Chereads / Aku Bukan Istri Setia / Chapter 11 - Penawaran Tidak Masuk Akal

Chapter 11 - Penawaran Tidak Masuk Akal

JDEEEEEEEEEEERR

Bagai mendengar petir di pagi hari yang cerah, Mayang terkejut dengan apa yang diucapkan guru anaknya itu.

"Apa maksud Bapak? Jangan kurang ajar ya."

"Tenang dulu Bu saya kan hanya menawarkan bantuan, kalo ibu enggak mau juga enggak apa-apa." Marwan tersenyum penuh siasat.

"Tapi ingat anak ibu tidak akan bisa pindah ke sekolahan manapun. Saya yang menjaminnya."

"Saya mohon dengan sangat, Pak. Saya bisa melakukan hal lain tapi jangan yang itu."

"Keputusan saya tidak bisa diganggu gugat. Terima ajakan saya, atau saya keluarkan anak ibu dari sekolah."

Mayang gamang. Akhir-akhir ini dia ditimpa dengan begitu banyak masalah. Dan sekarang ditambah dengan masalah Novi yang tidak kalah beratnya.

Seandainya ada suaminya, pasti dia bisa berkeluh kesah. Seandainya ada suaminya, pasti dia dijauhi dari pelecehan-pelecehan seperti ini. Seandainya ada suaminya, pasti hidupnya akan bahagia.

Rasanya Mayang ingin menangis saja sekarang. Kenapa dia harus terjebak dengan lingkaran setan orang-orang mesum yang menginginkan tubuh indahnya?

Kemaren preman di pasar, sekarang kepala sekolah anaknya sendiri. Meskipun Marwan selalu memenuhi ruang imajinasinya, tetapi dia enggan untuk bersenggama dengan Marwan langsung. Bukannya apa-apa. Efek jangka panjang yang akan sangat menakutkan. Kalau sampai timbul kehidupan di dalam perutnya. Yang jelas bukan buah cinta dari Sapto suaminya. Maka apa yang terjadi. Karirnya hancur. Reputasinya rusak. Maka selamanya dia akan dikenang sebagai wanita murahan yang gampang tergoda oleh pria lain.

Dan sekarang Marwan mendesaknya dengan sebuah pilihan. Akankah dia menerima permintaan Marwan demi masa depan anaknya? atau sebaliknya?

"Jangan lama-lama mikir ya, Bu. Saya harus bergegas kembali ke sekolah karena banyak urusan. Jika ibu tidak mau juga saya tidak akan memaksa. Tapi, jangan menyesal seumur hidup kalau anak ibu tidak akan bisa melanjutkan pendidikan dimana-mana."

"Cukup-cukup! Jangan diteruskan Pak."

Marwan menyeringai. Setiap pancingannya langsung dimakan oleh Mayang. Sebentar lagi Mayang akan jatuh ke pelukannya.

"Jadi bagaimana Bu?"

Mayang dengan segala gejolak yang membara dihatinya terpaksa mengangguk. Sungguh dia merasa harga dirinya hancur pada saat itu. Dia sudah menodai ikatan suci pernikahan dengan melakukan hal kotor seperti ini. Namun, dia berikrar dalam hatinya bahwa ini akan menjadi yang terakhir. Setelah itu, dia akan mencari solusi bagaimana menghilangkan benih yang ada di perutnya kalau memang ada.

Marwan tersenyum kemenangan. Kena kau Bu Mayang! Kau yang selalu mengisi imajinasiku sekarang kau terperangkap dalam pelukanmu. Akan kulahap habis tubuh sintalmu itu. Marwan bersorak dalam hati.

"Kalau begitu, ayo kita mulai sekarang Bu."

Marwan beralih duduk ke samping Mayang. Seketika dengan kedua tangan besarnya menangkup tubuh Mayang dari belakang. Jemarinya itu dengan kurang ajar meraba bagian dada Mayang.

Mayang menggelinjang. Dengan posisi sedekat itu, dia bisa mencium aroma Marwan yang penuh asap rokok. Memang pria yang sepantaran suaminya itu dalah perokok berat. Terbukti dari bibir tebalnya yang menghitam. Belum lagi tubuh hitam legamnya menguarkan bau keringat khas lelaki yang entah kenapa membuat Mayang nyaman kalau menghirupnya.

Rasa yang membara membuat Mayang hanya melemas. Menikmati sentuhan ajaib dari Marwan. Sejujurnya sedari tadi, Mayang merasa gelisah setengah mati melihat perawakan Marwan. Tubuh hitamnya itu tampak gempal berotot dipenuhi bulu. Wajahnya tampak sangat dengan rambut tipis yang memenuhinya. Sungguh! Marwan adalah definsi lelaki matang yang dia cari. Lelaki yang mampu membuatnya bergairah walau hanya berdekatan. Ditengah perasaan menolak yang mendera, justru tubuhnya mengatakan hal yang berlawanan. Ingin dijamah Marwan lebih jauh lagi. Lebih intim lagi.

Sampai dia tersadar kalau pintunya masih terbuka. Mayang yang panik langsung memperingatkan Marwan.

"Pak, pintunya terbuka Pak. Kalau ada orang yang lewat terus melihat kita. Bisa gawat." Mayang berkata sambil menunjuk pintu. Dasar Marwan. Bukannya mengindahkan apa yang dikatakan Mayang malah sibuk bergelut dengan meremas dan mencumbu tengkuk Mayang.

"Jangan khawatir, Bu. Asal ibu tidak berisik semuanya pasti aman."

Mayang tidak membantah. Walau sesekali dia melihat kearah pintu yang sedikit terbuka dimana banyak kendaraan lewat. Namun kekawatiran itu terhapus oleh rasa yang dihadirkan oleh Marwan. Bagaimana pria itu begitu intens menyentuh tubuhnya. Menyentil bagian-bagian sensitifnya. Kadang pelan kadang kasar. Sangat pas bagi Mayang. Tidak seperti preman kemaren yang terlihat berangasan.

"Dada ibu tambah besar ya?" puji Marwan. Jauh-jauh hari, bahkan setiap hari, dia selalu mengawasi tubuh Mayang dari atas sampai bawah secara detail. Merekamnya dengan jelas dalam ingatan. Itulah asalan kenapa pria dengan begitu banyak istri itu selau berangkat pagi untuk mengawasi murid. Padahal yang dia tengah tunggu adalah Mayang yang sedang mengantarkan anaknya.

Dan sekarang setelah kesempatan itu tiba, Marwan tidak menyia-yiakannya. Dada yang menjadi incarannya langsung dia mainkan dengan maksimal. Juga bagian bawahnya, mulut bawah, dan bongkahan bokong yang aduhai tidak luput juga dari jamahannya. Intinya hari itu, Marwan tidak akan menyia-yikan kemolekan Mayang.

Tidak puas dengan itu, Marwan langsung melucuti pakaian Mayang. Hanya daster tipis. Entah kebetulan atau tidak, entah disengaja atau tidak. Yang jelas Mayang pada saat itu memang sengaja menggunakan pakaian daster yang cukup menonjolkan kemolekannya. Bahkan untuk dilepas saja begitu sangat mudah.

Sementara, Mayang hanya pasrah menerima perlakukan pak Marwan termasuk ketika daster yang dipakainya dilucuti.

Mayang kini hanya memakai sepasang pakaian dalam berwarna hitam yang sangat kontras dengat kulitnya yang putih bersih.

Penutup gunung yang dia pakai tampak kesulitan menahanan buah dadanya yang semakin besar sejak dia meminum ramuan jamu Stevan kemaren. Terlebih saat beberapa pria, seperti Stevan, preman pasar, dirinya sendiri, bahkan Marwan menjamahnya. Menjadikannya lebih besar dan besar.

Marwan berhenti sejenak untuk melepas pakaian safari yang dia gunakan. Sekarang terpampang nyata tubuh besar pria matang dengan postur keras. Tampak kokoh di mana-mana. Ototnya menyembul indah dengan perut sedikit buncit. Tapi, entah kenapa malah menambah keseksian dari pria itu.

Terlebih seluruh tubuhnya hitam. Mayang pernah mendengar kalau Pak Marwan di masa mudanya sampai sekarang hobi surfing. Yang biasanya kalau di Bali akan menjadi daya tarik tersendiri, terutama bagi bule- bule. Tubuh hitam melambangkan kejantanan. Keperkasaan dari seorang lelaki. Itu sudah harga mati dan tidak bisa diganggu gugat oleh apapun.

Apalagi hal yang sulit dipercaya, tatkala Mayang tidak berkedip melihat paha berotot dengan menyembul kedepan. Menandakan orangnya hobi sekali melakukan olahraga yang berkaitan dengan kaki. Mayang tahu kalau Marwan hobi sekali main bola sore hari ketika di senayan, karena dia sendiri pernah melihatnya. Bagaimana ketika pria yang sudah berusia matang itu mengocek bola, tidak kalah dengan yang muda-muda. Bahkan Marwan jauh lebih lihai rasanya. Mayang juga melihat ketika Marwan melakukan selebrasi dengan melepas baju. Peluh ditubuhnya tampak mengkhilap bermandikan cahaya senja. Membuat Mayang serasa ingin jatuh ke pelukan pria itu. Menjilat dan mencumbunya sampai habis.

Dan hal yang tidak bisa dielakkan lagi dari Marwan adalah senjata. Iya, senjata kebanggan pria yang terlihat besar walaupun sedang tidur. Menggelantung sampai ke lutut. Mayang begidik membayangkan kalau benda itu aktif. Masuk ke pertahannya. Merobek liang rahimnya. Menyemburkan kehangatan benih yang Mayang rindukan. Oh iya, Mayang juga penasaran bagaimana rasanya benh Marwan. Pastilah hangat dan kental.

Mayang mengeleng-gelengkan kepalanya.

'Astaga, aku sudah terlalu jauh. Ingat Mayang, suami dan anakmu. Sekali kamu terjebak dalam kubangan nista ini. kamu akan sulit keluar. Tapi, bagaimana dengan hasrat yang harus segera dilampiaskan?

Selanjutnya, Marwan menuntun Mayang ke sofa. Menyandarkan tubuh mulusnya dengan sempurna di sana.

"Bu Mayang, kakinya dibuka yang lebar ya."

Mayang pun terpaksa menuruti. Meski dia merasa ngeri saat melihat wajah garang Marwan yang dipenuhi rambut tipis. Bagaiaman rambut-rambut itu akan mengenai bagian sensitifnya pastilah sangat nikmat sekali.

Dan benar saya. sewaktu Marwan membenamkan kepalanya. Mayang langsung merasakan sensasi yang tiada terkira. Rasaa geli itu membuatnya melayang.

"Ehhmmmmm...wangi sekali, Bu."

Mayang hanya memejamkan mata. Sambil sesekali menggoyangkan pinggulnya. Sumpah, cara Marwan melakukannya sungguh berbeda. Kasar halusnya begitu pas. Membuat Mayang tidak mampu memberontak. Malah ingin lagi dan lagi. Hanya saja dia tidak bisa mendesah kencang karena pintu ruang utama yang sedikit terbuka.

"Pelan-pelan, Pak."

Namun, Marwan tidak peduli dan terus melakukan aktifitasnya. Dia sudah sangat keasyikan bermain dengan benda kewanitaan Mayang yang begitu mengiurkan. Betapa tidak dari segi bentuk dan warnanya saja sudah mirip perawan. Padahal jelas, Mayang sudah bersuami dan memiliki anak, tapi benda itu masih sangat bagus dan menawan. Pertanda jarang sekali dijamah.

Dan ketika Mayang mendekati puncaknya, tiba-tiba Marwan mengarahkan miliknya. Tanpa permisi, menabur benih dengan mesin traktornya yang begitu besar mengelora.

Penuh sesak Mayang rasakan. Gesekkan yang memabukan. Sumpah sekalipun traktor itu cukup besar. Mayang sama sekali tidak kesakitan karena sudah terlanjur basah bagai kebanjiran.