Chereads / Moonlight in Your Arms / Chapter 26 - Sekarang aku tahu siapa kamu

Chapter 26 - Sekarang aku tahu siapa kamu

Setiap bangun pagi aku selalu menemukan pesan WA dari Kenny. Dia sengaja melakukannya sehingga nama dia yang akan kuingat segera setelah terbangun.

"La, langit tadi malam cerah dan indah, banyak bintang, tetapi akan lebih indah bila kita nikmati di teras rumah bukit, berdua. Aku rindu padamu!" Tulis Kenny pagi pukul 06.00.

Sekarang pukul 07.00 aku baru bangun karena tadi malam tidur hingga larut malam. Kami sibuk mengatur persiapan peluncuran buku biogradi dr. Herliana.

Saat ini pasti Kenny sedang di sekolah.

Kubayangkan langit luas dan gelap yang bertabur bintang-bintang, juga rumah di bukit itu. Tempat yang ideal untuk duduk berdua dengannya sambil minum teh dan kopi, menikmati langit serta mendengar deburan ombak laut. Kenny mengaduk perasaanku dengan kalimatnya.

"Selamat bekerja Ken, aku dan ibu hari ini akan sibuk mengurus peluncuran buku. Talk to you later." Tulisku membalasnya tanpa menyebut keindahan langit.

Kenny tahu bahwa aku penyuka bintang-bintang dan langit, keindahannya selalu membuatku terkagum-kagum dan di Pulau Bunga, bintang-bintang sangat cerah karena tidak banyak polusi cahaya.

Menjelang makan siang ibu masih memastikan kembali semua persiapan untuk acara sore nanti, pembawa acara sudah mendapat susunan acara dan nama-nama orang yang harus disebut, catering yang menyediakan hidangan ringan juga sudah dikonfirmasi, buku-buku untuk dibagikan serta buku yang akan dijual juga sudah disiapkan. Semua bagian ada penanggungjawabnya.

Melli membantu Jessi untuk mengurus buku-buku hadiah.

Ibu meminta buku-buku tersebut diikat dengan pita warna biru-kuning, sesuai logo perusahaan.

Like bertanggungjawab pada dekorasi ruang dan upacara peluncuran yang akan dibuka dengan prosesi melibatkan anak-anak berusia 10-12 tahun yang membawa rangkaian bunga untuk diberikan kepada penulis dan dr. Herliana.

Ibu akan berjalan di belakang anak-anak itu dengan membawa dua buku yang akan diberikan kepada Audrey sebagai penulisnya dan dari Audrey buku tersebut akan diserahkan kepada dr. Herliana.

Ibu memilih busana berwarna coklat, gaun panjang, rambutnya disanggul dengan hiasan bunga melati. Dia terlihat cantik dan membanggakan.

"Ibu hebat, aku bangga kepadamu." Kataku sambil memeluknya.

Dia menepuk pipiku dan bertanya "Apa yang membuatmu bangga?"

"Penerbitan bukan bidang ibu, tetapi setelah ayah meninggal ibu mampu melanjutkan bisnisnya. Hebat itu." Kataku.

"Karena ibu mau belajar. Kamu juga sudah banyak kemajuan. Kelak kamu yang akan mengurus, meskipun ibu ragu-ragu apakah perusahaan penerbitan akan bisa bertahan pada era online seperti sekarang." Kata ibu.

" Hmmm…" aku tidak tahu bagaimana mesti menanggapinya, apakah aku akan mampu atau mau melanjutkan bisnis keluarga ini? Kalau… kalau… aku pindah ke Pulau Bunga… ehmmm… pindah? Aku menggelengkan kepala memikirkannya.

Acara akan dimulai pukul empat sore dan pada pukul 15.30 kami sudah berada di tempat.

Galeri Baca mempunyai ruang tengah yang luas, di beberapa sudut ada kursi-kursi yang nyaman untuk membaca dengan lampu-lampu yang bisa diatur sendiri oleh mereka yang duduk di lokasi tersebut. Tempat yang memanjakan para pembaca buku. Biasanya pengunjung masuk ke galeri ini dengan membeli "first drink" untuk duduk membaca maksimal dua jam. Jika lebih dari dua jam, wajib membeli minuman atau snack.

Sekali lagi kami memeriksa semua persiapan, pembawa acara, fotografer, anak-anak yang akan membawa bunga, kelompok vocal yang akan bermain musik akustik ketika acara belum dimulai, catering dan tata suara serta penataan cahaya.

Lima belas menit sebelum waktu pembukaan para tamu sudah hadir, mereka bebas berjalan melihat koleksi buku di galeri. Kursi-kursi untuk mereka disiapkan di tengah ruang dan kelompok vocal menyanyikan lagu-lagu mereka.

Audrey Kirana datang dengan berbusana tunik warna putih dengan motif kotak-kotak kecil di bagian bawah.

"Laura, aku senang bekerja denganmu, kamu sangat teliti dan aku berterima kasih untuk koreksimu mengenai nyamuk pemicu penyakit demam berdarah yang salah kueja." Kata Audrey.

"Sudah menjadi tugas editor untuk membetulkannya," kataku.

"Dan kamu berbakat menulis." Aku memujinya.

"Terima kasih, setelah ini memang aku jadi ingin menulis lagi, ketagihan." Katanya.

Pada saat itu dr.Herliana datang bersama beberapa orang. Aku melihat pria jangkung yang datang bersamanya … hmmm bukankah itu dokter yang bersamaku naik pesawat dari Pulau Bunga? What a small world!

Aku segera menyelinap untuk menghindari bertemu dengannya sebelum aku menyiapkan jawaban. Waktu itu aku mengaku bernama Silvia.

Ibu menyambut mereka dan mempersilakan dr. Herliana serta Audrey untuk duduk di kursi depan. Beberapa orang yang datang bersama dr. Herliana duduk di kursi deretan kedua.

MC membuka acara dan semua perhatian tertuju ke depan saat prosesi penyerahan buket bunga dan buku.

"Ibu Silvia dari Penerbit Sinar Baru menyerahkan buku kepada penulisnya, Audrey Kirana. Buku ini merupakan persembahan cinta dari Ibu Audrey kepada dr. Herliana, seorang dokter anak yang juga menjadi dokter keluarga bagi Ibu Audrey. Kekaguman Ibu Audrey pada prestasi sang dokter membuatnya menulis biografi ini agar lebih banyak orang mengenal kebaikan dr. Herliana. Mari kita beri tepuk tangan meriah untuk penulis dan pemilik kisah."

Seluruh hadirin bertepuk tangan.

"Sekarang Ibu Audrey mempersembahkan buku tersebut kepada dr. Herliana. Sekali lagi mari kita sambut dengan tepuk tangan yang meriah," kata MC.

Acara selanjutnya adalah pemutaran film pendek mengenai kehiduan keseharian dr. Herliana. Film dimulai dengan kegiatan di tempat praktek, di rumah sakit, testimoni keluarga pasien termasuk Audrey Kirana. Ada bagian film yang diambil di rumahnya. Aku membelalak menyaksikan dr. Hardy, penumpang pesawat yang memberiku tisu itu ternyata anak dr. Herliana. Tidak heran jika sekarang dia ikut hadir. Dua orang lainnya adalah adiknya. Suami dr. Herliana sudah meninggal setahun yang lalu. Aku tidak mengikuti kelanjutan film itu, mataku tertuju kepada dr. Hardy.

Pada saat suasana meriah oleh tepuk tangan para undangan karena film selesai, dari bagian belakang terdengar suara benda pecah belah yang terjatuh. Semua mata memandang ke belakang, tepat saat lampu yang tadi diredupkan mulai dinyalakan kembali.

Vas bunga di tengah meja bundar telah terguling dan retak. Air dari dalam vas mengalir mengenai tumpukan buku – buku berpita yang akan diserahkan kepada para tamu VIP.

Aku bergegas ke belakang dan berusaha menyelamatkan buku-buku tersebut, serta memindahkannya ke tempat kering . Beberapa buku terguyur banyak air yang meresap ke halaman dalam. Aku melepas syal dari bahu dan memakainya untuk menyerap air agar buku tidak semakin rusak. Nuggie, Jessy dan Like juga sibuk melakukan hal yang sama.

"Jangan khawatir Bu, silakan lanjutkan acaranya," kataku kepada ibu.

"Okay." Kata ibu sambil memberi isyarat kepada MC.

Acara tiba pada sambutan dari ibu dan dilanjutkan dengan bincang-bincang Bersama Audrey dan dr. Herliana.

"Bagaimana ini?" Jessi terlihat panik.

"Apa yang terjadi sebenarnya, bagaimana vas tersebut bisa terguling. Siapa yang menjaga bagian sini?" tanya Nuggie.

Aku memandang mereka dengan gemas.

"Ambil buku baru dan segera siapkan. Jika masih ada pita-pita, buat lagi seperti ini. Setelah bincang-bincang buku-buku ini akan diserahkan." Kataku kepada Jessi dan Like.

"Baik Kak," kata Like.

"Simpan yang basah itu di kardus." Kataku.

Aku melambai pada Nuggie dan mengajaknya menjauh.

" Tidakkah aneh? Vas itu berada di tengah, tidak mungkin terguling dengan sendirinya. Bisa minta seseorang melihat rekaman CCTV. " kataku.

"Oke aku suruh anak-anak," katanya. Baru saja Nuggie akan meninggalkanku ketika kulihat Hendra berjalan mendekat.

"Laura, selamat ya, acaranya menarik. Nanti jika bukuku terbit, buatlah acara diskusi seperti ini, tetapi denganmu pasti lebih menarik."

"Halo Hendra, umm maksudmu ibuku kurang menarik?"

"Haha… kamu pandai bicara. Aku tidak mengatakan itu."

"Terima kasih sudah hadir. Kamu bisa duduk di sana," kataku menunjuk ke deretan kursi yang kosong.

"Apakah tidak boleh menemanimu di sini?"

"Tentu boleh, tetapi aku sibuk harus mondar-mandir," kataku.

"Eh Nug, kenalkan, ini Hendra, youtuber yang akan menerbitkan buku," kataku kepada Nuggie.

"Hendra, ini Nugie, wakil direktur Sinar Baru." Kedua pria itu saling menyapa.

"Izinkan aku ke depan, Hendra silakan duduk." Aku bergegas meninggalkannya untuk ke depan dan memnta staf membawa buku ke depan. Penyerahan buku bagi tamu VIP segera dimulai.

Buku yang diserahkan tidak sempat dihias dengan pita. Insiden kecil, tetapi terlihat wajah ibu yang kecewa.

"Maaf Bu, tidak cukup waktu untuk menyiapkan lagi, yang tadi basah semua." Kataku. Ibu mengangguk.

Aku lega setelah semua kegiatan resmi berakhir. Saat ini tiba pada acara penandatanganan buku oleh penulis dan pemilik kisah. Audrey duduk dan para peminta tandatangan mengantri. Sementara itu MC mempersilakan para tamu untuk menikmati hidangan.

Aku mengusap peluh di kening, meski di ruangan ber-AC aku berkjeringat lantaran tegang. Tiba-tiba kudengar satu suara.

"Jadi kamu pasti bukan Silvia." Katanya. Dr. Hardi tertawa lebar.

"Maaf dok, saya sering berbohong terhadap orang asing, sayangnya saya kurang imajinatif mencari nama," kataku sambil menyeringai.

"Tidak apa-apa, tetapi sekarang aku sudah tahu siapa namamu. Laura Arden." Katanya.

"Hehe… maaf dok," aku tersipu. Tidak aneh dia mengetahui namakusekarang.

"Tapi kamu tidak ingin tahu, darimana aku tahu namamu?"

Aku tersenyum kepadanya sambil menggeleng.

"Dokter mungkin sudah memdengar orang memanggil saya." Kataku.

"Aku juga tahu bahwa kamu adalah mantan tunangan Kenny Williams… jadi kemarin kamu mengunjungi keluarga mereka di Pulau Bunga?" Mata Hardy tersenyum dengan kemenangan. Mulutku menganga…

"Bagaimana…bisa…"

"Namamu terkenal Nona, tetapi kamu memang layak dibicarakan. Apa kalian akan kembali menjalin hubungan?" Katanya.

Aku merasa tidak nyaman.

"Bukan urusan Anda." Kataku.

"Tentu… tetapi aku tertarik untuk mengetahuinya."

Aku hampir bertanya mengapa dia tertarik, namun setelah kupertimbangkan, menurutku akan lebih baik apabila aku tidak meneruskan percakapan ini.

"Dokter, biografi dr. Herliana lua biasa menginspirasi. Tentunya sebagai Anak anda bisa bangga."

"Begitulah."

"Silakan menikmati hidangannya, saya harus berkeliling," kataku.

***