Hari sudah berubah gelap, langit kini sudah berubah hitam kelam seperti nasib yang dialami Mayang saat itu. Mayang kini tak berdaya ketika seorang laki laki sedang berusaha memaksanya di sebuah bangunan tua yang tidak terawat.
Kedua tangan Mayang terikat ke belakang oleh tali tampar hitam yang membuat dia tidak leluasa bergerak bebas.
Sementara itu preman yang telah berhasil memperdaya Mayang sedang membuka pakaian lusuh yang melekat di tubuhnya yang kekar satu persatu.
"Sekarang mulai ya, Bu."
Mayang semakin panik menyadari lelaki di hadapannya kini semakin mendekati tubuhnya yang terikat tidak berdaya.
"Ayo sekarang kesini." Preman itu menarik tubuh Mayang dan menyandarkannya menghadap ke tembok berlumut.
"Jangan Mas tolong ampuni saya."
"hahaha....sudahlah ibu cantik sekarang ibu nikmati saja."
"Tolong mas, Mas. Jangan."
"Sudah bu sekarang siap siap ya, Kayaknya ibu sudah tidak tahan lagi."
Lelaki itu mulai melakukan gerakan menghujam. Mayang merasakan lesakan yang begitu kuat mengingat Sesuatu yang tidak biasa dan begitu besar masuk begitu saja. Tentu ini sangat menyiksa sekali.
"Jangan jangan seperti ini!"
Preman itu membalik tubuh Mayang dengan kasar sehingga kini mereka berdua menjadi berhadap hadapan.
Drrttt…Drttt
Ponsel milik Mayang berbunyi didalam tasnya namun bunyi hp itu sepertinya tidak mengganggu preman itu menghujam tubuh Mayang.
Preman itu malah semakin kasar mengoyak bulatan Mayang dan menciuminya membabi buta.
"Tolong sudah Pak, Sakit sekali." Mayang meringis. Memang Mayang belum terbiasa. Apalagi cara main preman yang cenderung tidak berperikemanusiaan.
"Dengar tadi, ponsel ibu berbunyi, pasti keluarga ibu mencari ibu."
"Tolong, Pak. Lepaskan saya."
"Makanya ibu pasrah dan nikmati saja, jadi kita bisa cepat selesai dan ibu bisa segera pulang."
Tidak berapa lama, setelah beberapa kali keluar, Preman itu sampai pada klimaksnya. Sesuatu menyembur dengan derasnya. Terasa hangat sekali bagi Mayang.
"Saya nitip benih saya ya, Bu."
Ucapan pria itu membuat Mayang panik setengah mati. Bagaimana kalau sampai benih itu bersemayam kehidupan di dalam rahimnya. Bagaimana kalau dia hamil?
Preman itu meninggalkan Mayang tergeletak tidak berdaya setelah sebelumnya melepaskan ikatan di kedua tangannya.
Sementara itu Mayang berusaha mengumpulkan sisa sisa tenaganya yang habis setelah melayani nafsu bejat preman itu.
Setelah melihat keadaan aman dan juga dia selesai merapikan diri, dia bergerak setengah berlari ke arah mobil sedan miliknya yang terparir tidak jauh dari tempatnya di perkosa tadi.
Untung saja keadaan di tempat itu sudah sangat sepi tanpa ada lalu lalang orang di sekitar jika tidak bisa dipastikan Mayang tidak hanya dirudapaksa oleh satu orang saja.
Mayang segera masuk dalam mobil dan memeriksa tasnya untuk mencari barang yang mungkin hilang diambil preman tadi.
Namun untungnya tidak ada satupun barang yang kurang dari dalam tasnya. Lantas Mayang segera ingat panggilan di ponselnya tadi.
Ternyata banyak sekali pang gilan masuk yang tak terjawab dari nomor rumahnya yang tidak lain adalah anaknya yang sendirian di rumah.
Mayang begitu kalut dan berusaha menelepon balik mengingat pasti anaknya sangat mengkhawatirkannya.
"Halo, Nak."
"Iya, Ibu masih di jalan ini. Perjalanan pulang."
"iya maafin Ibu."
"Ya udah ibu sebentar lagi sampai rumah kok."
"iya nanti ibu masakin kesukaan kamu."
"iya sudah ya tunggu ya."
Mayang menutup hp di tangannya, dia harus segera pulang karena anaknya membutuhkannya sedangkan apa yang baru saja terjadi biarlah dia pikirkan nanti.
"Ya benar aku harus pulang dulu." batin Mayang dengan perasaan tak menentu.