"Halo, ini siapa?"
Mayang terdiam sesaat. Kaget, Kecewa dan tidak percaya bercampur menjadi satu. Bisa-bisanya wanita diseberang sana menyebut dirinya siapa. Apa karena Sapto tidak menyimpan nomernya. Duh, sejak kapan suaminya yang dikenal baik hati itu bisa berbuat begini. Bahkan sesuatu hal yang sulit dipercaya, ternyata dia selingkuh!
"Kamu tahu etika enggak jam segini telfon! Ada urusan apa kamu dengan Sapto, suami saya?"
Mayang menutup mulutnya yang mengangga. Airmatanya tumpah ruah, Apa dia bilang tadi? Sapto suaminya? Bisa-bisanya dia berkata begitu. Jelas-jelas Mayang istri sahnya dan belum cerai sampai sekarang. Tapi, bisa-bisanya dia mengaku kalau Sapto suaminya?
"Kamu bisu ya? Diajak bicara diam saja."
"Mana Mas Sapto. Saya ingin bicara."
"Dia sedang tidur, Kecapekan habis menggenjotku." Suaranya terdengar manja, tapi sangat menjijikan masuk ke telinga Mayang.
"Bangunkan sekarang! Aku ingin bicara dengannya!" Mayang menyergah. Sudah sedari tadi dia menahan amarah, tetapi sepertinya wanita itu tidak berhenti memprovokasinya.
"Siapa kamu berani-beraninya menyuruh saya? Lagian ada urusan apa kamu menelfon suami orang? Oh, apa jangan-jangan kamu pelakor ya?"
"Pelakor kamu bilang?" Suaraku meninggi. Tercekat karena gemuruh yang menggelora di dada. Tidak tahu malunya dia menuduh istri sah sebagai pelakor. Padahal dia! Kalau jaraknya dekat. Sudah habis wanita itu dijambak oleh Mayang.
"Iya, apalagi kalau bukan pelakor? Pelacur?" Wanita di seberang sana terkekeh.
Rahang Mayang mengeras. Genggaman tangannya di ponsel mengetat. Meluapkan emosi melalui ponsel percuma saja. Yang ada membuat wanita tidak tahu diri itu kesenengan karena telah berhasil memprovokasinya. Maka, Mayang pun langsung menutup ponselnya.
Tidak ada wanita yang bisa pura-pura tegar kalau tahu suaminya selingkuh. Di kamar, Mayang melampiaskan tangisnya. Hanya itu yang bisa dia lakukan. Menangis karena sakit juga menyesal. Kenapa rumah tangganya bisa hancur lebur begini. Padahal Mayang sudah berusaha tetap setiap walaupun pada akhirnya tergoda. Tapi, dia sudah berjanji untuk memperbaiki semuanya. Namun, tatkala dia akan melakukan niat baiknya, malah menemukan fakta yang menyakitkan bahwa suaminya. Yang dia anggap sebagai suami paling baik, ternyata selingkuh.
Kalau dipikir-pikir apa kurangnya dia sampai-sampai Sapto membelot ke wanita lain? Apa karena jarak yang begitu jauh. Sehingga dia mencari yang dekat untuk mengisi kekosongannya?
Mayang juga penasaran, seberapa lama Sapto berselingkuh. Baru sebentar apa sudah bertahun-tahun. Kalau memang sudah menahun, terus apa gunanya dia setia selama ini?
Tidak berguna.
Mayang merasa perjuangannya selama ini tidak berguna, alias sia-sia. Ketakutannya tentang Sapto yang selingkuh terbukti sudah. Jadi apa keputusan dia sekarang? Apakah mahligai rumah tangga ini harus dipertahankan atau Mayang membalasnya dengan selingkuh juga?
Terus bagaimana dengan Novi?
Seketika pikiran Mayang teralih ke Novi. Anak semata wayangnya yang sudah menginjak usia dewasa itu. Kalau rumah tangganya hancur, bukan tidak mungkin masa depan Novi juga ikut terganggu. Anak yang sudah menginjak usia dewasa itu pasti sangat terguncang. Tidak mungkin Mayang membiarkan anaknya itu menderita.
Jadi, bagaimana solusinya?
Mungkin, rumah tangga ini akan terus berjalan. Namun, Mayang tidak mentolerir dengan namanya selingkuh. Daripada dia mengiba kepada Sapto yang belum tentu mau menghentikan perbuatannya. Malah jatuhnya merendahkan diri. Kenapa tidak dia membalasnya dengan selingkuh saja. Impas. Dia bisa terlihat akur dengan Sapto, sehingga Novi sama sekali tidak perlu cemas dengan pertikaian orang tuanya.
Iya, sepertinya itu jalan yang terbaik.
Malam harinya, ketika Mayang dan Novi sedang bersantai di ruang tengah. Tiba-tiba, mereka mendengar suara berisik dari rumah tetangga. Mereka saling berpandangan sejenak dan memutuskan untuk sama-sama melihatnya.
Terlihat mobil truk yang memuat banyak perabotan berhenti di depan rumah kosong. Para kuli mengangkutnya menuju dalam rumah. Mayang penasaran siapa penghuni baru rumah itu.
Sampai sesosok yang tidak terduga muncul dari dalam mobil yang terparkir tidak jauh dari truk itu. Sosok bertubuh gempal eksotis berjalan dengan mantap menuju mereka.
"Malam, Bu Mayang, Devi."
"Malam, Pak." Mayang dan Devi menjawab hampir serentak, tapi Mayan agak terbata.
"Bapak yang menghuni rumah sebelah?" Devi bertanya.
"Iya, Bapak sudah membelinya lama, Tapi baru sekarang bisa mengangkut barang-barangnya."
Bibir Mayang kelu. Tidak tahu mau berkata apa. Perasaannya campur aduk sekarang. Bagaimana Pak Marwan bisa sedekat ini dengannya. Bisa bertemu setiap harinya. Sungguh Mayang tidak bisa menerjemahkan perasaannya sekarang.
"Oh, iya, saya dengar Bu Mayang sedang hamil ya?"
Mayang seperti tersengat. Marwan melontarkan pertanyaan yang tidak seharusnya dijawab. Pria itu jelas tahu mengingat yang ada di rahimnya adalah benihnya. Namun, sepertinya dia sengaja bersandiwara di depan Devi.
"Iya, Pak. Ibu memang sedang hamil." Devi melihat wajah ibunya pucat, makanya dia yang berinisiatif untuk menjawab.
"Kayaknya ibu kamu kurang enak badan, Devi. Sebaiknya suruh dia banyak istirahat. Supaya tidak kecapekan. Kasihan janin yang dikandungannya." Pesan Marwan jelas membuat Mayang tertunduk. Wajahnya bagai disiram air panas.
"Baik, Pak." Devi menjawab.
Marwan hendak beranjak dari sana, tapi sebelum itu dia berkata kepada Mayang.
"Bu, Boleh saya pegang perutnya?"
Mayang tidak kuasa menolak saat tangan kekar pria itu meraba perutnya. Seketika Mayang langsung merasakan nyaman yang tidak bisa dia terjemahkan. Mungkin karena itu benih Marwan.
"Semoga lekas membesar dan lahir dengan selamat ya." Marwan berkata. Mayang tidak meresponnya sama sekali. Berharap Marwan segera pergi dari tempat itu. Sungguh dia dibuat tidak enak hati dan bersalah di depan Devi. Kalau sampai anaknya itu tahu bahwa benih yang akan menjadi adiknya ini adalah berasal dari Marwan. Tentu dia akan sangat sakit hati.
Marwan berlalu menuju rumah barunya. Dimana semua perabotannya sudah ditata di dalam. Mayang terlihat celingukan mencari sosok yang mungkin bersama dengan Marwan. Para istri Marwan, kenapa tidak diajak sama sekali.
Mayang mengulum senyum. Entah kenapa, dia berharap kalau Marwan tinggal sendirian. Pria seksi dengan keperkasaan bagai monster. Membuat Mayang akan dengan leluasa nantinya untuk menggoda Marwan.
"Ibu kok senyum-senyum?" Mayang terkesiap karena ditegur anaknya.
"E-enggak apa-apa. Yuk Masuk Nak, di luar dingin sekali." Mayang berkata sambil menggandeng tangan anaknya menuju ke dalam. Ketika berjalan ke ruang tamu. Dia merasakan bagian bawahnya berkedut dengan hebat. Sesuatu yang merindukan lesakan monster besar Marwan.