"Apakah pria tua itu tidak menyisakan makanan untukku? Padahal tadi aku yakin betul bahwa dia melihatku dan mengabaikanku seperti aku tidak ada di sini," ucap Lolita dengan wajah kesal. Ia melihat laci-laci penyimpan makanan di ruang makan dan tidak ada satu pun makanan yang tersisa di sana.
Perut Lolita beberapa kali berbunyi karena sangat lapar, dia tidak paham mengapa Profesor Pilius menghukum perutnya juga agar tidak makan padahal dia bisa saja meninggal jika tidak makan.
"Apakah kau mencari makanan? Aku menyisakan ini untukmu," ucap Yuri ketika semua orang sudah tidak berada di ruang makan dan sedang melakukan aktivitas luar ruangan karena ini adalah jam istirahat.
Lolita terkejut dengan munculnya Yuri di tengah-tengah dilema yang ia rasakan. Wajahnya tampak sekali mengisyaratkan jika dirinya terkejut.
"Aku tidak butuh makananmu, lagi pula kau pasti meracuni makanan itu dan memberikannya padaku. Kau adalah bocah yang jahat," ucap Lolita kemudian membuang makanan yang Yuri sodorkan padanya.
Yuri melihat kue yang ia sisakan untuk Lolita jatuh ke lantai dan itu membuatnya sedih. Yuri tidak bermaksud jahat pada Lolita, ia hanya ingin memberi Lolita makanan karena ia tahu Profesor Pilius tidak menyisakan makanan apa pun di asrama Hankey Pankey.
Diam-diam dari kejauhan Profesor Pilius melihat Yuri yang dikasari oleh Lolita. Bocah laki-laki itu tampak membersihkan lantai agar tidak meninggalkan jejak kotor di lantai ruang makan.
"Yuri adalah anak yang baik, aku tidak tahu bagaimana jadinya jika Lolita melawan Yuri. Bocah laki-laki itu pasti hanya diam sampai sihir Lolita melenyapkannya," ucap Profesor Pilius dengan wajah kecewa dengan sikap Lolita yang sangat kasar sebagai anak perempuan.
Profesor Pilius melangkah mendekati Yuri kemudian memasang wajah heran agar Yuri tidak tahu bahwa dirinya mengintai Yuri dan Lolita sejak tadi.
"Apa yang kau lakukan di sini? Semua teman-temanmu berada di taman sedang mempraktekkan sihir yang saya ajarkan." Profesor Pilius mengatakan itu dengan serius membuat Yuri menoleh kemudian menggeleng pelan.
"Profesor, kau sedang menghukum Lolita, betul? Kau boleh menghukumnya, namun apakah tidak keterlaluan membiarkannya lapar dalam kamar? Kau bisa kena tuntutan juga dan asrama Hankey Pankey dapat ditutup karena kau membiarkan seorang anak meninggal kelaparan," ucap Yuri yang terlihat tidak senang dengan sikap Profesor Pilius yang membiarkan Lolita kelaparan tanpa makanan sedikit pun di kamarnya.
"Siapa yang membiarkannya kelaparan? Lihatlah ke kamar nomor tiga belas, saya sudah memberinya banyak makanan, namun dengan syarat dia tidak boleh berkeliaran lagi sampai masa hukuman selesai," ucap Profesor Pilius membuat Yuri merasa heran kemudian ia berlari meninggalkan Profesor Pilius menuju kamar asrama nomor tiga belas untuk membuktikan perkataan sang Profesor.
Benar saja, saat Yuri melihat kamar Lolita, ia melihat anak perempuan itu tampak sedang memakan berbagai makanan enak dan kamar Lolita benar-benar penuh dengan makanan.
"Wah, Profesor Pilius pasti menyulap ini khusus untuk Lolita. Syukurlah, aku lega karena bocah itu tidak akan mati kelaparan," gumam Yuri kemudian pergi dari kamar tersebut.
Yuri berlarian ke taman di mana Alby dan yang lain sedang mempraktekkan sihir yang sudah diajari oleh Profesor Pilius.
"Hei, kau dari mana saja? Waktu istirahat hampir selesai dan kau baru muncul di sini," ucap Alby sambil mengarahkan tongkat sihirnya ke arah Yuri membuat Yuri berjalan jauh di atas tanah alias ia terangkat ke atas tanpa disadari karena Alby mengarahkan tongkat itu pada Yuri.
"Hah! Aku bisa menggunakan sihir yang diajarkan Profesor!" pekik Alby dengan wajah gembira setelah percobaan yang ke lima puluh dan akhirnya berhasil karena Yuri berada di dekatnya membantu dirinya fokus.
"Turunkan aku, bodoh!" teriak Yuri yang sudah ketakutan karena dirinya tak bisa turun. Alby tertawa kemudian menurunkan Yuri seperti semula membuat Yuri bernapas lega kemudian mengambil tongkatnya dan menyuruh Alby mengajarinya karena kelas pagi tadi ia tidak masuk.
Alby memutar tongkatnya ke suatu benda, namun benda itu tidak terangkat membuat dirinya merasa frustrasi padahal tadi ia bisa mengangkat Yuri.
"Ah, aku tidak tahu. Sepertinya aku masih belum mahir menggunakan sihir yang diberikan oleh Profesor, lihatlah padahal tadi kau bisa terangkat karena aku dan sekarang aku tidak bisa mengangkat benda lagi," ucap Alby merasa bingung dan mengira bahwa dirinya tidak memiliki bakat sama sekali.
"Kau pasti pura-pura tidak bisa, ayolah ajarkan aku sihir. Aku harus bisa terlihat lebih baik daripada Lolita," ucap Yuri memohon pada Alby.
Alby menghela napas kemudian menggeleng cepat pada Yuri membuat Yuri merasa frustrasi. Mengemis pada Profesor Pilius juga rasanya tidak ada gunanya karena Profesor Pilius tidak akan mengajarinya secara khusus sebagai peringatan agar tidak ada yang bolos kelas menyihir sekali pun.
"Ah, kukira kau adalah sahabat ternyata—"ucapan Yuri terpotong karena Alby langsung membekap mulut bocah itu agar tidak melanjutkan pembicaraan mereka.
"Diamlah, kau tidak boleh menyebut kita adalah sahabat di area Hankey Pankey. Aku tidak ingin dibully oleh Lolita, gadis kecil itu pasti ikut membullyku jika memang dia tahu aku adalah sahabatmu," kata Alby seolah takut dirinya terlibat masalah dengan Lolita, Alby bukan ingin kabur dari statusnya sebagai sahabat karib Yuri. Namun, hal itu membuat dirinya risi dan tidak fokus belajar sihir.
"Apakah dia tidak tahu bahwa kita sahabat?" tanya Yuri merasa bingung karena sebelumnya Lolita menatap dirinya dan Alby dengan wajah tak senang, menurut Yuri, itu karena Lolita tahu dirinya dan Alby adalah sahabat karib.
"Ya, tentu saja dia tidak tahu. Apa kau tidak tahu bahwa Lolita kurang cepat tangkap dan memahami apa yang orang bicarakan? Ini sudah menjadi rahasia umum bahwa Lolita memiliki otak seperti nenek-nenek yang kurang cepat tangkap dan ada fakta menarik kalau ternyata Lolita adalah seorang nenek-nenek kerdil yang tidak bisa tumbuh sesuai usianya, dia hanya tampak seperti anak kecil. Namun, dia bukan lagi anak kecil," kata Alby yang sudah mulai banyak lebih tahu tentang Lolita.
Yuri terbelalak mendengar ucapan sang sahabat karib, ia tidak tahu Alby begitu banyak mengetahui rahasia Lolita yang tidak diketahui orang lain.
"Kau bisa tahu semua rahasia Lolita, jangan katakan bahwa kamu sudah menjadi teman baik gadis itu," ucap Yuri yang merasa curiga dengan tingkah Alby akhir-akhir ini yang tahu banyak tentang Lolita padahal semua yang berada di asrama itu tidak pernah tahu jati diri Lolita selain dia berasal dari keluarga kurang mampu itu pun karena Lolita yang mengakui itu di depan Profesor Pilius dan juga anak-anak lain saat merebut kamar nomor tiga belas.