Chereads / Aku Bukan Istri Setia / Chapter 6 - Main Di Hotel

Chapter 6 - Main Di Hotel

"Ayo buka bajunya, Bu."

Tanpa diminta sekalipun, Mayang langsung membuka pakaiannya. Dua buah pepaya langsung Stevan lahap sampai habis. Asi yang sudah sedemikian banyak tumpah ruah di tenggorokannya. Begitu hangat terasa di kerongkongan. Menjalar sampai ke perut. Stevan bagai anak sapi yang sedang menyusu.

Mayang yang dalam keadaan berdiri hanya pasrah. Nafasnya terengah-engah. Ini bukan menyusui biasa karena yang dihadapkan adalah lelaki matang. Lelaki penuh nafsu. Lelaki yang sudah mengidolakan dirinya. Maka kesempatan seperti ini tidak akan mungkin disia-siakan oleh Stevan. Yang mungkin, Mayang akan dimakan sampai tidak bersisa.

Satu jam lamanya, perut Stevan sampai penuh oleh ASI Mayang. Terlihat Stevan menyudahi menyusunya dan mengusap sisa-sisanya dengan menggunakan lengan. Dia tersenyum melihat wajah Mayang yang sayu. Erotis. Dia berani bertaruh kalau bagian bawah Mayang sudah basah kuyub di bawah sana. Banjir bandang. Sedangkan dirinya juga merasakan tonggak besar mulai mengeras.

"Bu Mayang sepertinya kecapekan. Sebaiknya istirahat dulu." Stevan berucap. Pria itu tidak tahu bahwa Mayang dalam kondisi paling panas. Sedotannya tadi sukses membuat darah birahi berdesir desir hebat. Dia sudah sangat nafsu sekali. Tapi dia malu untuk memulai terlebih dahulu.

"P-pak, tolong antarkan saya pulang saja, Pak." Mayang berkata yang berlawanan dengan keinginannya.

"Lebih baik, Bu Mayang istirahat dulu. Masa saya membawa Bu Mayang dalam keadaan kecapekan seperti ini. Nanti dikira saya ngapa-ngapain Ibu."

Apa yang dikemukakan Stevan ada benarnya. Tidak mungkin dia pulang dalam keadaan kacau begitu apalagi sayu seperti ini pulang ke rumah. Bagaimana kalau dilihat Novi. Anaknya yang sudah beranjak dewasa itu pasti berpikiran yang tidak –tidak soal dirinya yang diantar pulang Stevan.

Mengingat-ingat soal Novi. Astaga bukankah seharusnya dia menjemput anaknya di sekolah?

"P-Pak, saya harus menjemput Novi."

"Apalagi kalau Bu Mayang bertemu dengan Novi. Bisa-bisa anak itu curiga sama Ibu. Mending saran saya istirahat dulu di sini. Tenangkan dulu diri ibu. Soal Novi, tidak usah khawatir. Dia sudah dewasa, sudah bisa pulang sendiri. Sebaiknya, Jangan terlalu dimanjakan."

Mayang mengalah. Dia pun beranjak ke tepi Ranjang untuk beristirahat. Betapa selama satu jam menyusui Stevan, yang tanpa Stevan ketahui, Mayang sudah keluar dengan sangat deras. Bahkan tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Stevan memang ahli dalam melakukan pemanasan. Bagaimana kalau bersenggama sungguhan?

"Saya ke kamar mandi dulu, Bu."

Stevan beringsut ke kamar mandi. Namun sebelum itu, dia melepas semua pakaiannya tepat di depan Mayang. Membuat Mayang sampai terbengong- bengong.

"Kenapa Bu? Enggak pernah lihat cowok gagah telanjang?" Stevan menggodanya.

Mayang hanya mengalihkan pandangan. Tubuh jangkung Stevan memang terlihat proposional. Putih dan berisi. Namun sayang seribu sayang. Itu sama sekali bukan tipe Mayang. Yang ada di benak Mayang adalah Pria gagah berperut buncit seperti Pak Marwan. Ah, kenapa kepala sekolah nakal itu yang selalu ada di dalam benaknya.

Masih berdiri di tempatnya, Stevan memperhatikan Mayang. Dengan tubuhnya yang tanpa penutup sama sekali. Berharap Mayang akan menoleh. Setidaknya terangsang. Namun, sepertinya wanita itu tidak tertarik dengan tubuh jangkungnya.

"Bu Mayang."

"Apaan sih Pak? Kalau mau ke kamar mandi ke kamar mandi saja. Jangan genit deh." Mayang membentak sambil memandang lurus ke wajah Stevan. Sudah Stevan kira bahwa Mayang sama sekali tidak tertarik dengan dirinya. Wajah wanita itu sama sekali tidak salah tingkah. Biasa saja.

Namun, bukan lelaki namanya kalau tidak mempunyai PD tingkat tinggi. Terlebih lagi Mayang sudah berhasil dia bawa ke hotel. Masa enggak bisa melakukan hal yang lebih?

"Mandi bareng, Yuk." Stevan mengajak. Secara kurang ajar. Tangannya terlihat mengelus benda kebanggaannya. Mayang jelas risih mengetahuinya. Apalagi terlihat kilat nafsu membara di mata pria jangkung itu.

"Nanti saja, aku mandi di rumah." Mayang ketus. Kalau bukan Stevan yang menjebaknya. Dia tidak mungkin mau dibawa ke hotel. Sejujurnya, dia merasa berdosa karena telah mengkhianati suaminya. Namun percayalah. Ini semua tidak sesuai dengan keinginannya.

'Kalau mau selingkuh, sekalian yang ganteng dan gagah. Kalau cuma orang-orangan sawah. Hempaskan saja lah.' Jiwa putri Mayang meronta.

Apalagi secara postur sungguh sangat aduhai. Kalau dalam kerajaan, Mayang diibaratkan sebagai Ratu. Tentu Ratu maunya sama yang selevel yaitu raja, masa sama rakyat jelata.

Stevan mendekat. Semakin dekat hingga berada tepat di depan Mayang yang sedang duduk. Mayang membelalak. Sebelum dia hendak protes, terlebih dahulu Stevan menangkap tangannya. Membimbingnya untuk menyentuh benda kebanggaannya.

"Shit! Jangan kurang ajar ya kamu!"

Stevan terhenyak. Tidak menyangka kalau Mayang akan sekeras itu. Dia pikir Mayang akan luluh begitu saja. Namun kenyataanya tidak begitu. Mayang sepertinya mempunyai harga diri yang harus dijaga.

'Memang untuk sekarang, aku tidak bisa mendapatkanmu. Tapi, Nanti kamu pasti akan bertekuk lutut denganku.' Stevan berikrar dalam hati. Tidak mungkin sekarang dia melakukan pemaksaan kepada Mayang. Bisa-bisa geger seluruh hotel yang akan berimbas kepada karirnya. Stevan harus banyak bersabar.

Stevan beringsut ke kamar mandi. Membersihkan tubuhnya bekas bersenggama dengan Mayang tadi. Walau hanya menyusu, tapi bagian bawahnya juga sudah ikut berbuah. Celana dalamnya saja basah.

Tidak membutuhkan waktu lama, Stevan keluar dari kamar mandi. Betapa terkejutnya dia saat Mayang menghilang dari kamar itu.

Sementara, di luar kamar. Mayang berjalan setengah berlari menuju pinggir jalan di depan hotel. Langsung menghentikan laju sebuah taksi untuk masuk ke dalamnya. Dia bisa bernafas lega sekarang. Karena bisa lepas dari si jangkung buaya itu. Seenaknya saja mau menikmati tubuh Mayang. Apalagi melihat bentuk tubuh Stevan yang langsung membuat nafsu Mayang hilang. Stevan bukan tipe pria kesukaannya.

Mendadak dia merasakan gatal yang luar biasa itu lagi. Duh, padahal dia sudah menyusukannya kepada Stevan tadi. Masa lagi.

Mayang harus membeli alat pemompa ASI. Maka dia meminta kepada supir untuk mampir ke apotek sebentar. Karena kondisi Mayang yang tidak memungkinkan untuk keluar dari mobil. Maka dia meminta kepada supir untuk membelikannya.

"Ini, Nyonya."

Mayang segera menerima alat itu dan kemudian dia menggunakannya untuk memompa ASI. Sang supir yang pengertian langsung menutup wajahnya. Mayang merasa lega, ternyata pria ini adalah pria baik-baik.

Ternyata alat itu hanya untuk memompa ASI, Bukan untuk menghilangkan rasa gatal. Mayang yang sudah tidak tahan lagi. Langsung berkata kepada sang supir.

"Pak, tolong lajukan kendaraannya. Saya pengen cepat sampai rumah."