Chereads / Aku Bukan Istri Setia / Chapter 23 - Kedekatan Marwan dan Novi yang Tidak Wajar

Chapter 23 - Kedekatan Marwan dan Novi yang Tidak Wajar

"Novi, ikut sama bapak saja yuk."

Novi menoleh ke Mayang sebelum menjawab. Sepertinya anak itu enggan untuk menolak mengingat Marwan adalah kepala sekolahnya. Maka Mayang pun menganggukkan kepala supaya anak itu tidak ragu.

Novi langsung menyalami tangan Mayang sesaat sebelum dia mendekati Pak Marwan yang sudah di posisi membukakan mobilnya.

"Pak, Saya titip Novi ya. Makasih sebelumnya."

"Baik, Bu. Enggak apa-apa, kan Novi sudah saya anggap sebagai anak sendiri."

Deg!

Perkataan Marwan seketika membuat pipi Mayang bersemu merah. Astaga, apa ini tanda-tanda Marwan akan menjadi bagian dari keluarganya. Pria matang dengan pembawaan hangat. Bahkan caranya ketika berbicara dengan Novi kebapakan sekali. Sungguh figure pria yang sangat tepat melengkapi keluarga ini.

Mayang menggeleng-gelengkan kepala. Menghapus angannya yang berlebihan. Takut kalau tidak kesampaian malah sakit jadinya. Dia pun masuk ke dalam mobilnya bergerak menuju Bank.

Di Bank, ada pemberlakukan rotasi, di mana Stevan dipindahkan ke back office. Mayang sangat mensyukuri hal ini karena artinya tidak ada perusuh yang akan menganggunya lagi. Sedangkan sebagai gantinya adalah pegawai baru. Seorang pemuda dengan kisaran usia dua puluh delapan tahun. Berkulit putih, tapi tampak keras. Tubuh tegap berisi. Wajah yang lumayan sedap dipandang. Dia memperkenalkan dirinya kepada Mayang sambil tersenyum.

"Mbak Mayang ya? Perkenalkan nama saya Daud."

Sopan sekali terdengar di telinga Mayang. Apalagi, ketika dia dipanggil Mbak. Mayang berasa muda kembali. Namun, semanis apapun dia. Tidak akan mampu menggoyahkan posisi Marwan di hatinya. Terlebih, dia sudah berikrar tidak menyukai berondong.

"Mohon bimbingannya ya, Mbak."

Mayang menanggapi dengan senyum sekedarnya. Lantas, kembali melanjutkan kerja. Begitupun dengan pria muda itu.

Sore harinya, Mayang pulang. Di teras rumah dia mendapati Marwan sedang asyik mengobrol dengan Novi. Dia melihat keakraban diantara keduanya.

"Ibu kamu sudah datang, Bapak pulang dulu ya." Marwan berkata.

"Di sini saja, Pak. Jangan pulang dulu." Novi mencegah yang membuat Mayang tercenung. Entah apa yang Marwan lakukan sampai Novi tidak mau pisah dengannya. Padahal baru saja tadi pagi Marwan berangkat bersama Novi, tapi mereka sudah selengket itu.

"Bapak janji sama temen bapak mau olahraga bersama." Pasti Marwan mau olahraga sepak bola di stadion. Melatih otot-otot kakinya untuk menggocek bola. Seganas permainannya di ranjang.

"Novi boleh ikut Pak?" Novi menawarkan diri. Mayang terkejut dibuatnya. Pasalnya, Novi adalah tipikal anak rumahan yang anti untuk pergi ke tempat umum seperti itu. Dan sekarang untuk pertama kalinya, dia malah menawarkan diri untuk ikut.

"Tapi, Bapak pergi sama istri Bapak."

Mayang memutar wajah jengah saat Marwan menyebut istrinya. Batinnya sinis berkata. Memang istri yang keberapa yang mau dibawa, atau semuanya? Duh, betapa cemburunya Mayang.

"Istri Bapak enggak keberatan kan kalau Novi ikut? Novi ingin sekali melihat Bapak bermain bola." Novi memelas, seperti memelas kepada sang idola.

Marwan diam sambil menempelkan ujung telunjuknya ke dagunya yang dipenuhi bulu tipis. Entah kenapa, Mayang selalu merinding kalau melihat bulu janggut yang habis dicukur. Membayangkan kalau menggesek kulit mulusnya.

"Boleh deh, tapi Bapak pulang sampai magrib enggak apa-apa?"

Novi tidak segera menjawab. Dia mengalihkan pandangan ke Mayang untuk meminta izin. Mayang terlihat menghela nafas. Tidak ada alasan baginya untuk tidak mengizinkan Novi. Bahkan kalau boleh jujur, Mayang sebenernya juga pengen ikut, tapi dia enggan kalau duduk bersama dengan istri Marwan. Tidak sanggup kalau melihat istrinya itu pamer kemesraan di depannya. Terlebih mengelap keringat Marwan kalau selesai olahraga. Ih, rasanya gemas ingin menjambak saja.

Namun, Mayang sadar. Dia tidak punya hak apa-apa untuk cemburu. Dia belum menjadi siapa-siapanya Marwan. Marwan saja belum memastikan mau menikahinya apa tidak. Perkataan menggantung menjadikan ekspektasi rasa ingin memiliki yang berlebihan menjadi kandas. Mayang sendiri bingung kenapa susah sekali menghapus rasa itu.

"Kamu boleh ikut bersama Pak Marwan, tapi janji harus pulang sebelum magrib ya."

"Beneran Bu? Makasih ya, Bu."

Rona wajah Novi berubah cerah mendengar izin dari Mayang. Gadis itu kemudian bangkit dari tempat duduknya dan beringsut di dekat Marwan. Pria dengan seringai nakal itu melihat ke arah Mayang sejenak sebelum membawa anak gadisnya itu.

Mayang hanya menatap punggung mereka berlalu. Ada sesuatu yang mengganjal di hati Mayang mengenai kedekatan mereka yang tiba-tiba. Bisa jadi karena Marwan yang ingin PDKT dengan Novi kalau memang Marwan berniat memperistri Mayang. Novi yang memang membutuhkan sosok Bapak pun dengan senang hati menerimanya, Mengingat sang Bapak yang jarang sekali bercengkrama dengannya. Bahkan waktu liburan yang seharusnya digunakan untuk menghabiskan waktu bersama dengan keluarga, malah Sapto gunakan untuk selingkuh, pakai acara berbohong urusan bisnis lagi. Mayang sebal kalau mengingatnya.

Kembali lagi dengan kedekatan Marwan dan Novi. Mayang berharap masih dalam batas wajar saja karena di sisi lain dia juga khawatir. Jiwa Player Marwan kambuh. Jangan sampai Marwan berniat mendekati Novi karena….

Mayang mendadak cemas. Novi adalah darah dagingnya. Masa depannya masih panjang dan terlalu indah. Tentu dia tidak ingin anak gadisnya itu terjerumus dalam pelukan lelaki hidung belang seperti Marwan. Jika seandainya Marwan memang berniat buruk dengan Novi. Maka Mayang adalah orang pertama yang akan menentangnya. Dan Mayang tidak segan-segan untuk melakukan hal yang nekad kepada Marwan.

Mayang segera beringsut ke dalam. Mengganti pakaiannya. Lekas menuju mobil dan bergerak menuju stadion.