Mayang sudah sampai di rumah yang langsung disambut oleh anak semata wayangnya.
"Ibu sudah pulang?"
Mayang langsung menoleh ke ruang tamu dimana anaknya sedang belajar. Memang anaknya satu ini bisa dikatakan kutu buku dan rajin belajar. Masih polos sekali. Meskipun dalam disiplin masih kurang.
"Iya, Nak. Maaf Ibu tadi tidak sempat menjemput kamu. Mobil ibu bocor." Mayang beralasan. Senyum dia tunjukan kepada anaknya yang beranjak dewasa itu.
"Enggak apa-apa kok, Bu. Lagian Novi kan sudah gede. Bisa pulang sendiri."
Mayang tertegun. Sudah sekian lama, semenjak suaminya merantau di Papua. Anak yang dulu ada dalam dekapannya kini sudah membesar. Cepat sekali waktu berlalu. Bahkan, karena hanya Novi yang menjadi curahan hatinya. Novi sampai dimanja. Bahkan sampai masuk ke bangku SMA, Mayang masih melakukan antar jemput. Hal yang bisa dilakukan sendiri untuk anak seusianya.
Mayang pun beringsut ke kamar. Membersihkan diri. Beres-beres. Baru setelah itu mempersiapkan makan malam.
Tidak ada perbincangan hangat malam itu. Hanya Mayang yang larut dengan imajinasinya atas kejadian di Bank, Juga di hotel. Memang kejadiannya hanya sebentar. Tapi, entah kenapa susah menghapusnya dari pikiran Mayang.
"Bu, kok dari tadi memperhatikan ponsel terus?"
"Eh, enggak kok, Nak. Ini tadi Ibu hanya mengecek group WA teman kerja Ibu." Mayang berbohong. Padahal dia hanya menggeser layar ponselnya dengan tatapan kosong.
"Dari Bapak ya?"
Mayang langsung tersentak. Anak semata wayangnya menanyakan soal ayahnya. Pastinya dia sangat rindu sekali. Waktu sembilan bulan memang sangat menyiksa. Bukan saja dirinya sebagai istri, melainkan anak juga.
"Oh, kapan Bapak pulang lagi ya, Bu? Enam bulan lagi ya?" Pertanyaan Novi jelas menyesakkan hati Mayang.
"Iya, kamu yang sabar ya. Bapak kan di sana bekerja untuk kita. Untuk masa depan kamu juga." Mayang membujuk sambil menampilkan senyum palsu. Walau bagaimana pun dia harus tampak tegar daripada anaknya. Walau sejatinya dia lebih rapuh. Sangat rapuh.
"Kamu rajin belajar. Pertahankan rangking. Buat Bapak sama Ibu bangga. Jangan manja kalau bapak belum pulang. Video call kan bisa. Jangan bebani bapakmu dengan rindu karena bapak di sana juga rindu sama kamu."
"Tapi kan enggak puas, kalau Cuma VC, Bu. aku ingin bertemu langsung. Apalagi masa. Bapak kerja sampai sembilan bulan. Libur Cuma dua minggu? Itu kan enggak adil sama sekali."
Mayang mendengus kesal. Sebenernya sudah sering dia memberikan pengertian kepada Novi. Meredam rindu anak itu kepada Ayahnya. Mayang tidak menyalahkan anaknya sama sekali. Karena di usianya yang menginjak dewasaa ini. Novi masih butuh bimbingan seorang ayah. Bagaimana bertindak dalam melakukan segala hal yang hanya bisa diajarkan oleh ayah, bukan Mayang sebagai ibu.
"Iya, doakan supaya kontrak Ayah cepat selesai. Supaya beliau bisa pulang."
Novi tidak bertanya lagi. Anak pendiam itu tampak meneruskan belajar setelah makan malam. Sedangkan Mayang hanya bisa meratap. Betapa hubungan jarak jauh itu membuat keluarga seperti terasing. Tidak ada hubungan antara ayah dan anak, suami dan istri. Kualitas dan kuantitasnya kurang sekali. Mayang sendiri tidak tahu bagaimana kedepannya keluarga itu. Yang Jelas dia berharap situasi bisa membaik ke depannya. Supaya tidak ada perpecahan karena salah satu pihak yang tidak tahan untuk selingkuh, seperti Mayang rasakan sekarang.
Namun, mendadak sebuah tanya muncul di benaknya. Apakah Sapto bisa setia di sana?
Yup, walaubagaimanapun sebagai orang dewasa masing-masing membutuhkan kebutuhan biologis. Terlebih Sapto adalah lelaki yang memiliki banyak uang. Bukan tidak mungkin dia akan 'jajan' di sana atau mungkin punya simpanan yang Mayang tidak tahu. Kalau benar adanya, buat apa Mayang bertahan untuk setia seorang diri.
Sementara Mayang tidak akan mungkin bisa menggugat Sapto mengingat dia tidak tahu bagaimana keseharian suaminya itu. Dengan siapa suaminya tidur malam-malam. Menghabiskan hari-harinya. Perasaan Mayang mendadak sakit membayangkannya.
Mayang mendesah. Tidak terasa air mata turun di pelupuk mata. Ah, kenapa harus serumit ini. Kenapa Mayang harus terjebak dalam situasi yang menyempitkan dirinya? Membuatnya menjadi wanita yang tidak utuh karena kurang belaian dari suami?
Gejolak yang menggelayuti pikiran Mayang membuat wanita itu tidak bisa tidur. Sampai rasa gatal itu muncul kembali.
Jam menunjukkan pukul dua dinihari, Novi sudah terlelap tidur di kamarnya sejak dua jam yang lalu.
Mayang berjalan ke dapur sambil menenteng alat penyedot ASI. Dia mengambil posisi duduk di ruang makan dan mulai membuka dasternya. Rasa gatal yang mencuat membuatnya buru-buru menempelkan alat penyedot ASI itu.
Mayang terheran-heran. Bagaimana dalam waktu sehari. ASI nya keluar begitu banyak. Terakhir kali dia menyedotnya sewaktu di taksi bisa mencapai setengah gelas.
Dia mulai memejamkan mata, merasakan begitu banyak air yang keluar. Terkadang dia mengerang. Membayangkan kalau Stevan yang melakukannya. Astaga, dia bisa-bisanya dia merasa panas seperti ini?
Sementara itu,
Jam dinding menunjukkan setengah dua dinihari ketika Novi terbangun dari tidurnya yang lelap.
Nguuuuungggg nguuunnnnggg
"Suara apa itu ya?"
Novi mendengar suara aneh dari luar kamarnya, dan karena penasaran dia mencoba mencari sumber suara itu.
Perlahan dia membuka pintu kamarnya dan benar saja suara itu semakin terdengar jelas oleh Novi.
Setelah dia cari cari ternyata suara itu berasal dari arah dapur yang terletak dibagian belakang rumahnya.
Karena penasaran dia mencoba berjalan kearah dapur yang malam itu terlihat terang karena hanya di dapur yang lampunya menyala.
Dari balik pintu menuju ke arah dapur, dia mencoba mengintip sumber suara mendengung yang dia dengar itu.
Betapa kaget dirinya ketika melihat sang ibu yang duduk di meja makan tengah bertelanjang dada.
Belum lagi Novi melihat di dada ibunya ada sebuah alat yang belum pernah dia lihat sebelumnya.
Benda yang menempel pada ibunya itu terhubung oleh sebuah selang bening pada alat lain yang dari tadi mendengung itu.
Novi melihat sang ibu sedang memejamkan matanya ketika alat itu menghisap hisap payudara ibunya itu.
"Apa yang dilakukan ibu malam malam begini?"
"Itu pake buka baju segala?"
"Eh, itu apa yang menempel di dada Ibu?"
Batin Novi penuh dengan pertanyaan heran ketika melihat kegiatan yang dilakukan ibunya malam itu.
Suara desahan Mayang yang cukup keras membuat Novi yang sedari tadi mengintip menjadi terkejut.
"Ibu enggak apa-apa kan?" batin Novi cemas sambil terus mengintip.
Tampak cairan putih di botol yang tersambung di corong hisap mulai bertambah sedikit demi sedikit.
Novi terus memandangi tubuh ibunya sendiri terutama bagian tubuh ibunya yang berukuran besar dengan ujung coklatnya.
Suara desahan Mayang semakin keras.
Novi sangat ketakutan ketika dia melihat dan mendengar ibunya mendesah kencang sekali.
Namun anehnya sang ibu masih memejamkan matanya dari tadi dan raut wajahnya menunjukkan sesuatu yang berbeda. Novi antara takjub dan bingung. Takjub karena baru mempunyai pengalaman sebagai pubertas dan bingung harus berbuat apa, apakah dia membiarkan saja ibunya dalam keadaaan seperti itu atau harus membangunkannya.
Novi semakin panik ketika melihat tubuh seksi milik ibunya yang tanpa busana mulai bergetar getar.
Suara desahan Mayang semakin keras dan gerakan tubuhnya juga semakin jelas, Novi yang polos tidak tahu apa yang terjadi dengan ibunya, hingga….
Sekali lagi ibunya mendesah keras sekali namun kali ini diikuti dengan tubuh ibunya yang menengang dan bergetar hebat.
Raut wajah Novi semakin pucat penuh ketakutan dan dia segera berlaari masuk ke dalam kamarnya.
Dia mengambil selimutnya dan berusaha memejamkan matanya lagi agar dia tidak lagi melihat apa yang baru saja dia lihat.