Chereads / Mr. Lipstik's / Chapter 9 - Satu Kelas Dengan Jae-Hwo

Chapter 9 - Satu Kelas Dengan Jae-Hwo

"Tanpa sadar mendiskripsikan tentang wajahnya."

________

Pada saat jam istirahat aku pergi ke kantin sendirian karena teman-teman yang lain sudah membawa bekal sedangkan aku hari ini tak membawa bekal karena ibu terus membicarakan betapa tampannya Jae-Hwo. Sebal sekali saat mendengar ibu berkata begitu, seolah Jae-Hwo adalah putranya yang ia berikan kepada orang lain. Ibu juga menyayangkan So Young tak ikut kembali ke Jakarta. Bahkan ibu berencana untuk mengajak Jae-Hwo makan malam di rumah dan beruntungnya Jae-Hwo sudah memiliki asisten rumah tangga jadi ibu urung mengajaknya. Tapi aku yakin, ibu tak akan menyerah dan akan menemui asisten rumah Jae-Hwo untuk mengkorek informasi tentang apa pun yang ingin ibu ketahui.

Aku menaikkan bibir kiri ku ke atas saat melihat kerumunan para cewek di sekolah. Entah apa yang membuat mereka berkerumun seperti itu dengan membawa ponsel mereka. Uh, mereka seperti wartawan saja bila seperti itu.

Tunggu, aku melebarkan kedua mata ku saat melihat siapa yang dikerubuti para cewek tidak tau malu itu. Dia Jae-Hwo, tetangga kesayangan ibu yang baru kembali dari Seoul.

Jae-Hwo seperti gula yang dikerubuti oleh sekumpulan semut kelaparan. Astaga, menggelikan sekali para cewek-cewek di sekolah ini kecuali aku. Dan dia, mengenakan pemerah bibir ke sekolah. Sekalian saja dia bersaing dengan para siswi senior di sini. Saling adu, mana yang paling cantik dan pemenangnya pasti Jae-Hwo. Aku menggeleng melihat kerumunan yang semakin ramai, sebuah kerumunan yang membuat para siswa sebal melihatnya. Bukan sebal karena cemburu tapi karena berisik.

Seseorang menepuk pundak ku. "Kenapa kamu gak bilang kalo punya tetangga dan teman baik sedari kecil setampan Song Jae-Hwo?" Apa Derin juga mengidolakan Jae-Hwo.

Eh, tunggu!

"Darimana kamu tau kalo aku mengenal Jae-Hwo?" tanyaku pada Derin. Apa, Axelle yang mengatakannya pada Derin tapi sepertinya tidak karena Axelle sudah resmi pindah hari ini.

"Dia sendiri yang bilang saat perkenalan di kelas tadi dan bu Ambar tadi nyari kamu karena kamu di suruh mendampingi Jae-Hwo selama beberapa hari untuk beradaptasi dengan lingkungan sekolah."

Gendang telingaku mau lepas rasanya karena apa yang Derin katakan barusan. Kenapa aku harus satu sekolah dengan Jae-Hwo dan sekarang satu kelas dengan Jae-Hwo. Bisakah aku pindah kelas saja atau setiap hari latihan memanah dari jam pertama hingga jam terakhir sehingga aku tak perlu bertemu dengan Jae-Hwo di kelas.

Aku juga tak habis pikir, kenapa Jae-Hwo menyebut-nyebut nama ku saat sesi berkenalan tadi dan beruntungnya aku tak ada di dalam kelas. Jika aku berada di sana, ah ... sakit kepala ku membayangkannya.

"Dia langsung menjadi popular beauty mengalahkan Axelle!" puji Derin dengan wajah terkagum-kagum pada Jae-Hwo.

Aku hanya bisa melongo mendengarnya.

Bila di lihat-lihat, Jae-Hwo memang tampan dengan alis tidak tebal dan tidak juga tipis. Alisnya terbentuk sempurna dengan ketebalan yang pas. Terutama hidungnya yang mancung itu terlihat begitu licin seperti prosotan di taman kanak-kanak. Mata yang sipit itu di hiasi oleh bulu mata yang tidak lentik namun menambah kesan terang pada tatapan matanya. Bibir yang tipis berwarna merah itu terlihat mulus dan tak kering. Rambutnya yang berwarna hitam kecoklatan itu bila terkena sinar matahari seperti ini terlihat berkilau. Sebuah kilau yang tak kalah dengan kecerahan kulitnya yang bagus.

Jika di lihat-lihat, Jae-Hwo memang tampan dan bencana selanjutnya adalah Jae-Hwo melambaikan tangan ke arahku dan aku hanya menatapnya dengan wajah super datar. Saat ia bergerak untuk melangkah, aku harus pergi menghindarinya. "Aku beli makan siang dulu sebelum balik latihan!" pamit ku pada Derin.

"Tunggu, apa dia berteman dengan Axelle juga?" tanya Derin padaku dan itu adalah pertanyaan yang sangat tidak penting.

Aku hanya mengangguk dengan siap-siap untuk pergi ke kafetaria. Tapi Derin melanjutkan pertanyaannya lagi. "Apa dia tau kamu putus dengan Axelle?" Aku kesal mendengar pertanyaan ini dan jangan sampai Jae-Hwo tau aku pernah memiliki hubungan asmara dengan Axelle, apalagi sampai tau bila Axelle selingkuh dan hubungan kami berakhir. Tidak, dia tak boleh tau. Jika dia tau, dia pasti akan melabrak Axelle dan mereka akan baku hantam.

"Jangan pernah memberitahunya!" ancam ku pada Derin dan Derin terlihat terkejut dengan ancaman ku.

Derin menggeleng. "Mana berani aku membicarakan hal seperti ini kepada orang yang tak ku kenal!"

Aku memberinya jempol dan langsung pergi menuju kafetaria untuk membeli makan siang.

Setelah membeli makan siang, aku berjalan menuju taman untuk makan siang dan belajar di sana. Aku jarang mengikuti pelajaran di dalam kelas karena sibuk berlatih memanah. Sekolah ini memang memiliki aturan yang berbeda dari sekolah lainya. Murid yang memiliki bakat di dunia olahraga, akan di siapkan untuk menjadi atlit sekolah dan rutin berlatih dan jarang mengikuti pelajaran di dalam kelas. Sedangkan murid yang memiliki bakat di dunia seni, mereka juga memiliki keistimewaan sendiri, yaitu bisa menggunakan ruang seni dan musik kapan pun dan mengikuti bimbingan dari guru seni. Tak hanya itu, murid yang pintar matematika, sains serta beberapa mata pelajaran, mereka disiapkan untuk menjadi perwakilan sekolah dalam mengikuti olimpiade.

Ya, sekolah ini memang mendukung bakat dan kemampuan para murid.

"Kamu makan sambil belajar!"

Hampir saja aku tersedak oleh roti gandum yang akan ku telan karena suara Jae-Hwo yang tiba-tiba muncul. Dia duduk di depan ku dan sangat tidak sopan karena mengambil alih buku ku dan membolak-baliknya. "Ternyata, kamu atlit sekolah, ya!" gumamnya dan aku masih bisa mendengarnya.

"Aku mencari Axelle tapi tak menemukannya!"

Aku menyiapkan diriku untuk bersikap biasa saja agar dia tak mencurigai apa pun dari ku. Apalagi, dia pandai sekali menebak apa yang sedang ku alami dan aku benci itu. "Dia pindah sekolah!" jawab ku senormal mungkin.

"Kenapa dia pindah tanpa memberitahu ku?" suara Jae-Hwo sangat keras dan membuat murid yang berada di taman memperhatikan kami dan kini aku yakin, sebentar lagi pasti akan ada yang bertanya tentang hubungan ku dan Jae-Hwo sedekat apa.

Untuk menghindar dari pertanyaan-pertanyaan Jae-Hwo yang sangat tidak penting. Aku berdiri dari duduk ku sembari membereskan buku dan memasukkannya ke dalam tas lalu mengambil bekas bungkus roti dan botol air minum. "Aku latihan dan jangan mengikuti ku!"

Dia duduk di bangku dengan wajah bebek yang terlihat menggemaskan tapi aku tak suka melihatnya.

Ketika aku akan memasukkan sampah ke dalam tong sampah, tiba-tiba tiga orang siswi datang menghampiri ku. "Apa hubungan kamu dan Song Jae-Hwo dekat? Um, apa kamu bisa memberi nomor ponselnya pada kami?"

Baru saja aku membatin dan benar-benar terjadi. ''Minta sendiri padanya!" balas ku dengan membuang sampah lalu pergi meninggalkan mereka.

Saat berjalan di lorong menuju gedung olahraga memanah, lima orang kakak kelas yang tadi pagi ku lihat di toilet sibuk berdandan memblokir jalan ku. Sial, pasti ini karena Jae-Hwo. "Kenalkan aku pada Jae-Hwo!" Rupanya, kabar tentang aku adalah tetangga Jae-Hwo sudah menyebar.

"Dia lebih menghargai jika kakak berkenalan sendiri padanya, permisi!" balas ku dengan memaksakan senyum. Kapan lagi aku mengerjai kakak kelas yang sok cantik dan menyebalkan itu.

To be continued.