Chereads / Savior Husband / Chapter 15 - Bagian 15 : Mata yang Polos

Chapter 15 - Bagian 15 : Mata yang Polos

Sudah hampir 10 menit gadis bersurai sebahu itu masih berdiri dengan menenteng keranjang rotan di tangan kanan. Ia tidak bisa duduk sebab sang pemilik ruangan belum datang. Sampai pada hitungan jari yang ke 77 ia mendengar pintu terbuka. Menampakkan postur tubuh tinggi sempurna yang melangkah ke dalam. Seketika Liora mengembangkan senyuman hingga tatapan mereka bertemu.

Kedua mata Liora yang tersenyum simpul, berbeda dengan raut wajah terkejut suaminya. Hampir saja membuat Liora tertawa, tetapi ia tahan setengah mati.

"Kau?"

Liora hanya diam mendengar gumaman sang suami. Masih berdiri berhadapan, Liam menghela nafas kemudian berdehem pelan. Melanjutkan langkah mendekati meja kerjanya dan berdiri tegak di sana.

"Apa yang kau lakukan?"

"Aku menunggumu."

Sungguh, Liora mencoba untuk tenang dan berkata dengan penuh kelembutan.

"Aku membawa makan siang."

Sedikit mengangkat keranjang kecil dalam genggaman dengan pelan guna menunjukkan kepada Liam.

"Ya sudah, letakkan di atas meja dan kau boleh keluar sekarang."

Liam ingin mendudukkan diri, tetapi ucapan sang istri membuatnya berhenti.

"Ingin aku temani makan siang?"

Pria itu kembali menegak dan menggeleng. "Tidak perlu."

"Tapi—"

"Aku sudah katakan padamu." Ia memotong ucapan.

Liora terdiam masih dengan senyuman manis.

"Kalau begitu, akan aku siapkan untukmu."

Tanpa mendengar persetujuan suami, Liora duduk di sofa. Meletakkan keranjang rotan kecil di atas meja dan mulai mengeluarkan isinya satu per satu. Berbeda dengan Liam menatap terkejut sang istri yang melakukannya begitu saja. Bahkan, ingin Liam menegur, tetapi Liora hanya fokus pada makanannya di sana. Tidak lama beberapa macam makanan tersaji di atas meja tersebut.

"Makanannya sudah siap."

Liora melirik pada jam dinding. "Waktu makan siang hanya tinggal 15 menit lagi. Apa kau tidak ingin makan segera?"

Pria itu ikut melirik jam dinding kemudian melihat di pergelangan tangan yang sudah pasti waktunya sama. Liam berdiri perlahan dan melangkah mendekati sofa panjang di sana. Menatap ada 3 macam makanan di atas meja.

"Makanlah. Aku tidak akan mengganggu."

Berbalik memandang sang istri yang masih menyuguhkan senyuman. Entahlah, Liam merasa tidak ada kekuatan untuk menolak. Ia seakan tertarik mendekati dan mencicipi makanan yang disiapkan oleh istrinya itu. Bibirnya kelu hanya untuk berucap ataupun menanyakan pertanyaan pada Liora.

Segenap hati Liam duduk di sofa, berdampingan sedikit jauh dengan istri. Satu per satu Liam mengambil lauk dan memakannya, ia juga tidak luput mencicipi semuanya. Rasanya enak dan pas seperti yang Liam sukai.

"Bagaimana rasanya?" Liora bertanya.

Liam mengangguk satu kali. "Seperti biasa."

Kalimat balasan tersebut berhasil membuat Liora tambah mengulum senyum. Meskipun dua kalimat biasa, setidaknya Liam menanggapi pertanyaan dari Liora. Gadis itu merasa bahwa mendekati Liam tidak sesulit yang di bayangkan.

Tanpa dirasa Liam sedikit melahap habis makanan yang tersaji. Waktu 15 menit cukup untuk Liam memakan semuanya. Pria itu meneguk segelas air putih kemudian diletakkan di atas meja kembali. Kepalanya menoleh pada sosok gadis di sebelah, namun mendapati tengah tertidur. Kepalanya bersandar pada kedua tangan yang bertumpu di atas lengan sofa.

Liam dengan cekatan membereskan peralatan makan dan di masukkan ke dalam ranjang. Kemudian menatap istrinya dengan sedikit menghela nafas. Ia berdiri mengambil langkah mendekati gantungan jas hitam di sana. Perlahan menghampiri Liora yang tengah terlelap, menurunkan tubuh guna melihat lebih dalam wajah itu. Di mulai dari kening yang lumayan lebar, kedua mata bulat yang terpejam terlihat lucu, bibir tipis memerah.

Tanpa sadar ia mengulum senyum, tangannya melayang untuk menyelimuti punggung tersebut dengan jas miliknya. Kemudian kembali menatap wajah dengan bibir mengerucut lucu dalam tidur. Mata polos itu yang selama ini membuat Liam tidak bisa tenang. Ada sebuah senyuman, kebahagiaan, tetapi juga kesedihan yang mendalam. Seolah Liam bisa membaca bahwa kedua mata bulat yang polos menunjukkan sebuah pertolongan lirih yang tidak ingin diungkapkan.

Tok. Tok.

Bunyi ketukan pintu sedikit membuat Liam tersentak. Ia segera berdiri dan melangkah menuju pintu untuk dibuka.

"Ada apa, Elva?"

Liam sedikit membuka pintu dan hanya mengeluarkan kepalanya.

"Rapat akan dimulai 15 menit lagi, Pak."

"Aku akan datang sebentar lagi."

"Baik, Pak."

Elva bergegas pergi meninggalkan Liam setelah mengangguk hormat. Kembali pria itu menarik kepala dan menutup pintu perlahan. Memandang sang istri sebentar lantas memilih keluar ruangan menuju ruang rapat perusahaan tersebut.

Hari semakin menjadi dihitung jam sudah menunjukkan pukul 4 sore. Gadis yang tengah terbaring di sofa lebar itu membuka kedua mata. Mencoba menajamkan pandangan yang buram menjadi lebih jelas. Seketika ia menarik tubuh guna terduduk, tatapan mengelilingi ruangan yang tampak sepi. Kemudian mendapati jas hitam disampirkan pada tubuhnya.

"Astaga! Kenapa aku bisa tidur di sini?" gumamnya.

Mengingat kembali peristiwa sebelum ia tertidur adalah menemani Liam makan siang. Namun, keranjang kecil sudah rapi di atas meja dan Liora periksa makanannya terlihat habis.

"Apakah dia yang makan semuanya?"

Liora mengulum senyum berpikir jika memang benar Liam menghabiskan masakannya. Sudah susah payah ia membuatkan makan siang untuk suaminya dan berakhir berhasil hari ini.

"Ruangan ini nyaman sekali. Pantas saja aku bisa tertidur pulas."

Gadis itu berdiri dan melangkah mengelilingi ruangan yang lumayan luas tersebut. Ada satu rak buku tinggi berisi banyak buku-buku yang tertata rapi. Bahkan tidak ada debu sama sekali, jari-jari Liora menyusuri buku-buku itu dengan gemulai.

Sampai detik dimana jari itu berhenti, ia menarik salah satu buku dan membukanya.

"Ternyata dia menyukai buku seperti ini juga, beberapa filosofi dan psikologi."

Liora mendengus lantas menutup buku tersebut.

"Sepertinya dia suka membaca jika sedang ada waktu kosong," gumamnya.

Langkah kembali menyusuri perlahan setelah ia letakkan buku pada tempatnya lagi. Sampai beralih menghampiri meja kerja Liam yang sedikit berantakan. Kedua tangan seketika melayang dengan niat membereskan, tetapi berhenti tiba-tiba.

"Ah, aku tidak boleh menyentuhnya. Jika ada yang hilang atau kurang, dia pasti marah."

Liora mendengus lagi lalu melangkah cepat duduk di atas sofa.

"Kenapa dia lama sekali? Kemana dia?"

Tatapannya pada pintu yang tertutup rapat. "Apa dia sengaja meninggalkanku di sini?"

Liora membulatkan kedua mata segera berdiri dan mencoba untuk membuka pintu perlahan. Bunyi terbuka terdengar lirih, kepalanya dikeluarkan guna memeriksa keadaan di luar ruangan yang ternyata lumayan ramai. Sampai pada tatapan terakhir menemukan sang suami yang berjalan bersama seorang perempuan di belakangnya. Tepat langkah mereka menuju pada tempat Liora. Gadis itu bergegas menutup pintu dan berlari menuju sofa. Berbaring dengan jas hitam di sampirkan pada tubuh depan, kedua mata langsung terpejam bersamaan dengan pintu terbuka.

Langkah kaki sang pria menuju meja kerja dan sedikit merapikan dokumen untuk di letakkan dengan benar. Ia menatap gadis itu yang masih tertidur dengan nyaman. Terakhir Liam meninggalkannya, posisi tidur Liora masih terduduk. Ia pikir istrinya itu sudah pulang setelah terbangun, tetapi ternyata masih terlelap di atas sofa. Sedikit melirik jam di pergelangan tangan lantas menurunkan tubuh.

Tangan ingin melayang untuk membangunkan, namun diurungkan. Liam memikirkan cara bagaimana membangunkan sang istri dengan baik. Namun, itu semua tidak terpikirkan sama sekali. Jam hampir menunjukkan pukul 5 sore, sudah mulai petang. Kemudian Liam berdiri dan langsung menggendong Liora di kedua lengan di punggung dan kaki gadis itu.

Pintu terbuka sebab Elva membukanya, perempuan itu sedikit terkejut lantas mempersilakan Liam keluar ruangan.

"Pulanglah."

"Tapi, Pak ..."

"Ada apa?" Liam berbalik menatap.

"Mereka ingin mengajukan pertemuan besok pagi, Pak."

Liam mengerutkan alis. "Bukankah, sudah setuju bahwa jadwal pengunduran pertemuan minggu depan?"

Elva mengangguk cepat. "Tapi, mereka ingin mempercepat pertemuan dengan Anda."

"Atur saja sesuai jadwalku dan pastikan tidak ada yang salah."

"Baik, Pak." Elva mengangguk hormat.

Tanpa menunggu pria itu melanjutkan langkah menuju pintu utama perusahaan. Banyak para karyawan melihat adegan Liam menggendong sang istri di kedua lengan. Ada yang terkagum akan perlakuan sang pemilik perusahaan tersebut. Tidak banyak karyawan perusahaan juga terkejut sebab baru pertama kali melihat Liam menggendong seorang wanita. Sedangkan, Liam hanya menatap lurus ke depan hingga sampai pada mobil yang sudah bertengger menunggu di depan perusahaan tersebut.

•••

Pintu utama yang terbuat dari kayu terukir berbagai bunga terbuka lebar. Semua pelayan sudah berbaris menyambut kedatangan sang Tuan Muda. Tidak terkecuali Diomira sebagai kepala pelayan, ia segera menghampiri dengan tergesa.

"Tuan, ada apa dengan Nyonya?"

Liam berhenti di tangga pertama dan membalas, "Dia hanya tertidur, Bi."

Diomira mengangguk paham menatap Liam yang sudah membawa Liora menaiki tangga menuju kamar mereka. Grizel yang sejak tadi ada di belakang Diomira sedikit tersenyum.

"Bibi, sepertinya Nona Liora berhasil merebut hati Tuan Muda."

Wanita yang sudah berumur itu menghembuskan nafas lega lantas mengangguk.

"Semoga saja." Ia tersenyum lembut.

Di sisi Liam yang sudah membaringkan tubuh sang istri di atas ranjang. Pria itu menarik selimut guna sampai pada leher si gadis. Kemudian berjalan menuju kamar mandi meninggalkan Liora sendirian.

Namun, detik kemudian gadis itu membuka matanya perlahan-lahan dan mengulum senyum. Menatap pintu kamar mandi yang tertutup dengan sumringah.

"Tidak sia-sia aku belajar akting."