Manhattan, 2019
Aku bangun pagi sekali hari ini karena jarak kampus dan apartemenku lumayan jauh, jadi aku harus naik bus untuk sampai ke sana. Aku harus mengurus berkas untuk wisudaku, jadi mau tidak mau aku harus ke kampus. Aku pergi tanpa memberi tahu Kak Jo; mungkin dia masih tidur sekarang dan aku malas membangunkannya karena dia tidur seperti orang pingsan.
Saat ini bus sudah berhenti di halte ketiga, sebentar lagi aku akan sampai di kampus. Aku mencopot earphone yang sedari tadi bertengger di telingaku dan menyimpannya ke dalam saku jaket. Aku mengedarkan pandangan ke samping dan melihat seseorang yang tidak asing duduk di kursi seberang. Ah, iya, itu gadis yang biasa datang ke café. Sepertinya dia orang yang cukup pendiam jika dilihat sekilas.
Bus sudah berhenti, aku mulai bergegas keluar dan berjalan menuju kampusku.
Drrtt... drrtt... drrtt...
Kuambil handphone dari saku celanaku, nama Kak Jo muncul di sana dan aku langsung mengangkat panggilannya.
"HEI, PERGI KE MANA KAU?" Aku langsung menjauhkan ponsel dari telinga, teriakannya itu kencang sekali.
"Aku pergi ke kampus sebentar untuk mengurus berkas wisudaku," jelasku.
"KENAPA TIDAK MEMBERITAHUKU? KUKIRA KAU HILANG."
"ASTAGA, BISA TIDAK TIDAK USAH TERIAK-TERIAK?"
"Ah iya, maaf. Aku khawatir, kukira kau hilang, hampir saja aku lapor polisi."
"Maaf tidak memberitahumu, salah sendiri kau tidur seperti orang pingsan. Dan satu lagi, aku sudah besar, umurku 22 tahun," jelasku dengan kesal.
"HAH, APA... 22 TAHUN?"
"Sudah ya, aku harus pergi. Aku tutup teleponnya sampai nanti."
"HEI...." Aku langsung memutus panggilannya. Aku tidak mau membayar tagihan rumah sakit karena harus mendengar teriakannya.
Aku langsung menuju gedung administrasi untuk mengurus berkas-berkasku.
---
Sudah pukul 11 siang, aku harus bergegas menuju café karena jam segini café akan sangat ramai, sudah masuk jam makan siang. Untung saja bus tidak terlalu ramai, jadi aku bisa duduk tanpa berhimpit-himpitan dengan penumpang lain. Saat sampai di sana, aku langsung bergegas berganti pakaian untuk membantu yang lain.
"Arsa, tolong antarkan itu ke meja nomor 6."
"Baik." Aku langsung bergegas mengantarkan pesanannya. Karena terlalu terburu-buru, aku tidak sengaja menabrak pengunjung yang sedang aku antarkan pesanannya.
"Astaga, maafkan aku."
"Ah, tidak apa-apa."
Saat dia mendongakkan kepalanya menatapku, dunia rasanya berhenti berputar. Aku seperti melihat malaikat yang jatuh dari surga. Parasnya cantik sekali, kulitnya putih bersih, matanya bersinar, pipinya bersemu seperti buah peach, dan bibir tipisnya berwarna delima. Jantungku langsung berdetak kencang saat itu juga. Sadar dari lamunanku, aku langsung membungkuk dan pergi begitu saja.
Sementara dia hanya menatapku kebingungan. Aku langsung berlari dan bersembunyi di balik meja kasir. Dadaku berdetak kencang sekali. Apa aku punya penyakit jantung? Aku harus pergi ke dokter setelah ini.
"Arsa, kau gila ya?"
"Huh?" Aku langsung berdiri setelah melihat tampang kebingungan Jason.
"Aku tidak gila, enak saja kalau ngomong. Lalu kau mau apa di sini?"
"Itu." Katanya sambil menunjuk sesuatu di belakangku.
Saat aku menoleh ke belakang, ada dua pengunjung yang berdiri di belakang meja kasir dari tadi. "Aku mau melayani pembeli, karena kau diam saja dari tadi."
Aku langsung menunduk minta maaf kepada pelanggan yang sedari tadi mengantri, dan langsung pergi ke pantry untuk menenangkan pikiranku.
"Astaga, sepertinya aku harus pergi ke dokter setelah ini..."