Chereads / Mr. Lipstik's / Chapter 12 - Bunga Sepatu Dari Mantan

Chapter 12 - Bunga Sepatu Dari Mantan

"Ketakutan yang seharusnya tak dirasa karena berbicara jujur jauh lebih melegakan daripada terus menghindar."

________

Ponsel ku bergetar, ada pesan masuk dari Axelle. Aku mengabaikan pesan masuk tersebut sambil memutar bola mata. Melanjutkan meminum jus semangka jauh lebih menyegarkan daripada membaca pesan dari mantan laknat itu. Tak lama setelah aku mengabaikan pesan masuk dari Axelle, dia menelpon dan dengan malas aku mengambil ponsel lalu menolak panggilannya. Lebih baik aku membantu ibu membereskan meja makan karena kak Lovelace sedang sibuk membantu Loretta membuat konten reels dengan bantuan Jae-Hwo sebagai kameramen.

Ngomong-ngomong, bulu mata palsu yang Loretta kenakan sudah berhasil di lepas oleh Jae-Hwo dan itu membuat kami merasa lega.

"Kemarin Myung Hee menelpon ibu, dia bilang nitip Jae-Hwo ke ibu dan ayah. Meskipun Jae-Hwo sudah besar, tetap saja anak itu butuh pengawasan orang tua." Cerita ibu pada ku saat aku membantu ibu meletakkan piring yang habis di cuci ke rak piring.

"Dia akan sering ibu suruh untuk datang ke sini serta makan sama keluarga kita setiap hari mulai dari sarapan sampai makan malam. Ibu juga akan menyiapkan bekal untuknya juga. Jadi, ibu harap kamu maklum karena dia sendirian tinggal di sini meski ada asisten rumah tangga tapi tetap saja, dia lebih butuh kita sebagai keluarga."

Entah kenapa saat ibu mengatakannya, aku merasa ibu menangkap gelagat ku yang keberatan akan Jae-Hwo. Sebenarnya, ibu tak perlu serepot ini karena nyonya Myung Hee juga hanya berpesan untuk menitipkan Jae-Hwo bukan membesarkan Jae-Hwo dengan memberinya makan. Bukannya aku pelit tapi, aku rasa ibu terlalu berlebihan.

"Apa ini? Dasar Axelle tidak tau diri!" teriak kak Lovelace dari ruang tamu yang terdengar sampai dapur. Saking pelanya suara itu hingga terdengar sampai dapur.

Tunggu,

Aku bergegas berlari meninggalkan dapur hingga membuat ibu mengeleng pelan. Mendengar nama Axelle yang di sebut oleh kak Lovelace membuat darah ku mendidih, terlebih teriakan kak Lovelace terdengar tak terima.

"Apa? Jadi, mereka pernah berpacaran dan Axelle selingkuh lalu mereka putus?" tanya Jae-Hwo pada kak Lovelace. Pertanyaan yang terdengar seperti mengulang sebuah cerita.

Sepertinya kak Lovelace bercerita pada Jae-Hwo tentang kebenaran yang ingin ku tutupi dari Jae-Hwo. Jadi, apa yang akan ku lakukan sekarang. Sepertinya aku harus pergi ke kamar dan menghindar lagi tapi, aku tak yakin kak Lovelace akan memberikan ku bersembunyi di dalam kamar. Dia pasti akan marah-marah tentang Axelle.

Tubuh ku merasa seperti diterpa angin saat ibu berlari menuju ruang tamu dengan masih mengenakan sarung tangan cuci piring.

"APA MAKSUD DARI BUNGA SEPATU?" teriak ibu meletup-letup dan teriakan ibu dapat membuat ayah yang berada di dalam kamar langsung keluar.

Ayah menatap ku penuh tanda tanya sedangkan aku menampilkan wajah bodoh dengan kaki yang berasa di lem. Aku tak dapat bergerak karena aku tak mau menceritakan semuanya pada Jae-Hwo dan aku yakin, cowok itu pasti tak terima dan akan mencari Axelle lalu ... ah, aku tak sanggup memikirkannya.

"Kak, itu ... ibu, kak Lovelace sama kak Jae-Hwo, wajah mereka serem banget!" Aku mengerjapkan kedua mata ku linglung saat Loretta menghampiri ku dan bukanya segera pergi ke ruang tamu, aku malah terdiam dengan membuka bibir ku terkejut. Entah apa yang membuat ku terkejut, hanya saja aku merasa penasaran dengan apa yang terjadi.

"Apa Axelle ke sini?" Itu suara ayah dan bukan suara ku karena aku sedang menjelma menjadi patung tiga dimensi.

Loretta menggeleng. "Kak Axelle memberikan hadiah balasan buat kak Roosevelt berupa satu buket bunga sepatu!"

Kaki ayah langsung melangkah menuju ruang tamu dan meninggalkan diriku yang masih menjadi patung dengan Loretta yang menarik pergelangan tangan kiri ku untuk ikut ke ruang tamu juga.

Lagu pengiring apa yang cocok untuk diriku saat ini. Semuanya menatap ku dengan pandangan kasihan, tidak sesuai dengan apa yang Loretta katakan tadi. Aku tak melihat aura marah pada mereka, aku melihat mata mereka secara bergantian, ya memang ada aura marah yang tersembunyi di sana. Rasanya aku ingin menangis sekarang. Bukan menangisi Axelle namun menangisi diriku sendiri karena di pandang sesedih ini oleh orang-orang yang menyayangiku. Kecuali Jae-Hwo, aku tak tau, apa cowok itu menyayangi ku selayaknya teman dan tetangga atau dia hanya ibah dan menyembunyikan rasa amarahnya di dalam hatinya yang terdalam.

"Roosevelt memberikan hadiah cermin ke Axelle sebagai sindiran agar dia sadar diri tapi apa ini? Axelle memberikan bunga sepatu? Bunga favorit Roosevelt!" Kak Lovelace meledak lagi dan bunga sepatu itu di lempar ke lantai granit oleh kak Lovelace hingga putik sari bunga itu berterbangan lalu tercecer di atas lantai. Hati ku begitu remuk saat melihat bunga sepatu itu berakhir di atas lantai dan otak ku mengingat akan puisi yang Axelle tulis dalam buku itu.

Ayah berjongkok dan mengambil bunga itu lalu berdiri dan memberikan bunga itu padaku. Tangan ku pun terulur untuk menerima buket bunga sepatu itu. Aku menatap bunga sepatu ini dengan hati yang remuk. Apa maksud dari Axelle memberikan bunga ini. Apa dia ingin memperbaiki hubungan kita menjadi baik seperti semula atau dia balik menyindir ku. Apa ini yang dirasakan Axelle kemarin saat aku memberikan dia hadiah cermin. Remuk.

"Bunga ini untuk Roose, jadi biarkan dia yang memutuskan untuk diapakan bunga ini dan siapa pun gak berhak membanting bunga ini." Ucap ayah dan rasanya aku ingin menghambur di pelukan ayah.

Ibu terlihat tidak terima dan berkata, "Putriku memang terlalu sempurna untuk Axelle jadi, ini yang terbaik untuk hubungan mereka." Tubuh ku di tarik oleh ibu dan kami berpelukan. Pelukan ibu selalu terasa hangat. Seakan ibu menyimpan cahaya matahari dalam tubuhnya sehingga terasa hangat dan menenangkan.

"Ini hanya sebuah buket bunga sepatu dari kak Axelle, kenapa reaksi kalian berlebihan seperti ini?" celetuk Loretta dan celetukan Loretta membuat ibu melepaskan pelukannya.

Kami semua menatap Loretta dan apa yang Loretta katakan memang benar. Kenapa kami bereaksi berlebihan seperti ini. Terserah Axelle juga kan, mau ngasih hadiah apa. "Lagian, kak Roose yang mulai duluan ngasih hadiah cermin dengan dalih biar kak Axelle bercermin. Sekarang di balas pakai bunga sepatu aja udah bagus daripada gak di kasih apa-apa."

"Aku tau, kalian pasti marah karena kak Axelle selingkuh. Aku juga sama tapi tidak untuk bunga sepatu ini."

Kenapa adik ku yang masih duduk di bangku SMP ini sangatlah bijak. Aku melihat buket bunga sepatu yang ku peluk ini kemudian kembali melihat Loretta yang berdiri santai di dekat ayah. Dia sangat mirip dengan ayah. Wajah dan karakternya sama dengan ayah. Wajah mereka tercetak indah dengan pembawaan yang menenangkan. Bahkan cara bicara mereka juga mirip.

"Apa yang Loretta katakan ada benarnya!" pungkas ayah dengan menepuk pundak ku pelan lalu masuk ke dalam ruang keluarga.

Loretta yang membersihkan peralatan untuk siaran langsung di media sosial pun angkat bicara lagi. "Aku gak paham sama ibu, kak Lovelace dan kak Jae-Hwo, kenapa kalian marah. Padahal yang dapat bunga sepatu kak Roose dan kak Roose kelihatan gak keberatan."

"Kami marah karena dia masih berani ngasih hadiah bunga ke Roose setelah selingkuh dan hubungan mereka berakhir." Nada ibu setengah meninggi kemudian menyusul ayah yang masuk ke dalam ruang keluarga.

"Kapan ayah naik pangkat biar keluarga Axelle gak menindas keluarga kita? Aku gak terima putri ku diperlukan seperti ini!"

Telinga kami mendengar suara ibu merajuk pada ayah setelah itu kami tak mendengar apa pun karena pintu kamar di tutup dengan keras.

"Siapa tau kak Axelle mau balikan sama kak Roosevelt!"

"GAK!" teriak ku, kak Lovelace dan Jae-Hwo secara kompak dengan sangat keras.

"Ckckck, keluarga Ismoyono dan keluarga Tamawijaya memang gak jelas dari dulu!" Loretta mengatakannya dengan terkikik kemudian mengambil ponselnya dan bermain sosial media lagi.

Sedangkan kak Lovelace merebut buket bunga sepatu yang ku peluk dan membawanya masuk ke dalam ruang keluarga. Entah mau di apakan bunga sepatu itu.

Aku baru menyadari bahwa Jae-Hwo menatap ku penuh tuntunan sekaligus kekecewaan. Aku menelan ludah saat dia menarik lengan ku untuk mengikutinya keluar dari rumah.

Mampus rasanya. Tak seharusnya Jae-Hwo tau secepat ini karena konflik antara diriku dan Axelle belum redah. Terutama ibu, beliau begitu membenci keluarga Axelle sekarang.

"Ceritakan padaku!"

Napas ku berderu tak karuan saat kedua mata Jae-Hwo menatap ku penuh dengan kegelapan seperti ini.

Mulai darimana aku harus menceritakannya. Ah, Jae-Hwo membuat ku ingin menangis dengan tatapannya itu.

To be continued.