Chereads / Jerat sang CEO Tampan / Chapter 5 - Sebuah kebetulan

Chapter 5 - Sebuah kebetulan

Aliana dan Riana pun saling menatap kemudian Aliana memeluk Riana, "Mamah yang sabar ya! aku yakin suatu saat nanti, Chiko dan Laura bisa berubah." ucap Aliana berusaha menenangkan Riana.

Riana pun mengangguk, "Mamah hanya khawatir, takut mereka akan terbawa sama pergaulan bebas." ucap Riana.

Aliana pun menjadi gugup, "Sudahlah mah, Laura dan Chiko kan sudah dewasa. Aliana yakin, kalau mereka bisa jaga diri." ucap Aliana.

"Oh ya nak, alamat pemesannya susah papah catat. Ada di atas meja!" ucap Hans.

"Awas loh pah! nanti salah tulis lagi." ucap Riana, sambil terkekeh.

Sementara Aliana, hanya terdiam.

"Enggaklah mah, kali ini papah sudah mencatatnya dengan benar. Bahkan papah sudah membandingkannya selama sepuluh kali." Ucap Hans.

Riana dan Aliana pun terkekeh, "Yasudah kalau begitu, aku pamit dulu ya." Ucap Aliana, kemudian ia pun berpamitan kepada Riana dan Hans.

Saat Aliana sedang menata pesanan, Ethan pun datang untuk berkunjung seperti biasa, "Apa kamu yakin sudah siap bekerja?" tanya Ethan.

Aliana Pun mengangguk, "Iya! Aku sudah merasa lebih baik, kok. Jadi.. dari pada jenuh di kamar, lebih baik kan beraktivitas." ucap Aliana.

Ethan pun mengangguk,"Yasudah kalau begitu, kamu hati-hati!" kata Ethan.

Aliana pun mengangguk, kemudian Aliana menggayuh sepedanya dan pergi untuk mengantarkan pesanannya. Hari ini, ia mengantarkan pesanan ke sebuah rumah mewah di sebuah kawasan Elit di kota B.

Sesampainya di pintu gerbang, Ia pun bertanya pada satpam. "Permisi!" Ucap Aliana.

Kemudian para satpam penjaga pun menghampirinya, "Iya, Nona. Ada yang bisa kami bantu?" tanya salah satu penjaga.

"Saya kesini ingin mengantarkan susu. Apakah benar, ini rumahnya tuan Anderson?"

"Oh iya, Nona. Ini rumahnya tuan Anderson. Kami juga sudah dapat pemberitahuan dari pihak dapur, kalau ada pesanan susu hari ini. Kalau begitu mari, silahkan masuk, Nona!" Ucap penjaga tersebut. Kemudian mereka pun membukakan pintu gerbang untuk Aliana.

"Terima kasih!"

Setelah itu, Aliana pun masuk. "Maaf pak, saya antarkan kemana ya susu ini?" tanya Aliana.

"Kamu lurus saja ke sebelah kiri. Nanti saat kamu menemukan pintu coklat dekat kolam renang, kamu masuk saja! itu adalah arah ke dapur." Kata penjaga tersebut.

Kemudian Aliana pun masuk mengikuti intruksi dari para penjaga tersebut. Saat ia melewati kolam renang, Andreas yang sedang berenang pun melihat Aliana dari bawah air. Ia pun mendongak untuk memastikan bahwa yang ia lihat itu benar gadis yang dia cari selama ini. Saat sudah terlihat jelas,

"Astaga! itu benar-benar gadis itu. Susah payah aku mencarinya, namun ternyata dia sendiri yang datang padaku!" Ia pun tersenyum.

Kemudian ia beranjak dari kolam renang dan memakai kimononya. Saat Aliana keluar dari dapur, Andreas pun membekap mulutnya dari belakang.

"Akhirnya.. kita bertemu lagi, sayang.." bisik Andreas, di telinga Aliana.

Aliana pun panik, dan berusaha membebaskan diri. Dia terus meronta, menjerit, dan meminta tolong dengan sekuat tenaga. Walaupun suaranya begitu menggema dan memantul ke segala arah,  namun tak ada seorang pun yang datang menolongnya. Nafasnya semakin sesak, karna melakukan perlawanan yang sia-sia.

Andreas terus menyeretnya menyusuri koridor panjang yang ada di rumah tersebut. Pada saat hendak akan menaiki tangga, Aliana pun berpegangan erat pada tangga tersebut, untuk menahan tubuhnya.

Andreas yang sudah tidak sabar pun menarik tubuhnya, dan menumpukannya di bahu kekar miliknya. Kemudian, ia membawa Aliana menaiki tangga klasik yang melingkar indah di ruang tengah utama. Kemudian ia membuka pintu kamarnya, lalu melemparkan tubuh Aliana ke ranjang besarnya.

Aliana yang ketakutan pun, berusaha meringsut mundur untuk menjauh. Namun kedua kakinya di tarik, hingga ia terseret kembali ke tengah ranjang.

"Kumohon, lepaskan aku!" Ucap Aliana dengan nafas gemetar, dan nyaris tak terdengar.

"Tidak sekarang, sayang... tidak, sebelum kita menikmati kesenangan ini!" ucap Andreas, sambil tersenyum menyeringai. Kemudian ia membuka kimononya di hadapan Aliana.

Aliana pun memalingkan wajahnya, begitu melihat tubuh polosnya Andreas.

"Kenapa sayang? Bukankah kamu juga pernah melihatnya hemh? Kenapa kamu harus memejamkan matamu? ini adalah tubuh yang sama, yang menyentuhmu pertama kali pada malam itu!" ucap Andreas.

Aliana pun semakin ketakutan. Ia teringat kembali peristiwa di hotel itu, dimana laki-laki ini, menggagahinya semalaman tanpa ampun. Ia pun merinding. Kemudian mencoba beranjak dari ranjang tersebut, namun Andreas dengan segera menarik kakinya kembali dan menyeretnya hingga terjatuh.

Kemudian ia menindih tubuh Aliana dan berusaha melucuti pakaiannya. Aliana pun berusaha memberontak dengan menahan tangan Andreas. Namun Andreas bergegas mengunci tangan Aliana dan mencium bibirnya.

"Emphh!" Aliana pun berusaha memberobtak sambil menangis. Tubuhnya terus melenting dan menggeliat di bawah tekanan tubuh kekar Andreas. Sedangkan kakinya terus  menendang-nendang secara serampangan, berusaha untuk melakukan perlawanan.

Namun semuanya hanya dia-sia. Kekuatannya tidak sebesar kekuatan tubuh yang menindihnya saat ini. Ia pun hanya bisa pasrah. Karna semakin ia memberontak, kekuatannya semakin terkikis. Bahkan nafasnya makin tersengal-sengal, dengan air mata yang terus berjatuhan. Tapi lelaki itu, bukannya lelah, tapi malah semakin intens menerkamnya.

Di dalam kegelisahannya, ia berusaha berpikir, dan mencari akal. supaya bisa terbebas dari cengkaraman laki-laki mesum tersebut. Akhirnya setelah melirik ke seluruh sudut ruangan, Ia pun melihat sebuah botol bir yang terletak di meja lampu dekat ranjang tersebut.

Aliana pun berusaha menggeserkan tubuhnya  sedikit demi sedikit. Setelah ia sudah mendekati botol tersebut, Ia pun berusaha untuk meraihnya dengan sekuat tenaga. Setelah ia mendapatkan botol tersebut. (Pltakk!) ia pun memukulkan botol bir tersebut ke kepala Andreas.

"Aaaakkh!" Andreas yang kesakitan pun akhirnya tak sadarkan diri, dan pingsan di atas tubuh Aliana.

Aliana pun berusaha mendorong tubuh Andreas untuk menjauh. Ia juga sangat shock begitu melihat banyak darah yang berceceran di sprei. Bahkan darah dari kepala Andreas juga sempat menetes di baju Aliana. Aliana sangat panik.  

Kemudian ia bergegas berlari keluar dari kamar tersebut. Ia terus berlari menuruni tangga yang menjulang melingkar itu. dan menyusuri setiap ruang yang ada pada rumah tersebut. Hingga akhirnya, ia sampai di pekarangan rumah.

Saat ia melewati para penjaga, para penjaga itu pun menatap heran ke arah Aliana yang terlihat sedang terburu-buru itu. Kemudian mereka meghentikan langkah Aliana.

Aliana pun semakin panik, "Ada apa, Nona? Kenapa anda terlihat sangat ketakutan?" tanya penjaga tersebut.

"Saya- " Aliana pun sangat gugup dan semakin gemetaran. Ia bingung harus menjawab apa. Bahkan ia sendiri sangat ketakutan. Ia takut kalau laki-laki itu, akan segera bangun, dan mengejar dirinya.

Para penjaga pun semakin curiga. Apalagi, saat melihat noda merah yang ada pada pakaian Aliana. "Maaf, Nona! noda apa itu?" tanya salah satu penjaga sambil menunjuk noda merah pada pakaian Aliana.

Penjaga yang lain pun melihatnya dengan seksama, "Sepertinya itu noda darah." ucap salah seorang penjaga.

(Deg!) Jantung Aliana pun seakan terhenti. "Nona! Noda darah siapa, itu? apakah ada yang terluka di dalam?" tanya salah satu penjaga. (Deg!)