"Kamu sudah pulang Nak?"
Mayang terlihat salah tingkah. Segera melepas pelukan Daud dan menghampiri Novi.
Yang dihampiri malah beringsut ke kamar. Tidak memperdulikan Mayang yang tertatih. Novi terlihat mengemasi barang-barangnya. Tampaknya dia masih marah dengan Mayang.
"Kenapa kamu mengemasi barang-barang kamu, Nak?" Mayang memegang dadanya trenyuh. Sakit sekali rasanya dimusuhi anak.
Novi menghunus pandangan. Koper yang sudah penuh oleh barang diseretnya keluar.
"Tolong, jangan tinggalkan Ibu, Nak. Ibu tidak punya siapa-siapa lagi selain kamu, huhuhu."
Tangis Mayang pecah. Gadis itu terdiam. Seperti tidak tega.
"Itu gara-gara Ibu yang jahat. Memisahkan aku sama Pak Marwan."
Mayang tersedu. Siapalah Marwan sampai membuat ibu dan anak itu bertengkar. Kalau memang Marwan yang diinginkan Novi. Maka tidak ada yang bisa Mayang perbuat lagi.
"Baik, Ibu izinkan kamu berhubungan dengan Pak Marwan. Ibu tidak akan mencampuri hubungan kalian." Mayang berkata pada akhirnya.
Novi yang mendengarnya langsung membalikan badan. Wajahnya yang semula mendung, kisut berubah cerah.
"Beneran Bu? Makasih ya Bu."
Novi memeluk erat ibunya. Begitupun Mayang yang tidak kalah erat. Tidak ada yang lebih baik selain berkorban untuk anak. Walau dia harus mengorbankan perasaannya sendiri.
"Sekarang kamu tata kembali barang-barang kamu. Ibu tidak mau ada acara pergi dari rumah lagi. Menghilang tanpa kabar lagi." Mayang mewanti-wanti. Novi hanya mengiyakan. Gadis manis itu terlihat bahagia karena hubungannya direstui oleh orang tuanya. Hal yang mengkhawatirkan bagi Mayang sebenernya. Dia tidak pernah tahu apa yang akan dilakukan Marwan kedepannya terhadap anak gadisnya itu.
Setelah menemani Novi sampai tertidur, Mayang beranjak keluar dari kamar tepat di hadapan Daud yang menanti di ambang pintu.
"Novi sudah tertidur, Bu. Mari saya antar ke lantai dua."
Kalimat barusan terdengar nakal di telinga Mayang. Novi sudah tertidur. Tinggal dua orang dewasa. Sebuah kesempatan memadu kasih. Astaga, kenapa harus ada pikiran sekotor itu sekarang.
Apalagi saat dua bulatan indahnya menempel ketat di lengan besar Daud. Sekilas Mayang melihat tongkat yang membesar di balik celana. Jelas sekali pria itu terangsang.
Begitupun Mayang. Bawahnya berkedut hebat. Terlebih aroma maskulin Daud begitu mengugah selera. Rasanya ingin mengenggam dan meremasnya saja.
"Sekarang Bu Mayang istirahat. Kalau semisal Bu Mayang tidak bisa bekerja besok. Saya sudah siap dengan surat keterangan dari dokter. Saya akan memberikannya kepada atasan." Daud berkata panjang lebar sambil tersenyum. Terlihat kikuk. Karena tatapannya mengarah ke baju Mayang yang basah.
"Makasih ya Pak sebelumnya."
"Sama-sama, Bu. Kalau begitu saya pulang dulu."
"Pulang? Memangnya pulang naik apa, Pak? Bapak kan enggak bawa mobil." Ketika Mayang nyaris pinsan di sekolah. Daud sengaja menggunakan mobil Mayang. Sedangkan Mobilnya sendiri, dia suruh orang untuk membawanya pulang.
"Aduh, Bu. Gitu saja kok bingung. Kan ada taksi online. Lagian, mana ada orang yang mau menculik saya." Daud berkelakar. Pria itu tidak sadar apa. Kalau banyak tante-tante berkeliaran malam-malam mencari berondong. Mayang terkekeh.
"Menginap di sini saja, Pak. Sudah malam ini. Tanggung. Besok sekalian kita berangkat kerja sama-sama."
"Beneran Bu? Terus saya tidur di mana? Enggak mungkin kan di kamar Ibu?" Daud mengerling nakal. Sama persis dengan Marwan.
"Iya enggaklah. Pak Daud tidur saja di kamar sebelah. Kebetulan kosong." Mayang berkata ketus. Padahal sejujurnya dia suka sekali digoda seperti itu.
Raut wajah Daud tampak kecewa. Namun, dia memaksakan diri untuk tersenyum. Sungguh pria yang sangat manis.
"Ya sudah, kalau begitu saya ke kamar sebelah Bu. Bu Mayang langsung istiharat saja. kalau ada apa-apa tinggal panggil nama saya, saya pasti akan langsung menolong Bu Mayang." Daud menyediakan dirinya. Sebagai lelaki yang penuh tanggung jawab. Dan baru terlihat sekarang gaya lelaki itu yang tengil, tidak seperti kemaren yang terlihat jaim sopan. Mayang lebih suka kalau Daud menunjukan aslinya seperti sekarang.
Mayang menutup pintu setelah memastikan Daud tenggelam di kamar sebelah. Wanita itu langsung melepas pakaiannya dan menggantinya dengan baju tidur. Mayang sengaja tidak memakai dalaman, karena menurutnya lebih nyaman saja.
Mayang mulai merebahkan diri. Memejamkan mata.
Lima menit.
Sepuluh menit.
Tiga puluh menit.
Beberapa kali Mayang mengganti posisi tidurnya. Namun tak kunjung dia terlelap. Pikirannya kacau gara-gara melihat tongkat sakti Daud. Begitu besar dan keras. Seolah tidak sabar ingin keluar dari sarangnya.
'Kira-kira Daud lagi apa ya?'
Mayang bangkit dari ranjangnya. Pelan-pelan menghampiri kamar sebelah. Pintunya sedikit terbuka. Mayang tidak melihat Daud di atas ranjang.
Samar-samar dia mendengar suara erangan. Suaranya berasal dari dalam. Sepertinya Daud berada di dalam kamar mandi.
Mayang menerobos masuk. Jantungnya berdegup kencang dengan apa yang dilakukan pria itu.
Ternyata pintunya dibuka lebar. Sepertinya Daud sengaja melakukannya. Sehingga Mayang bisa masuk dan melihat Daud yang sedang membelakanginya, tapi dengan tangan yang aktif bergerak.
"Bu Mayang. Kamu seksi banget Bu Mayang."
Daud mengerang menyebut namanya. Sayang sekali pria itu tidak melepas bajunya sepenuhnya sehingga Mayang tidak tahu bagaimana seksinya pria itu.
"Saya keluar Bu Mayang. Lima kali untuk Bu Mayang."
Mayang terbelalak. Gila! Dia melakukan pemuasan diri sampai lima kali. Dia manusia atau bukan? Bahkan Mayang berani bertaruh kalau Marwan tidak mampu sekuat itu.
'Iya jelas lah. Tenaga Daud lebih besar. dia matang diusianya sekarang. Tidak perlu dipertanyakan lagi gairahnya.'
Mungkin itu alasan, kenapa rekan-rekan kerjanya yang seumuran dengannya lebih suka membicarakan tentang berondong. Yang mereka nilai lebih ganas dan besar tenaganya. Ternyata itu bukan isapan jempol belaka.
Dan sekarang nyata di hadapannya. Bagaimana seorang Daud begitu terangsang melihat tubuhnya yang basah tadi sampai melakukan pemuasan diri berkali-kali. Itu baru pemuasan tangan, belum yang sungguhan. Mayang menjadi ingin tahu seberapa kuat hentamannya, seberapa tahan lama, seberapa mantapnya.
Daud ternyata tidak membuang benihnya. Malah meletakannya di celana dalam. Menyantolkannya di dekat shower. Mayang bingung sendiri apa maksud dari pria itu melakukan itu.
Ketika Daud selesai mencuci miliknya. Mayang langsung beringsut keluar. Akan sangat memalukan kalau sampai dia ketahuan mengintip.
Sesampainya di kamar dia langsung menyembunyikan diri di dalam selimut. Tubuhnya bergetar hebat melihat kejadian tadi. Memanas bagai air mendidih. Sampai ketika dia menyentuh bagian bawahnya. Terasa sangat basah.