Chereads / Mr. Lipstik's / Chapter 3 - Kaca Untuk Mantan

Chapter 3 - Kaca Untuk Mantan

"Berkaca menggunakan kaca sebagai alat introspeksi diri adalah sebuah metafora."

_______

Sungguh pikiranku terlalu liar dan kesal. Aku berharap keluarga kami akan mengomeli Axelle karena selingkuh tapi ternyata mereka tak melakukan itu. Di luar pemikiran ku. Kedua orang tuaku menerima ucapan maaf dari keluarga Axelle dan itu membuatku kesal bahkan tercetak jelas pada wajah kak Lovelace, dia terlihat ingin memaki Axelle namun di tahan dan ia pun masuk ke dalam rumah dengan membanting pintu keras hingga membuat kami terkejut. Kakak ku lebih terlihat sebagai korban daripada aku sekarang.

Keluarga Axelle juga mengajak kami untuk makan bersama sebelum mereka pindah rumah. Karena barang-barang di rumah mereka sudah di angkut ke dalam truk, mereka mengajak kami untuk makan bersama di rumah kami dengan mereka yang memesan makanan. Sungguh lucu sekali tetangga kami yang akan pindah rumah ini. Dan, orang tuaku setuju saja. Sepertinya orang-orang di muka bumi ini harus mencontoh kebaikan keluargaku. Anaknya di selingkuhi dan mereka menerima permintaan maaf dari orang yang menghianati putrinya dengan sangat mudah tanpa amarah. Sekarang menyediakan tempat untuk makan malam bersama keluarga orang yang telah mengkhianati anaknya.

Orang tuaku memang pantas untuk mendapatkan penghargaan rekor muri untuk ini.

"Kami merasa sangat bersalah dan tak enak akan perbuatan Axelle kepada Roosevelt!" ucap ibu Axelle yang bernama Santia kepada kami saat kami selesai makan malam dengan menu makanan favorit keluarga kami.

Setidaknya mereka tau rasa sungkan dengan memesankan hidangan favorit keluarga kami.

"Maaf, saya memang salah dan tak pantas untuk Roosevelt!" Seharusnya dia mengatakan itu dari dulu saat pernyataan cintanya sempat ku tolak dan bodohnya aku malah menerima pernyataan cintanya yang kedua kalinya.

Seharusnya, aku fokus belajar karena sebentar lagi akan naik ke kelas dua belas. Terlebih akhir-akhir ini aku kesulitan belajar karena patah hati. Sungguh aku merasa bersalah pada masa depan ku. Bisa saja masa depan ku yang bersinar akan sedikit redup karena keteledoran ku ini. Tidak, aku tak akan mengadaikan masa depan ku yang cemerlang dengan masa patah hati yang harus di sudahi. Aku tak mau menyesal karena masalah ini.

Aku mengembuskan napas pelan, "Aku sangat menyesal karena membuang waktu belajar ku yang sangat berharga dengan berpacaran. Terlebih aku sudah satu minggu tak ada gairah belajar sehingga itu mempengaruhi peringkat ku di kelas nanti. Semua itu karena aku sedang patah hati dan sangat kesal karena dikhianati." Aku menekan kata dikhianati agar semua yang ada di meja makan ini tau bahwa aku benar-benar sangat kesal.

"Aku akan menebus semua keteledoran ku itu dengan belajar lebih giat lagi agar aku bisa mendapatkan beasiswa untuk kuliah di universitas baik dan mengapai cita-cita ku untuk menjadi seorang petani yang hebat untuk mencegah kekurangan beras di negri ini."

Semuanya menatapku dengan tatapan yang memiliki arti berbeda-beda. Tapi aku paling suka arti tatapan kak Lovelace, seperti 'aku suka gaya bicara mu ini adik ku tersayang dan itu adalah balas dendam yang menakjubkan'. Sedangkan tatapan ibu, aku tidak suka karena ibu tak setuju aku akan kuliah mengambil jurusan pertanian dan menjadi seorang petani. Tatapan mata ayah begitu membuatku merasa 'bukan itu maksudku ayah'. Ya, ayah mengira aku akan menjadi pegawai pemerintah di sektor pertanian padahal bukan itu maksudku. Arti tatapan mata kedua orang tua Axelle dan Axelle tidak ingin ku bahas.

"Jadi, hubungan kita selama ini sebuah keteledoran menurut kamu?" tanya Axelle dan kenapa aku menyebut namanya lagi.

Aku menggeleng, "Hubungan pertemanan kita sangatlah berarti bagiku dan kamu teman favorit ku sejak kecil karena kamu tidak menyebalkan dan selalu membelaku dari kejailan Jae-Hwo. Tapi," aku menjeda karena merasa sungkan pada kedua orang tua kami tapi kak Lovelace memegang tangan ku dan memberikan keberanian untuk ku agar mengatakannya.

Jadi aku melanjutkannya, "Hubungan asmara kita adalah kecerobohan dan itu tak seharusnya terjadi. Aku harap, tidak ada yang tersinggung tapi bila tersinggung tak mengapa karena apa yang kalian rasakan bukan tanggung jawab ku, begitu pula dengan apa yang aku rasakan bukan tanggung jawab kalian.'' Apakah aku bocah SMA kelas sebelas yang sangat bijak sekarang.

"Paket!" teriak dari luar rumah dan itu adalah kurir yang membawakan paket hadiah spesial untuk Axelle. Aku memang meminta barang di kirim hari ini juga menggunakan jasa kirim cepat, maka dari itu aku membeli dari toko yang dekat dengan kompleks perumahan kami.

"Itu paket hadiah perpisahan untuk Axelle sudah datang!" ucapku untuk segera kabur dari suasana yang berubah menjadi kabut pekat karena ucapan ku barusan.

Paket sudah ku terima dan Axelle sangat bersemangat untuk membuka paket hadiah dari ku. Mungkin dia mengira jika ini adalah hadiah pigora foto atau lukisan. Saat sudah terbuka, dia terkejut melihat pantulan wajahnya dalam kaca itu, termasuk keluarga kami. Semuanya terkejut akan hadiah ini. Aku suka dengan reaksi ini. "Aku harap kamu akan berkaca setiap hari agar tak berprilaku seenaknya lagi!" ucapku dan ucapan ku memunculkan kabut pekat lagi namun senyum cerah di bibir kak Lovelace.

Setelah menerima hadiah luar biasa untuk introspeksi diri, Axelle dan kedua orang tuanya berangkat untuk ke rumah baru mereka tanpa memberikan hadiah balik pada ku. Oh benar, mereka telah memberi kami hadiah makanan yang akan dicerna oleh perut kami lalu terbuang di pembuangan. Sangat bermanfaat untuk mengisi perut kami yang lapar dan hadiah ku sangat bermanfaat untuk Axelle.

"Darimana kamu mendapatkan ide hadiah luar biasa menyakitkan bagi penghianat itu?" tanya kak Lovelace padaku di beranda rumah setelah aku mendapatkan dua jempol dari ayah dan ibu yang ternyata diam-diam menahan emosi untuk citra mereka.

Aku tertawa tanpa suara, "Karena dia tak pernah berkaca dan selalu seenaknya sendiri jadi sangat pas mendapatkan hadiah sebuah kaca dengan panjang seratus lima puluh!"

"Adik ku ini memang anak SMA yang cerdas dalam membalaskan dendam!" tawa kak Lovelace begitu puas.

"Oh, ada truk ekspedisi. Apa ada barang keluarga Axelle yang tertinggal?" Aku bertanya pada diri ku sendiri saat melihat truk ekspedisi yang berhenti di depan rumah kosong yang ada di samping rumah ku.

"Sepertinya tidak karena berhenti di depan rumah Jae-Hwo! Apa rumah itu akan di jual sehingga truk ekspedisi datang kemari untuk mengosongkan rumah mereka?"

"Entahlah!" Jika itu benar terjadi, aku merasa sedih karena sudah lama tak bertemu dengan So Young. Meski kita sering mengobrol melalui telekomunikasi.

"Ibu pasti sedih kehilangan tetangga favoritnya. Keluarga mereka pindah sementara ke Seoul saja membuat ibu menangis apalagi jika mereka pindah permanen!"

"Bagus jika itu terjadi karena aku gak mau bertetangga dengan Jae-Hwo lagi." Ya, aku tak menyukai Jae-Hwo karena dia menyebalkan dan selalu mendapatkan pujian dari ibu setiap waktu.

To be continued.