakin.
"Tadinya aku tidak memiliki pikiran seperti itu, Vian. Tapi, karena kamu sendiri yang bahas dan bilang kalau kamu tidak memiliki rasa dengannya, aku jadi curiga jika kamu memang benar memiliki rasa dengannya."
Endra mengatakan hal ini dengan nada aneh dan menatap dengan curiga, membuat Vian terdiam karena pernyataan yang tidak masuk akal dari sang asisten.
"Jangan mengada-ada. Tidak lah, En. Nih! Dengarkan aku sekali lagi. Aku menikah dengan Aliysia itu hanya kontrak dan tidak sungguh-sungguh, titik. Lagian, kamu 'kan sudah dengar dan tahu, kalau aku hanya membawa Liysa sebagai pengganti untuk dinikahi saat itu karena Mama. Tidak ada apa-apa di antara kami dan aku harap kamu mengerti, okay, Endra?" jelas Vian dengan tegas, menjelaskan sejelas-jelasnya kepada Endra yang masih duduk anteng.
"Okay, paham."
"Bagus! Kalau begitu jangan bertan-
"Karena kamu tidak sungguhan terhadapnya, kalau begitu, aku bisa dong kenalan dan dekat dengan Aliysia setelah kontrakmu berakhir?" sela Endra dengan nada semangat, membuat Vian segera melihat dan menatap curiga.
"Apa maksudnya?" tanyanya cepat, mulai memicing ketika Endra justru mengulas cengiran menyebalkan.
"Kan, kamu bilang kalau kamu tidak ada apa-apa dengan Liysa. Sama sekali tidak memiliki perasaan dan hanya menolong dengan kontrak yang pasti berakhir. Kalau begitu, aku bisa dong dekat dengannya juga sebagai pria sejati?"
Bersambung