Bank sudah dipenuhi oleh nasabah saat tiba-tiba Mayang merasakan gatal luar biasa di bagian dadanya. Ingin sekali dia ke belakang sejenak, tapi tidak bisa karena antrian yang terlalu panjang. Akhirnya dia menahannya untuk beberapa saat.
"Bu Maya tidak apa-apa?" tanya Stevan prihatin. Namun seringai jelas terlihat diwajahnya.
"Tidak apa-apa, Pak." Mayang berdusta. Terlihat sekali wajahnya meringis sambil badannya agak sedikit menunduk.
"Lebih baik Bu Mayang di belakang dulu saja kalau tidak enak badan. Biar saya yang menghandle ini." Stevan berinisiatif memberikan bantuan. Mayang yang memang sudah tidak bisa menahannya lekas ke belakang. Lebih tepatnya ke toilet.
Segera, Mayang membuka kemejanya. Matanya langsung terbelalak tatkala melihat dadanya mendadak mengeluarkan susu. Dia terheran-heran. Padahal dia tidak dalam kondisi hamil. Tapi kenapa bisa air susunya mengalir.
Mayang mengambil beberapa carik tissue toilet dan mempergunakannya untuk mengelapnya. Namun, bukannya berhenti air susu tersebut terus mengalir dengan derasnya. Bahkan sampai kemejanya basah. Untung saja masih ada blazer warna biru dongker. Sehingga nasabah tidak melihatnya.
'Aduh gimana ini? Tidak mungkin kan aku menyumpalnya dengan menggunakan tissue?' Mayang gelisah sendiri. Seandainya ada alat penyedot asi. Mungkin masalah ini bisa teratasi. Sayangnya, Sekarang dia sedang bekerja. Dan nasabah sedang banyak-banyaknya.
Di tengah kepanikannya, tiba-tiba ada seseorang yang masuk ke dalam kamar mandi. Sejenak Mayang tertegun. Terlebih saat mendengar suara deheman khas lelaki. Suara yang sangat familiar bagi telinga Mayang membuat wanita itu terbelalak.
"Pak Stevan, mau ngapain di kamar mandi cewek?" Mayang sengaja mengeraskan suaranya. Berharap dengan begitu maka Stevan akan keluar dari ruangan toilet itu .
"Saya datang ke sini karena saya ingin menolong Ibu." Stevan membalas. Pria itu lantas mendekati pintu di mana Mayang sedang bersembunyi di dalamnya.
"Menolong apa Pak? Saya tidak perlu ditolong. Lagian, ngapain sih ke sini. Nasabah sedang banyak-banyaknya." Mayang merutuk kesal. Kalau sampai bos tahu mereka berdua hilang dari depan. Bisa-bisa, surat peringatan melayang.
"Sudahlah Bu, saya tahu kalau Ibu lagi kegatelan dengan dada Ibu yang mengeluarkan susu kan?"
Mayang terdiam sejenak, sampai beberapa saat dia tersadar sesuatu bahwa bisa saja beras kencur itu mengandung sesuatu yang bisa merangsang keluarnya asi. Dan semua itu adalah perbuatan biadap dari rekan kerjanya itu.
"Jangan kurang aja ya, Pak. Anda mau saya laporkan kepada atasan?"
"Laporkan saja saya tidak takut. Saya bisa langsung kembali ke depan sekarang, tapi tidak dengan kamu kan?"
Mayang tersudut. Memang tidak mungkin dia kembali menghadap nasabah dalam kondisi kebahasan seperti ini. Apalagi rasa gatal it uterus keluar seiring dengan asi yang terus keluar seolah tiada henti. Sepertinya dia membutuhkan solusi yang tepat dari Stevan, kalau memang dia tahu bagaimana cara mengatasinya.
"Tolong katakan kepada saya, bagaimana caranya menghilangkan rasa gatal ini. Sumpah rasanya tidak tertahankan." Mayang mengeluarkan suara desahan. Naluri seperti malam-malam, tatkala dia menyentuh dadanya sendiri sambil tangan satunya melakukan pemuasan diri.
"Caranya mudah sekali, Bu. Tinggal disedot saja." Stevan berkata sambil tersenyum nakal.
"Pakai penyedot ASI kan? tapi itu harus beli ke apotek." Mayang masih belum menangkap maksud dari Stevan.
"Ngapain pakai alat Bu, kalau ada mulutku yang bisa melakukannya."
"Kamu gila ya! Mana mungkin aku mengizinkan lelaki yang bukan suamiku menjamahku!"
"Kalau enggak mau enggak apa-apa sih, aku enggak maksa. Ya sudah kalau begitu aku ke depan dulu. Takut atasan marah."
Mayang berpikir keras. Begitu banyak kegamangan yang mencuat di kepalanya. Tidak mungkin dia terus-terusan berada di sana dalam kondisi seperti itu. Apa harus dia meminta Stevan untuk menyedot miliknya? Bahkan membayangkannya saja Mayang begidik. Terbayang Stevan menempelkan bibirnya yang hitam itu ke dadanya. Menyedot asi yang selama ini hanya dinikmati oleh Novi kecil dan juga Suami kalau pulang?
Dadanya seperti berdenyut. Sudah sangat lama, dada yang indah itu tidak pernah dijamah lelaki. Terakhir kali Sapto sewaktu pulang dari Papua, itu pun beberapa bulan yang lalu. Itu pun tidak sepanas dan seganas yang dia bayangkan. Namun, dia tahu kalau Sapto adalah pribadi yang lembut. Mayang sangat menghormati suaminya, tidak pernah mengkomunikasikan keinginannya dan lebih memilih untuk memendamnya.
Dan sekarang, ketika dadanya merasakan gatal luar biasa. Ada seorang pria yang menawarkan diri untuk menyedotnya. Tidak akan mungkin menyedot dengan biasa saja, seperti menyusui bayi pada umumnya. Ini bayi besar. Lawan jenis. Pastilah akan penuh nafsu kalau menyedot. Terlebih dirinya juga pasti merasakan nafsu untuk mencumbu balik Stevan, mengingat raksasa nafsu yang terkungkung lama di dalam sanubarinya.
'Apakah akan sama rasanya dengan suamiku? Akankah lebih beringas dan kasar?' Mayang membatin. Tak sadar dia mengigit bibir.
Dalam keadaan bagian atas yang terbuka lebar, dia langsung membuka pintu bilik. Dia menghela nafas kecewa karena tidak mendapati Stevan ada di sana. Cepat sekali pria itu keluar dari ruangan itu. Tanpa memberikannya waktu untuk berpikir.
Di tengah rasa kecewanya. Mendadak dari samping sosok pria itu ada. Tanpa izin, langsung membenamkan kepalanya diantara dadanya yang membusung besar sekal. Mayang langsung merasakan sengatan luar biasa. Dia tampak mendongak sambil tangannya mengelus-elus pundak Stevan.
"Jangan kasar-kasar, Stevan." Mayang meminta dengan suara berbisik. Sebisa mungkin dia harus menahan suaranya supaya tidak terdengar di luar. Sekalipun di jam kantor seperti ini, semua orang sibuk dengan pekerjaannya.
Mayang berdusta perihal jangan kasar-kasar. Justru dia merasakan sensasi tiada tara luar biasa tidak terbayarkan. Pertama kali dia menyerahkan sesuatu hal yang seharusnya menjadi milik suaminya malah dia berikan kepada orang lain. Namun harus Mayang akui, ini lebih nikmat. Cara Stevan melakukannya sangat berbeda dengan suaminya yang monoton.
"Rasa strawberry, Bu." Stevan melepas mulutnya dan mengusapnya pelan. Terlihat wajahnya memancarkan kepuasan. Mungkin karena tubuh Mayang selama ini menjadi incarannya berhasil dia nikmati. Sekalipun dengan menjebak pakai jamu beras kencur.
Mayang tidak merespon. Wajahnya terlihat sayu sekali dengan nafas yang terengah-engah. Seharusnya Stevan yang begitu karena dia menyedot tanpa henti, seolah tanpa nafas. Namun kenyataannya Stevan jauh lebih kuat nafasnya. Mungkin karena sering berolahraga, atau bersenggama?
"Asi-nya sudah berhenti, Bu." Perkataan Stevan jelas membuat Mayang kecewa. Padahal baru sebentar dia merasakan nikmat surgawi karena Stevan. Tapi dia harus ingat dengan situasi yang tidak mendukung terlebih lagi ini adalah jam kerja. Jangan sampai hal ini diketahui oleh orang lain yang kemudian akan dijadikan skandal yang menghebohkan.
Mayang langsung menyingkir dari hadapan Stevan dengan masuk ke dalam bilik. Dia terdiam sesaat disitu sambil menunggu Stevan keluar dari kamar mandi. Dan benar saja pria bertubuh jakung itu keluar dari kamar mandi. Barulah kemudian, Mayang berbenah. Mengusap bekas ludah Stevan dengan menggunakan tissue. Jantungnya masih berdegub dengan kencang. Adrenalin dari kejadian tadi. Secara tidak sadar dia tersenyum. Ini memang salah. Tapi, entah kenapa dia mulai menikmatinya.