Chereads / Laut Kamu dan Aku / Chapter 5 - Gejolak (2)

Chapter 5 - Gejolak (2)

Manhattan, 2019

Ini hari keempatnya dia datang lagi ke sini. Apa dia tidak bosan? Apa kudapan di sini seenak itu sampai dia datang setiap hari? Perasaan kue dan kopinya biasa saja menurutku. Aku makin penasaran terhadapnya. Setiap kali datang, raut wajahnya berbeda; kadang dia terlihat ceria, kadang terlihat muram. Seperti saat ini, wajahnya kembali muram.

Aku mulai tertarik kepadanya sejak kejadian itu. Aku hanya bisa mengaguminya dari jauh dan tidak berani mendekat. Kalian bisa mengatakan aku pengecut karena tidak berani mendekatinya, tapi ini sudah cukup bagiku karena aku sendiri belum tahu perasaanku. Mungkin ini hanya rasa kagum sementara, mungkin besok perasaan ini akan hilang.

Dia sering datang untuk membaca novel di sini. Mungkin suasananya nyaman, jadi dia lebih suka datang ke sini. Oh, dia membaca buku baru lagi. Tidak kusangka dia cepat sekali menyelesaikan satu buku dalam satu hari. Aku menyukai wajahnya saat membaca; dia sangat tenang, kadang tersenyum geli, mungkin ada bagian lucu yang dia baca. Kadang dia nampak serius. Kini memperhatikannya sudah jadi kebiasaanku.

Seperti saat ini, dia langsung bergegas pergi setelah menerima telepon sampai-sampai dia lupa dengan bukunya. Saat aku ingin mengejar dan mengembalikan bukunya, dia sudah hilang dari pandanganku.

Mungkin aku akan mengembalikannya besok saat dia datang lagi. Aku mengambil bukunya dan melihat judulnya The Little Prince. Ya, aku pernah membaca ini, ceritanya menarik. Saat aku mengambilnya, ada kertas yang meluncur jatuh dari dalam bukunya ke bawah kolong meja. Aku langsung bergegas mengambilnya, takut itu barang yang penting. Saat aku membalik kertas itu, aku tersenyum melihatnya. Itu fotonya bersama seseorang, mungkin temannya. Wajahnya lucu sekali, aku jadi gemas melihatnya.

 ---

"Akhirnya selesai juga." Aku melepaskan apron yang sedari tadi melekat di tubuhku.

Shift kerjaku sudah selesai, saatnya pulang. Aku berencana berjalan-jalan sebentar setelah ini. Sebenarnya sudah lama aku tidak berjalan-jalan di sekitar sini. Sekarang mungkin setelah ini aku akan pergi sebentar ke taman sambil menikmati sore hari ini.

"Kak Jo, aku pergi sebentar. Aku akan pulang telat," kataku.

"Ya, hati-hati," timpalnya, dan aku berjalan keluar sambil mengangkat jempolku ke arah Kak Jo.

Aku ingin bersantai di taman sebentar sambil menikmati kopi di genggamanku. Jaraknya tidak terlalu jauh dari tempatku bekerja, hanya 8 menit dengan jalan kaki. Aku suka tempat ini; kadang aku sering datang ke sini saat merasa jenuh atau bosan. Kadang aku datang hanya untuk memberi makan merpati atau sekadar duduk memperhatikan orang berlalu lalang sambil mendengarkan nyanyian dari busker di seberang jalan. Aku berjalan mendekati kerumunan, mungkin sedang ada pertunjukan di sini, dan benar saja ada pertunjukan musik kecil di sini. Aku menikmati pertunjukan mereka sambil menyesap kopiku.

Oh simple thing, where have you gone? 

I'm getting old and I need something to rely on 

So tell me when you're gonna let me in 

I'm getting tired and I need somewhere to begin

And if you have a minute, why don't we go 

Talk about it somewhere only we know? 

This could be the end of everything 

So why don't we go somewhere only we know? 

Somewhere only we know

Suara merdu mereka bercampur dengan hembusan angin yang menyegarkan. Aku selalu menyukai saat seperti ini. Aku menutup mataku, membiarkan indra pendengaranku menikmati semua ini. Suara merdu dari lagu yang mereka nyanyikan, suara tawa anak kecil yang terlihat sangat bahagia saat bermain, dan suara kepakan burung merpati. Itu merupakan hal kecil yang aku sukai. Saat aku membuka mataku, aku tidak sengaja melihat seseorang.

Itu gadis yang tadi. Aku segera menghampirinya sambil membawa buku yang tadi tidak sengaja dia tinggalkan.

"Permisi, Nona..."

"Iya?"

"Ah, ini... aku ingin mengembalikan buku yang tadi kamu tinggalkan," ucapku sambil menyerahkan bukunya.

"Astaga, terima kasih banyak. Aku kira buku ini hilang."

Aku hanya tersenyum melihatnya. Dia terlihat bahagia sekali. Mungkin buku ini barang yang cukup berharga baginya.

"Tuan, terima kasih banyak. Buku ini sangat berharga bagiku dan aku sangat senang buku ini dapat kembali kepadaku. Sebagai ucapan terima kasih, aku akan membelikanmu secangkir kopi. Tolong tunggu sebentar..."

Aku langsung mencegahnya saat dia hendak pergi. "Eh, tidak perlu repot-repot. Ini hanya kebetulan saja aku bertemu denganmu saat aku membawa bukumu."

"Ya Tuhan, kamu baik sekali. Aku sangat berterima kasih kepada kamu. Wajahmu tidak terlihat asing, apa aku pernah bertemu dengan kamu?" tanyanya.

"Aku bekerja di café yang biasa kamu kunjungi." Aku berharap dia tidak mengira aku sering memperhatikannya.

"Ah, kamu yang kemarin menabrakku saat mengantarkan pesananku, pantas saja wajahmu tidak asing," ucapnya sambil tertawa kecil.

Aku hanya tersenyum canggung sambil menggaruk belakang kepalaku yang sebenarnya tidak gatal. Lalu aku memberanikan diri bertanya sesuatu kepadanya.

"Apa aku boleh tahu namamu?"