Malam berganti pagi bersamaan dengan sinar mentari yang mulai menerpa wajah Reina. Gadis itu sudah mandi dan bersiap-siap karena Bibi Shelena hendak membawa Reina ke Sekolah Menengah Atas yang sama dengan Sebastian Carroll. Reina sudah bersama Bibi Shelena setelah sarapan bersama.
"Jaga sikapmu saat sampai di sekolah. Ingatlah bahwa Sebastian berada di sekolah yang sama dengan kamu dan merupakan seniormu di sekolah. Jangan buat Sebastian mendapat masalah karena apa yang kamu lakukan di sekolah." Baru saja berangkat ke sekolah dan hendak mendaftar, Bibi Shelena telah mendesak Reina untuk tidak membuat masalah. Meskipun gadis itu tidak pernah membuat kesalahan di sekolah, bahkan Reina adalah salah satu siswa terbaik di sekolah, tetap saja Shelena seperti orang buta dan tuli berbuat seenaknya kepada Reina.
"Jangan khawatir, Bibi. Aku bukan anak mafia atau penjahat, jadi tidak mungkin aku membuat masalah." Reina pun ikut tertawa karena melihat ekspresi tantenya yang berubah menjadi kaget dan tegang. Padahal Reina hanya bercanda dengan mengatakan itu agar bibinya tidak terus-terusan mengkhawatirkan Reina yang satu sekolah dengan Sebastian.
Sesampainya di sekolah, Bibi Shelena langsung mendatangi kepala tata usaha dan kepala sekolah untuk mendaftarkan Reina ke sekolah tersebut secara mendadak. Shelena juga menjelaskan tentang orang tua Reina yang telah meninggal dan saat ini Bibi Shelena adalah wali Reina. "Oke Bu Carroll, mulai besok Reina bisa belajar di sini. Tolong semuanya selesaikan di administrasi depan. "
"Terima kasih banyak, Pak." Bibi Shelena senang karena Reina bisa dengan mudah masuk ke sekolah. Setidaknya sekolah di tempat yang sama dengan Sebastian membuat Bibi Shelena mudah mengawasi Reina. Apalagi Reina adalah pendatang baru di kota ini, pasti banyak yang penasaran dengan gadis cantik dan manis ini.
Sebastian memperhatikan dari jauh Reina yang sedang duduk di depan ruang administrasi. Reina terlihat gugup pindah ke tempat baru. Gadis berhidung mancung itu ragu untuk berangkat ke sekolah besok karena terlihat banyak siswa yang berlalu lalang tanpa memperhatikan Reina yang sedang duduk di sana. Sebastian sepertinya tahu kegelisahan hati Reina. Tidak seperti biasanya, pria tampan yang bersikap dingin itu berjalan mendekati Reina.
"Jangan gugup. Kelasmu di sana dan kelasku di sana. Jika ada yang membuat masalah denganmu nanti, katakan saja padaku." Sebastian tiba-tiba mengatakan itu dengan wajah yang sangat dekat dengan Reina.
Reina terkejut dan menatap sepupunya yang sangat tampan dan jarang tersenyum. "Sebastian? Hmm... baiklah. Terima kasih."
"Kamu ketakutan?" Sebastian bertanya balik pada Reina yang masih terlihat gugup sambil menggerakkan kakinya perlahan.
"Emm… sedikit karena aku belum pernah ke kota ini dan juga tiba-tiba harus pindah sekolah di tengah semester. Orang-orang pasti akan membicarakanku setelah ini." Reina terlihat khawatir karena pindah sekolah secara tiba-tiba di tengah semester pasti akan membuat para siswa di sekolah curiga dan membicarakannya. Reina sebenarnya tidak ingin orang-orang mengetahui orang tuanya yang dianggap meninggal hanya karena menghilang saat kecelakaan dan jasadnya belum ditemukan.
"Jangan khawatir. Aku di sini."
Kata-kata yang keluar dari bibir Sebastian membuat jantung Reina berdegup kencang. Reina merasa ada perasaan lain yang hinggap di benak karena sepupunya yang dingin itu sebenarnya perhatian. Reina terdiam dan menatap pria yang berdiri di depannya tanpa bisa menjawab sepatah kata pun. Ini pertama kalinya Reina merasa kaku sekaligus bingung hanya karena sebuah kalimat yang diucapkan oleh pria yang baru ditemuinya. Bagaimanapun, Sebastian adalah sepupu Reina. Tidak mungkin Reina mencintai Sebastian apalagi pada pandangan pertama.
Sepulang dari sekolahan, Bibi Shelena mengajak Reina untuk membeli seragam baru dan semua perlengkapan sekolah yang dibutuhkan karena gadis itu mulai sekolah besok. Reina sama sekali tidak membawa perlengkapan sekolah dari rumahnya karena menurut Reina akan berbeda dengan sekolah lama. Jadi memang benar, maka dari itu Shelena membawa gadis bermata lebar dan bulat itu ke toko khusus perlengkapan sekolah.
"Pilih dan ambil yang perlu. Ingatlah untuk tidak berlebihan karena biaya sekolah kamu juga cukup besar. Sekolah itu adalah sekolah favorit di kota ini dan kamu bisa satu sekolah dengan Sebastian. Pastikan kamu tidak mengganggu anakku."
Sekali lagi Bibi Shelena mengatakan pesan yang sama tentang tidak mengganggu atau menyusahkan Sebastian. Seolah-olah Reina adalah gadis pengganggu yang hanya membuat hidup mereka sulit. Padahal kedua orang tua Reina juga meninggalkan banyak harta, warisan dan wasiat untuk mengelola perusahaan, yang pada akhirnya uang tersebut akan dipegang oleh Bibi Shelena untuk kebutuhan Reina selama Reina belum dewasa.
Kali ini Reina hanya mengangguk tanda paham dan tidak ingin mengucapkan kalimat untuk berdebat atau bercanda. Setelah selesai membeli semua peralatan, Reina pulang bersama bibinya. Di rumah, ternyata Sebastian sudah duduk di ruang tamu menonton televisi dengan mengenakan kaos biru muda dan celana panjang hitam. Terlihat tubuh Sebastian yang kekar dan berotot dari kaos yang dikenakan pas di tubuh.
"Sayang, kamu sudah pulang sekolah, ya? Apakah kamu tidak mengikuti pelatihan seni bela diri hari ini?" Bibi Shelena sangat lembut ketika berbicara dengan Sebastian, sangat berbeda ketika dia berbicara dengan Reina.
"Tidak ada." Sebastian menjawab singkat, menatap Reina sejenak dan kembali menonton televisi.
"Istirahat saja, Sebastian. Mulai besok Reina pergi ke sekolah bersamamu. Apakah baik-baik saja? Mama punya sesuatu untuk diurus mulai besok." Shelena harus mengurus semua wasiat dari orang tua Reina karena mereka telah menyekolahkan Reina di kota ini. Tentu saja demi pemasukan tiap bulannya dan ini akan menguntungkan Shelena.
"Baiklah. Reina, bangun pagi dan berangkat lebih awal karena aku lebih suka berjalan kaki ke sekolah." Setelah mengatakan itu, Sebastian segera berdiri dari kursi sofa dan berjalan menuju tangga. Terlihat Sebastian menaiki tangga menuju lantai dua tempat kamarnya berada.
Reina diizinkan oleh bibinya untuk naik ke lantai tiga untuk meletakkan semua barang yang dibelinya dari toko perlengkapan sekolah. Shelena mengizinkan karena dia malas menatap Reina terlalu lama. Jika tidak ada wasiat atau harta peninggalan orang tua Reina, pasti Bibi Shelena tidak akan menerima gadis itu di rumah. Gadis itu terlihat menyebalkan karena mirip dengan mantan kekasih Shelena yang menghilang dan pergi begitu saja di masa lalu. Shelena mengalami hal buruk dan akhirnya menikah dengan lelaki yang menjadi ayah kandung Sebastian. Lelaki itu juga tidak cukup baik dan justru selingkuh sehingga mereka berpisah sejak Sebastian di dalam kandungan. Shelena kuat dan tegas karena masa lalu yang buruk bertubi-tubi di hidupnya. Berharap tidak akan ada lagi kesulitan yang ada karena kedatangan Reina di hidup Shelena. Shelena hanya ingin yang terbaik untuk Sebastian dan bisa kuliah dengan normal seperti orang lain.