Chereads / Aku Bukan Istri Setia / Chapter 29 - Melabrak

Chapter 29 - Melabrak

Mayang mengambil beberapa helai pakaian minim itu. Gemetar tangannya tatkala merentangkannya. Satu persatu terkuak pakaian yang tidak sepantasnya dihadiahkan kepada Novi.

"Apa-apaan ini? Kenapa Marwan menghadiahkan Lingerie dan Bikini?"

Rasanya Mayang ingin menangis saat itu juga. Kecurigaannya terbukti. Bahwa Marwan ternyata adalah predator yang tidak memilih mangsa. Bahkan remaja sekecil Novi yang seharusnya menikmati masa remajanya, justru mulai dicekoki oleh hal kotor seperti ini.

Obsesi berlebihan Mayang membuat wanita itu mengabaikan sisi buruk Marwan. Pria itu ternyata tidak baik. Mayang harus menghilangkan perasaan itu juga. Tidak ingin terjerumus terlalu dalam. Apalagi sampai melibatkan Novi.

"Aku boleh rusak, tapi anakku jangan. Masa depannya masih panjang." Mayang menandaskan. Dia memang menginginkan Marwan, tetapi jangan pernah mengabaikan sisi buruk dari pria itu yang sangat bisa membahayakan Novi.

"Aku harus menjauhkan Novi dari Marwan. Begitupun aku yang perlahan akan melupakan pria itu. Aku sangat menyayangi Novi. Tidak mau kami berdua rusak gara-gara pria tidak tahu diri itu." Mayang berikrar.

Mayang menghela nafas. Tidak mudah baginya memutuskan hal ini, tapi dia harus melakukannya demi masa depan dirinya dan juga Novi.

Esok harinya, dia hendak mengutarakan keinginannya itu di meja makan. Novi terlihat diam saja. Masih marah soal semalam.

"Nak," Mayang mulai pembicaraan. Sikapnya kini lebih keibuan untuk mendekati Novi.

Novi hanya melirik sekilas, kemudian melanjutkan makan dengan cuek.

"Tolong, mulai hari ini kamu jauhi Pak Marwan ya."

Mayang sudah sangat hati-hati berkata. Namun, Novi terlihat berang. Tidak menerimanya.

"Ibu kenapa sih? Memangnya apa yang salah dengan Pak Marwan sampai ibu memintaku menjauhinya?" Novi menghunus pandangan tajam. Menancap langsung ke ulu hati.

"Bukan begitu, Sayang. Tidak ada yang salah dengan Pak Marwan. Beliau adalah orang yang baik. Sebagai kepala sekolah, dia juga terlihat bijaksana dan disegani." Mayang sengaja membagus-baguskan Marwan supaya Novi tidak salah faham.

"Tapi, kamu dan beliau itu berbeda, Sayang. Usia kalian terpaut jauh. Dua kali lipat lebih. Beliau lebih pantas menjadi bapak kamu dibandingkan pasangan." Mayang menjabarkan sejelas-jelasnya tanpa ditutup-tutupi. Dia ingin anaknya itu berpikir ulang, sebelum semuanya menjurus ke hal yang tidak diinginkan.

"Maksudnya Pak Marwan itu lebih pantas sama ibu begitu? Ibu mau merebut Pak Marwan dariku?"

Mayang syok. Seorang Novi bisa berbicara sepicik itu. Menganggap Mayang adalah perebut pasangan anaknya sendiri.

Duh Gusti, Apa yang dilakukan Marwan sampai otak anaknya tercuci seperti itu. Sebenernya apa yang diinginkan pria itu. Setelah berhasil menanam benih ke perut Mayang, sekarang dia mengincar Novi, Anak yang Mayang jaga kehormatannya sampai dia menemukan suami yang tepat.

"Ibu sama sekali tidak bermaksud seperti itu. Namun satu hal yang harus kamu tahu, Novi. Ibu tidak mau kalau sampai terjadi apa-apa denganmu."

"Novi, dengarkan ibu dulu! Ibu belum selesai berbicara."

Mayang tergopoh menyusul anaknya sampai ke ruang tamu. Anak itu berhenti sejenak. Pandangannya langsung menyebar mencari sesuatu. Kado dari Marwan yang Mayang sudah buka isinya diambilnya.

"Jangan bawa kado itu, Novi."

Terlambat. Novi sudah terlanjur pergi. Mayang memegang perutnya sambil mempercepat jalan. Namun, apa daya. Dia tampak kesusahan mengejar Mayang yang sudah menghilang diujung gang.

Mayang langsung mengalihkan pandangan ke Marwan yang sedang bersama istrinya. Mereka berjalan beriringan menuju mobil. Mau berangkat kerja.

"Eh, Bu Mayang. Ada apa Bu?" sapa Marwan saat Mayang mendekat. Pria itu langsung menoleh begitu tamparan keras mendarat.

"Apa yang kamu rencanakan terhadap anak saya hah!" Mayang membentak. Dia harus berani tegas terhadap Marwan.

"Eh, ini maksudnya apa ya, Bu. tampar-tampar suami saya." Laila angkat bicara. Mayang tahu namanya dari name tag yang dia pakai. Dia ternyata adalah bidan yang bekerja di salah satu rumah sakit swasta.

Marwan memberikan kode kepada istrinya untuk mundur. Pria itu ingin menghadapi Mayang sendiri.

"Rencana apa yang Bu Mayang maksud?"

"Enggak usah pura-pura, Pak. Pak Marwan pasti punya niat buruk kan terhadap anak saya sampai-sampai menghadiahkan pakaian seksi yang sama sekali tidak pantas dipakai olehnya."

Marwan mengernyit dahi. Sedangkan, Laila tersenyum samar. Entah apa maksud dari senyuman itu.

"Saya berani sumpah kalau saya tidak melakukannya. Saya ini kepala sekolah, Bu. Mana mungkin saya menjerumuskan anak didik saya sendiri."

Mayang berang. Marwan bertingkah orang yang bijaksana, padahal aslinya brengsek. Pinter sekali dia berakting.

"Dasar munafik! Bajingan!"

"Eh, jaga omongan Ibu ya. Jangan sembarangan bicara." Laila langsung memperingatkan Mayang. Istri mana yang diam saja kalau suaminya dihina di depan mata.

"Itu sudah menjadi rahasia umum kalau suami kamu ini memang player dan kamu termasuk korbannya kan?" Mayang tidak gentar menyerang Laila. Terbukti wanita itu langsung diam.

"Saya enggak mempermasalahkan dia mau main-main sama siapa. Tapi, jangan sama anak saya. Novi masih kecil."

"Anakmu itu ada bibit pelakor. Masih kecil tapi gelayutan manja sama suami saya. Harusnya, Ibu bilangin anak ibu, stop menjadi gadis murahan, Atau jangan-jangan ibunya sendiri yang mengajarkannya seperti itu!" Laila berkata dengan nada mengejek. Dia tidak pernah tahu bagaimana Mayang kalau sedang emosi. Sebuah pukulan langsung melesat ke perut Laila.

AW!

"Sayang!" Marwan berseru cemas. Dia langsung menangkap tubuh langsing istrinya yang tengah meringis kesakitan. Mayang yang melihatnya seketika mengalihkan pandangan. Dia terbakar melihat keromantisan itu.

"Bisa tidak kalau marah tidak perlu main fisik!" Suara bass Marwan menggema. Pria itu tidak peka tentang siapa yang paling sakit di sini. Mayang yang tidak pernah diberi kepastian. Mayang yang terluka karena anaknya yang memusuhinya. Mayang yang tidak layak mendapatkan perlakukan sama seperti istri-istri Marwan yang lain padahal jelas-jelas dia mengandung anak Marwan.

"Hari ini, enggak usah berangkat kerja ya, Sayang. Biar nanti saya yang bilang kepada atasan kamu." Manis sekali perlakukan Marwan. Sayang sekali dia sama istrinya. Sedangkan, Mayang tidak pernah diperlakukan seperti itu.

"Enggak usah, Mas. Enggak apa-apa kok." Laila merespon dengan lembut dan manja, seolah ingin mengejek Mayang.

Marwan pun membantu istrinya masuk ke dalam mobil. Tanpa menghiraukan Mayang yang tengah menangis.

"Kamu jangan menuduhku yang tidak-tidak ya. Kado yang saya kasih kemaren isinya adalah buku paket buat Novi, supaya rajin belajar. Jangan drama seolah-olah saya bermaksud buruk dengan Novi."

Marwan menandaskan sebelum masuk ke mobil itu dan berlalu. Membuat Mayang tercenung sesaat. Kalau memang apa yang dikatakan Marwan benar, terus siapa yang menukar isi dari kado itu?