Mayang sengaja langsung pulang untuk menjemput Novi, tapi sesampainya di sekolah, dia tidak mendapati Novi di mana pun.
"Ya, Ampun. Kamu di mana Nak?" Mayang resah. Air bening bermuara. Sedari tadi, dia berusaha untuk menghubungi Novi, tapi tidak angkat.
Terus kepikiran membuat Mayang tidak berdaya, terlebih kondisinya yang sedang hamil. Mendadak dia merasakan kepalanya pusing.
"Bu Mayang enggak apa-apa?"
Mayang jatuh ke pelukan seorang pemuda yang tidak lain adalah Daud.
"Pak Daud, ngapain di sini?" Mayang bertanya. Tidak ketus seperti biasanya karena kondisinya lemah. Terlebih dia butuh seseorang untuk menolong dirinya yang lemas.
"Saya lihat Bu Mayang seperti banyak masalah. Wajah ibu juga pucat. Makanya sepulang dari kantor tadi, Saya membuntuti Ibu. Takutnya kenapa-napa."
Mayang trenyuh mendengarnya. Pemuda yang selama ini dia tolak, tapi masih saja mau berbuat baik dengannya. Sedangkan Marwan, orang yang dia kagumi, nyata-nyata telah mengacuhkannya.
"Lebih baik sekarang, saya bawa ibu ke rumah sakit ya." Daud menawarkan. Mayang hanya mengangguk lemah. Kepalanya pusing. Matanya berkunang-kunang. Namun, dia masih sadar dengan kehangatan tubuh Daud yang kekar.
Mayang membuka mata. Mendapati dirinya berada di sebuah ruangan VIP. Dia pingsan ketika perjalanan ke rumah sakit sampai malam menjelang.
Mayang menoleh. Terlihat kepala yang sedang terbenam di atas ranjang sampingnya. Daud yang menungguinya sampai ketiduran.
Mayang mengamati wajah pria itu yang memang kebetulan menghadapnya. Kalau diperhatikan Daud memang tampan. Tak ayal, jika dia menjadi bahan bergunjingan rekan-rekan wanita, terutama yang masih jomblo. Mayang terlibat juga, tapi dia tidak begitu tertarik.
Alisnya yang tebal, wajahnya yang berjambang tipis, tapi kasar. Membuat Mayang merasa ada sesuatu yang tersembunyi dari Daud. Dia bukan pria polos, tapi bandel seperti pria kebanyakan. Namun, sikapnya yang selama ini lembut dan sopan kepada Mayang, membuat Mayang sampai memvonisnya sebagai pria lembut.
Drrtt…Drttt….
Terlihat sebuah Iphone bergetar di atas nakas. Pasti punya Daud. Pria itu tampak tertidur pulas tanpa menyadari ponselnya berbunyi.
Mayang menjangkaunya. Bodo amat kalau dikira tidak sopan. Dia sangat ingin tahu tentang pribadi Daud yang mungkin akan terkuak melalui ponselnya. Dia ingin tahu seberapa badung pria ini.
Begitu layar digeser. Alangkah terkejutnya Mayang saat mengetahui deretan cewek yang mengantri di chat Daud. Bukan kaleng-kaleng wanita yang ngechat Daud. Mulai dari gadis sampai ibu-ibu. Nyaris semua cantik.
Mayang serasa ditampar oleh ketidakyakinannya sendiri terhadap Daud. Pria itu tidak sepolos yang dia kira. Bahkan bisa dibilang ini adalah versi mudanya dari Marwan. Begitu liar dan beringas. Sampai-sampai banyak chat tertimbun hanya gara-gara ingin mendapatkan balasan perhatian Daud.
Mayang memeriksa isi dari pesan itu satu persatu yang kebanyakan belum dibuka. Alangkah tidak punya etikanya kalau Mayang membuka semua isi dari pesan itu. Namun, rasa ingin tahunya lebih menguasai.
Mayang mengambil jalan tengah. Dia mencari salah satu chat dari ibu-ibu sama seperti dirinya. Dia ingin tahu bagaimana cara berondong seperti Daud memperlakukan wanita yang lebih dewasa.
'Daud, Sayang. kamu kemana saja. Aku kangen dengan tongkat besar kamu.' Isi pesan seorang wanita parubaya lengkap dengan foto nungging. Menunjukan sesuatu yang mekar di sana.
Mayang syok. Sampai segitunya wanita itu merendahkan harga dirinya hingga mengirim foto yang tidak pantas itu kepada Daud.
Dia menggeser layarnya ke bawah. Melihat riwayat pesan antara Daud dan tante nakal itu. Rupanya, Daud juga melayaninya. Kata-katanya juga sangat liar layaknya bajingan. Mayang dibuat geleng-geleng kepala dibuatnya.
'Sial! ternyata Daud buas juga.' Mayang bergumam.
Mayang menelitinya sampai habis. Tersisa chat-chat dari tante nakal itu yang tidak dibalas. Tante itu sepertinya ketagihan untuk bersenggama. Terlihat begitu intensnya dia mengirim pesan. Namun, entah kenapa Daud tidak membalasnya.
Setelah selesai, Mayang kembali meletakan ponsel itu. Dia menahan diri untuk membaca chat dari yang lain karena pasti isinya sama. Membuat Mayang membayangkan hal yang tidak-tidak nantinya.
Aliran darahnya sangat cepat. Berdesir-desir. Jujur saja, dia terangsang membaca chat dari Daud. Perkataannya itu bajingan sekali. Sama persis seperti Marwan saat dulu mendekatinya. Walau kenyataannya setelah menanamkan benih, Mayang diacuhkan begitu saja.
Pria seusia Daud adalah matang-matangnya Pria. Tenaga besar ditunjang dengan perawakan seksi. Pastilah itu yang menyebabkan puluhan wanita tergoda sampai mengirim pesan yang tidak-tidak. Mayang menjadi penasaran bagaimana isi dari dalam baju ketat itu. Terukir kokoh, sixthpack. Sangat menggoda untuk disentuh bahkan dipeluk.
"Ish, aku kok ikut-ikutan suka sih."
Mayang mengulum bibir. Menyembuyikan wajahnya yang terlihat tersenyum. Terlebih saat meneliti tubuh kekar Daud yang ukurannya dua kali lebih besar darinya. Pundaknya yang kokoh menjuntai lengan besarnya. Yang membuat Mayang menyesal kenapa baru mengamatinya sekarang.
Namun Mayang berusaha menepis bayangan yang tidak-tidak. Sudah cukup dia diperdayai oleh Marwan. Sampai anaknya nyaris menjadi mangsa. Dia harus pandai mengendalikan diri. Jangan sampai arus nafsu membuatnya menyesal seumur hidup.
Novi!
Mayang menjerit tatkala teringat anaknya. Sontak saja membangunkan Daud yang terlelap.
"Ada apa Bu Mayang?"
"Pak, tolong antarkan saya pulang. Saya ingin mengecek apakah anak saya sudah pulang atau belum."
Daud mengerjap-erjapkan mata sejenak. Mengumpulkan kesadarannya. Caranya mengucek-ucek mata itu terlihat maskulin sekali. Astaga.
"Memangnya kondisi ibu sudah membaik?"
"Sudah Pak, saya baik-baik saja. Saya tidak ingin di sini. Terus-terusan kepikiran anak saya."
"Baik, kalau begitu saya bilang kepada dokter piket dulu ya."
Setelah mengurus administrasi, Daud memapah Mayang menuju mobilnya. Mayang menikmati setiap detik kedekatan dengan Daud. Pemikirannya tentang pria yang lebih muda berubah sekarang. Daud terlihat mempesona di matanya.
"Bu Mayang kok liatin saya seperti itu?"
"Masa lihat saja enggak boleh?" Mayang mulai ketus. Daud tertawa.
"Boleh saja. Apa sih yang enggak buat Bu Mayang."
"Jangan sok kecakepan deh." Mayang membuang mukanya yang terlihat tersenyum.
Sampai di rumah, Mayang tidak menemukan Novi di kamar. Dia berkeliling rumah memanggil anak itu, tapi tidak ada siapapun.
"Kenapa Bu?" Daud yang sedari tadi memapah Mayang bertanya.
"Anak saya belum pulang, Pak." Mayang tidak bisa menyembuyikan rasa sedihnya.
"Mungkin dia sedang menginap di rumah temannya, Bu. Sudahlah jangan terlalu overthinking."
Mayang menegakkan kepalanya. Agak tersinggung dengan perkataan Daud yang meremehkan.
"Kamu tidak tahu rasanya punya anak. Jadi jangan sok menasehati saya."
Yang dibentak bukannya merasa bersalah malah menahan senyum. Entah apa yang dipikirkan pemuda itu. Mungkin dia merasa Mayang cantik kalau galak begitu.
"Maaf, Bu. bukannya saya sok lebih dewasa dari Bu Mayang, tapi Bu Mayang harus pikirkan juga kesehatan Bu Mayang. Kalau Bu Mayang drop. Bagaimana bisa mencari Novi."
Mayang terdiam. Logika yang dituturkan Daud ada benarnya. Namun, mana bisa menghilangkan kerisauanya. Mayang baru bisa tenang kalau bisa melihat Novi.
Mayang tidak melawan tatkala Daud membimbingnya untuk duduk di sofa. Dia permisi ke belakang dan kembali dengan membawa air minum.
"Minum dulu, Bu. Supaya tenang."
Mungkin karena kurang konsentrasi. Mayang kurang kuat mengenggam gelas. Sampai gelas itu terjatuh mengenai tubuhnya.
"M-maaf, Bu." Daud segera mengambil beberapa helai tissue di meja dan menyodorkannya kepada Mayang.
"Kamu hati-hati makanya." Mayang berseru. Padahal jelas-jelas dia yang salah.
Setelah mengelap pakaiannya ala kadarnyaa, Mayang menyuruh Daud untuk membopongnya menuju lantai dua. Namun, karena lantai licin tertumpah air, Mayang terpeleset dan jatuh tepat ke pelukan gagah Daud. Mayang bisa merasakan kerasnya otot dada gempal yang menghimpit bulatan indahnya.
Tiba-tiba, di saat yang bersamaan, pintu utama terbuka. Terlihat Novi yang mengangga menyaksikannya.