Sampai dini hari, Mayang tidak bisa tertidur. Dia dalam kondisi tanpa busana dan baru saja selesai melakukan pemuasan diri. Bagaimana semenjak bertemu dengan Marwan tadi. Nafsunya menggebu. Ingin sekali mengajaknya bercinta. Tapi, dia malu sekali, sebab dia lah yang memutuskan untuk berpisah dengan Marwan.
"Aku harus bagaimana ini? Gatal sekali." Mayang berseru gelisah. Di atas ranjang itu, dia menggeliat seorang diri. Tidak mungkin dia menelfon Sapto. Membayangkannya bercinta dengan wanita lain, membuatnya muak. Mayang lebih cenderung membayangkan Marwan, Marwan dan Marwan.
"Apakah aku harus keluar rumah? Siapa tahu aku melihat Pak Marwan sedang santai di teras." Ide membayang di benak Mayang. Dia pun beranjak dari ranjangnya. Dengan langkah yang agak tertatih karena menahan nafsu, dia berjalan menuju depan rumah. Terlebih dahulu, dia melongok ke kamar Novi memastikan anak semata wayangnya itu sudah tertidur pulas.
Pada saat itu, Mayang bisa dibilang nekat. Betapa tidak, dia hanya menggunakan baju kimono transparan, berlawanan dengan udara pagi buta yang menusuk kulit. Hanya karena berharap bisa memancing perhatian Marwan. Itupun kalau pria bertubuh hitam tambun dan kekar itu berada di teras rumah.
Mayang harus menelan pil pahit, tatkala dia tidak mendapati pria pujaannya di depan rumah. Harapannya yang terlalu berlebihan. Harus terhempas oleh kecewa.
Namun, samar-samar dia mendengar suara orang melenguh. Mayang langsung memusatkan pendengarannya. Dan benar saja suara itu berasal dari rumah Marwan.
Mayang yang penasaran berjalan mengendap-endap menuju samping rumah, sumber dari suara itu. Jantungnya berdegup dengan kencang. Di saat dia tengah panas, ada suara yang memicu panasnya berkali-kali lipat.
Tepat di samping kamar yang sedang ditempati Marwan. Melalui jendela yang terbuka. Mayang melihat sendiri Marwan sedang bersenggama dengan wanita yang tidak lain adalah Sari.
Mayang pun segera menarik pandangan. Kurang kerjaan sekali menyaksikan orang lain bersenggama. Dia pun beranjak dari sana. Masuk ke dalam rumah. Dalam hati dia sedikit kecewa karena ternyata Marwan tinggal bersama dengan istrinya. Mayang seketika menghentikan fantasinya berlebihan. Tidak mengharapkan bisa kembali bersenggama dengan Marwan.
Keesokan harinya,
Sapto baru saja sampai rumah. Mayang yang sebenernya enggan untuk menyambutnya pun hanya menampilkan senyum seadanya.
"Baru pulang?" Mayang bertanya ketika Sapto selesai mengecup keningnya dengan mesra.
"Iya, Sayang. Kenapa? Kamu pasti kangen kan?" Sapto menjawil dagu nyantis Mayang. Membuat Mayang memutar mata jengah.
"Urusan bisnis kan?" Mayang bertanya dengan nada menyelidik. Sapto seperti terkejut dan salah tingkah. Tapi buru-buru, dia memperbaiki sikapnya.
"Iya, dong Sayang urusan bisnis. Lumayan kan, siapa tahu bisa pensiun dini untuk memulai bisnis." Sapto mengelak. Mau alasan apapun, Mayang tidak akan mempercayainya lagi. Dia hanya pura-pura saja mengiyakan apa yang dikatakan Sapto, mau tahu sampai kapan dia bia berkelit dari perselingkuhannya.
"Oh iya, Devi mana?"
"Di kamarnya, sedang belajar." Ini hari minggu. Devi bukan tipe anak yang suka kelayapan. Lebih baik di rumah belajar.
"Oh iya, lusa kan dia ulang tahun, Enaknya dirayakan di mana ya?" Sapto berkata.
"Di rumah saja, aku sudah menyiapkan semuanya kok." Terlambat kalau kamu baru menanyakan ulang tahun anakmu, sibuk selingkuh sih. Mayang bergumam pedas dalam hati.
"Oh, bagus kalau begitu. aku ke kamar dulu mau istirahat."
Pria bertubuh ringkih itu berjalan menuju lantai dua. Mayang tersenyum sinis. Badan sudah tidak bertenaga begitu sok-sokan mau selingkuh. Lihat saja nanti pembalasannya.
Mayang bergerak ke belakang. Saat menghidupkan kran, dia terkejut karena tiba-tiba krannya terlepas.
"Haduh bagaimana ini?"
Mayang enggan untuk meminta bantuan suaminya. Dia pun berlarian menuju area belakang. Meminta bantuan tetangga untuk memperbaikinya. Namun, tak dinyana, yang ada di sana adalah Marwan seorang.
"Ada apa Bu?"
"Ehmmm, Pak. Saya boleh minta tolong. Kran saya bocor." Mayang berkata dengan tergagap antara tidak enak hati dan gugup. Bagaimana tidak, pria itu hanya menggunakan boxer saja. Menampilkan tubuh kekar dan sesuatu yang menyembul besar. Menggoda untuk diremas.
Pria itu dengan langkah mantap mendekati Mayang. Mayang langsung menunjuk ke arah Kran yang sudah sangat deras mengeluarkan air. Marwan yang berpengalaman langsung dengan tanggap memperbaikinya. Namun saking gesitnya, cipratan airnya sampai mengenai Mayang. Membuat Mayang kebasahan.
"Maafkan saya, Bu." Marwan berkata setelah selesai memperbaiki krannya.
"Enggak apa-apa kok, Pak."
"Ada lagi yang bisa dibantu Bu?"
"Sepertinya tidak ada, Pak. Makasih ya."
"Kalau begitu saya pulang dulu, takut dicariin istri saya, hehe."
Pria itu beranjak keluar. Meninggalkan Mayang yang sedang menggigit bibir. Menahan gairah. Marwan tidak seperti sebelumnya yang gampang panas. Pria itu sekarang lebih terkontrol. Justru Mayang yang merasa gelisah sekarang. Dia rindu Marwan yang bisa seagresif dulu.