Setelah agak tenang, Mayang bergabung dengan kedua orang tuanya di meja makan. Di sana, dia mendadak mendapatkan petuah untuk segera baikan dengan Sapto.
Hal yang Mayang baru ketahui. Sedari tadi ketika dia mengasingkan diri di kamar. Sapto menungguinya seharian. Pertanda suaminya itu memiliki etikad baik untuk memperbaiki hubungan mereka.
Mayang tercenung. Apa kelakuannya sudah berlebihan? Sampai-sampai dia tidak memberikan kesempatan Sapto untuk menjelaskan. Padahal bisa saja, apa yang ada di dalam pikirannya tidak sesuai dengan kenyataan.
'Aku harus pulang. Mas Sapto harus meluruskan semuanya.' Mayang bergumam.
Makan malam selesai, Mayang berpamitan. Dengan menggunakan taksi, dia bertolak menuju rumah. Sebisa mungkin, Mayang menghilangkan suara wanita kemaren yang terus berdengung di telinganya. Dia harus menekan ego untuk mendengarkan penjelasan Sapto dengan sejelas-jelasnya.
Mayang melangkah dengan mantap menuju rumah. Sebelum menuju kamarnya, terlebih dahulu dia mengecek kamar Novi. Anak gadisnya itu tumben sekali sudah tidur. Padahal biasanya masih belajar hingga larut malam.
Mayang menutup pintu kamar anaknya pelan-pelan. Saat hendak beralih langkah menuju kamarnya. Rasa gamang menyergap. Namun, ditepisnya jauh-jauh perasaan itu. Dia ingin masalah ini selesai malam ini juga.
Dia bergerak menaiki tangga. Di lantai dua, tempat kamarnya dan Sapto berada.
Baru saja sampai di tengah-tengah tangga. Samar-samar dia mendengar suara orang mengerang. Mayang yang termenung sesaat melanjutkan langkahnya. Lebih pelan sambil mempertajam pendengarannya.
"Ayo Mas, lebih kenceng!"
"Iya, Sayang. Ini Mas lagi berusaha. Kamu tenang saja. Jangan terburu-buru. Istri Mas sekarang ada di rumah orang tuanya."
Jantungnya serasa berhenti berdetak tatkala dia melihat pemandangan yang terpampang nyata melalui celah kamarnya yang terbuka. Sapto sedang bersenggama dengan wanita lain yang tidak pernah Mayang sangka adalah Sari, istri dari Marwan!
"Terus suami kamu bagaimana?" Kini giliran Sapto yang melontarkan pertanyaan. Suaranya nyaris tidak jelas karena nafas yang menggebu.
"Tenang saja, Mas. aku tadi pamit pulang kok. Sekarang kan giliran istrinya yang lain untuk menemani dirinya." Sari membalas. Marwan memang memberikan jatah rumah untuk masing-masing istrinya, tapi yang baru Mayang ketahui. Ternyata istrinya bergantian menemani Marwan di rumah itu. Namun yang masih menjadi pertanyaan, buat apa Marwan membeli rumah sendiri. Terlebih lagi dekat dengan rumahnya?
Mayang tergugu di tempat. Yang seharusnya kalau ada seorang wanita memergoki suaminya selingkuh. Pasti akan gusar dan melabrak. Namun, tidak dengan Mayang yang seolah kehilangan rasa. Saking lamanya hubungan jarak jauh. Pelan-pelan membekukan perasaan Mayang terhadap Sapto. Terlebih lagi, setelah apa yang dilakukan Sapto secara gamblang di depan matanya sekarang.
Niat awal Mayang memperbaiki semuanya berubah. Baik Mayang dan Sapto sepertinya sama-sama tidak menginginkan rumah tangga ini utuh kembali. Namun, haruskah mereka berpisah karena ego masing-masing? Bagaimana dengan Novi.
Mayang menyentuh dadanya yang terasa nyeri. Alih-alih karena cemburu, justru ada hal lain yang lebih menyakitkan.
Dia gagal menjadi wanita seutuhnya.
Mayang tidak pernah mendapatkan kasih sayang utuh dari seorang pria. Kehampaaan luar biasa dia rasakan saat hubungan jarak jauh. Hal itu juga berdampak pada kasih sayangnya kepada Novi yang kurang sempurna. Dia juga merasa gagal menjadi ibu.
Mayang beringsut dari sana. Langkahnya hampir tidak terdengar sehingga tidak menganggu panasnya Sapto dan Sari. Yang Mayang tidak habis pikir. Kok bisa Sari mau selingkuh dengan Sapto yang jelas kalah perkasa dengan Marwan. Apa yang wanita itu incar dari Sapto?
'Aku harus memberitahu Marwan.'
Mayang bergerak menuju rumah di sampingnya. Dia langsung tertuju ke kamar Marwan. Melalui Korden yang terbuka, kembali dia menyaksikan Marwan sedang bersenggama dengan istri entah yang nomer berapa. Posisi wanita itu berada di bawah sedangkan Marwan mengagahinya dengan mantap dari atas.
Marwan menyadari keberadaannya. Dia terlihat keheranan melihat Mayang berdiri di sana. Seperti orang bodoh menyaksikan persenggamaan itu. Namun, dia memilih tidak bersuara karena ada istrinya di sana.
Sedangkan Mayang tertegun. Terakhir kali dia disentuh Marwan di hotel kala itu. Dan rasanya masih terngiang sampai sekarang. Melihat persenggamaan Marwan dengan istri-istrinya, membuat sesuatu menjalar di seluruh tubuhnya. Dia bahkan sampai lupa tentang perselingkuhan Sari, malah lebih terfokus berfantasi sambil melihat Marwan yang sedang begitu intens menghujam liang istrinya.
Suara paha yang beradu membuat Mayang merinding. Menandakan kekuatan kuda-kuda Marwan yang mantap. Terlebih suara istrinya yang seperti tercekik. Pasti merasakan perih sekaligus enak karena sesuatu yang besar melesap masuk. Berulang-ulang kali dan terasa penuh. Mayang pernah merasakannya dan kini dia membayangkan benda itu masuk ke miliknya juga.
Sampai di suatu titik, Marwan mempercepat gerakannya. Suara paha yang beradu semakin keras diiringi suara erangan istrinya. Lepas sekali suaranya membahana memecah malam. Istrinya seolah tidak memperdulikan kalau orang lain mendengar. Yang terpenting dia merasakan kenikmatan yang hebat dari suaminya yang perkasa itu.
Wanita itu terkulai tidak berdaya. Tubuhnya yang bergetar menandakan klimaks yang luar biasa. Sedangkan Marwan sedang menyangga tubuh bongsornya dengan kedua tangannya tepat di atas wanita itu. Tidak berapa lama, setelah memastikan istrinya tidur. Barulah, Marwan beranjak dari ranjang itu. Menghampiri Mayang dengan tubuh perkasanya yang tidak tertutup oleh apapun.
"Bu Mayang, ngapain ke sini?" Suara berat itu menyapanya.
Mayang tidak menjawab. Dia tampak menggigit bibir karena sesuatu yang bergelantungan itu masih tampak besar.
"Bu?"
Saat Marwan yang memanggilnya untuk kedua kalinya, tiba-tiba Mayang jongkok tepat di antara kedua paha besarnya. Hal yang tidak terduga adalah Mayang yang menyumpal mulutnya sendiri. Marwan yang gelagapan karena takut ketahuan istrinya pun segera menjauhkan kepala Mayang. Namun, wanita itu malah melakukan gerakan maju mundur.
"Lepaskan Bu Mayang!" perintah Marwan setengah berbisik. Namun, di sisi lain dia merasa keenakan.
Mayang tidak peduli. Dia terus melakukannya. Terlihat sekali dia menahan hasrat begitu lama. Keperkasaan Marwan memang tidak ada tandingannya. Besarnya sampai membuat bibir Mayang melebar. Tersiksa. Tapi, dia suka. Nikmat terasa.
Marwan mengejang lagi. Dan sesuatu yang menjadi kebutuhan batin wanita keluar. Mayang dengan suka cita menelannya sampai habis. Rasanya sungguh tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
"Sekarang berdiri, Bu."
Mayang yang masih kepayahan berdiri. Dia mengusap sisa-sisa di bibirnya.
"Sekarang saya tanya sekali lagi, Apa mau Bu Mayang ke sini?"
Mayang langsung teringat dengan tujuan awalnya. Mendadak, dia memeluk tubuh besar Marwan sambil terisak.