Chereads / Aku Bukan Istri Setia / Chapter 27 - Bercinta Ketika Rumah Lagi Ramai

Chapter 27 - Bercinta Ketika Rumah Lagi Ramai

Hari ini, Mayang sengaja mengambil cuti. Dia sudah merencanakan jauh-jauh hari untuk mempersiapkan acara ulang tahun Novi yang ke lima belas tahun.

'Bu Mayang, kenapa tidak masuk hari ini?'

Sebuah pesan Mayang baca ketika tengah menyuruh orang untuk menata dekorasi. Dia memutar mata jengah saat mendapati pesan itu dari Daud, berondong yang seolah gencar mendekatinya.

'Hari ini anak saya ulang tahun, Pak.' Mayang membalas dengan bahasa yang seformal mungkin, supaya terkesan ada jarak. Mayang memang kurang suka meladeni berondong.

'Oh, begitu, Bu. Acaranya dimulai jam berapa? Saya ingin hadir.'

'Jam tujuh malam, Pak. Tapi, ngapain bapak hadir? Ini kan acara khusus Novi dan teman-teman sekelasnya.' Mayang membalas ketus. Bodo amat mau sakit hati. Biar Daud tahu diri dan tidak mendekatinya lagi.

'Iya, enggak apa-apa, Bu. Itung-itung pendekatan dengan Novi.'

Mayang terbelalak. Pendekatan? Maksudnya?

'Pendekatan bagaimana maksudnya Pak?' Mayang semakin gusar. Daud semakin tidak jelas saja. Apa mungkin dia ingin mendekati Novi supaya bisa mendapatkan hati Mayang?

'Maksud saya silaturahmi saja, Bu. hehe….'

Mayang mendengus pelan. Langsung saja dia mematikan ponselnya dan menyimpannya ke dalam saku. Hari ini dia tidak ingin diganggu oleh siapapun. Terlebih Daud yang sok ganjen kepadanya.

'Dasar pemuda, tingkah lakunya mudah ditebak. Caramu yang terang-terangan itu malah membuatku risih.' Mayang bergumam sesaat, sebelum terfokus dengan orang-orang yang dia suruh menata dekorasi.

"Wah, sudah siap sih dekorasinya."

Mayang langsung membalikan badan. Hampir dia terjingkat saat mendapati tubuh besar Marwan di hadapannya.

"P-Pak Marwan." Mayang tergeragap.

Marwan hanya nyengir melihat reaksi Mayang. Cengirannya tampak nakal dari kumis yang naik sebelah.

"Tidak usah kaget seperti itu Bu Mayang, saya ke sini Cuma mau mengembalikan kunci mobil."

Marwan menyodorkan kunci mobil yang sengaja Mayang tinggalkan semalam. Gara-gara kelakukan pria di hadapannya ini yang semena-mena. Menganggapnya pelampiasan hasrat saja tanpa adanya kepastian.

"Jangan marah lagi Bu Mayang. Jangan pernah berpikir kalau saya berniat mempermainkan Bu Mayang. Saya bukan tipe orang seperti itu."

Mayang langsung mendongak. Ditatapnya mata Marwan yang tenang, tapi terlihat serius. Entah kenapa, sulit baginya untuk marah lama kepada Marwan.

"Aku ingin bicara serius dengan kamu, Mayang. Tapi bukan di sini." Marwan merubah perkataannya menjadi 'aku' 'kamu'. Tanda apa yang dia bicarakan bukan hal yang main-main.

"Kita ke belakang sekarang." Marwan memerintah. Sekilas dia melihat para pekerja yang sibuk memperbaiki dekorasi dan berlalu begitu saja ke belakang. Mungkin di dapur atau halaman belakang.

Mayang masih di tempat. Bukan karena dia masih marah dengan Marwan, tapi dia takut. Kalau berduaan dengan Marwan. Dia tidak bisa menahan diri. Selalu saja berakhir dengan deru nafas yang nikmat.

Apalagi suasana rumah masih ramai, bisa malu kalau sampai ketahuan. Namun di sisi lain, ini seperti sebuah tantangan. Bermain cinta di tengah rumah yang ramai. Mayang menjadi penasaran. Tidak sadar jantungnya memompa lebih cepat. Berdesir-desir.

Marwan melongokan kepala dari belakang. Memberi kode kepada Mayang untuk segera mendekat. Sepertinya dia sudah menunggu lama, tapi Mayang tidak muncul juga.

Mayang terkesiap sesaat. Tidak segara melangkah ke belakang. Terlebih dahulu berbicara dengan para pekerja.

"Bapak-bapak saya ke belakang dulu ya, mau menyiapkan minuman. Bapak-bapak mau minum apa?"

"Kopi saja, Bu."

"Saya teh saja."

"Saya juga kopi, Bu. tapi kalau bisa dicampur dengan susu." Pekerja terakhir menyeloroh sambil matanya jelalatan. Biasanya Mayang tidak segan untuk membentaknya langsung, tapi dia sudah sempat lagi. Seluruh tubuhnya menginginkannya untuk menemui Marwan sekarang juga.

"Baik, saya ke belakang dulu."

Mayang langsung menyusul Marwan. Tidak ada yang tahu betapa keras genderang nafsu yang membara di benak Mayang. Nafasnya menderu-deru tidak karuan.

"Kenapa lama sekali?" Marwan berang.

Mayang tidak segera menjawab karena deru nafasnya yang tidak teratur. Astaga, dia benar-benar sudah bernafsu.

"Aku tegaskan sekali lagi. Aku bukan tipe orang yang suka main-main dalam suatu hubungan. Aku memang serius mau menikahi kamu asalkan benar kalau bayi yang ada di kandunganmu itu anakku."

"P-pak, tolong masukin saya."

Marwan mengernyitkan dahi. Jawaban Mayang tidak nyambung.

"Masukin apanya?"

Mayang mendesis sambil memejamkan mata. Seharusnya tanpa perlu menjawab. Marwan bisa menangkap sinyal-sinyal betina yang kepanasan ini.

"Di sini banyak orang…."

Perkataan Marwan terpotong karena tiba-tiba Mayang membelakanginya. Sukarela menaikan dasternya sendiri. Marwan terlihat meneguk ludah. Apalagi melihat ekspresi Mayang yang memelas.

"Kamu serius mau melakukannya?"

Mayang mengangguk cepat. Wajahnya memerah sambil terlihat mengigit bibir. Nakal sekali.

"Ok lah, kalau itu mau kamu."

Dengan gesit Marwan melepaskan celananya. Melakukannya dengan pelan. Tidak ingin ada suara yang terdengar sampai depan.

Namun, Mayang justru memaju-mundurkan tubuhnya sendiri. Membuat Marwan terkejut. Terlebih lagi Mayang yang sudah mulai mengeluarkan suara.

"Jangan berisik!" Marwan berbisik setelah menempatkan tangan kekarnya di mulut Mayang. Betina satu ini memang nakal sekali. Segitunya sampai tidak melihat situasi.

Tidak menunggu waktu lama, Mayang mengeluarkannya. Klimaks pertama yang hebat. Marwan sampai harus menangkap tubuh Mayang yang hampir terjatuh ke lantai saking lemasnya.

"Saya harus pergi ke sekolah dulu." Marwan sudah merapikan pakaian dinasnya tadi. Terburu-buru yang membuat Marwan tidak leluasa. Mayang yang sedang terduduk di lantai kecewa. Dia bahkan tidak rela Marwan berlalu meninggalkannya.

"Sebentar."

Marwan balik lagi. Dia jongkok. Dilumatnya bibir lebar Mayang sampai belepotan kemana-mana. Mayang selalu suka dengan permainan bibir Marwan. Walau hanya sesaat saja, sebagai penutup persenggamaan mereka.

"Aku rela kamu apakan saja Marwan, khusus kamu. Hanya kamu." Mayang bergumam tak lama setelah Marwan pergi.

Dia bangkit dari tempatnya duduk. Merapikan diri. Membuat minuman kepada para pekerja. Dia terlihat tanpa beban melakukannya setelah melepas hasrat.