Rima masih mengejar Raya, ia merasa bersalah kepada Raya karena menanyakan hal yang seharusnya tidak ia tanyakan.
"Maafkan aku, Ray. Aku tahu aku salah, tapi aku mohon kamu jangan, seperti ini ..." ucap Rima.
Rima menarik tangan Raya membuat langkah Raya terhenti seketika, tapi Raya enggan membalikkan tubuhnya karena dia masih kesal dengan Rima.
"Aku minta maaf karena telah ikut campur dengan masalah pribadimu, aku memang manusia yang tidak tahu diri. Sudah menumpang di rumah orang, sok ikut campur pula ..." hardik Rima kepada dirinya sendiri.
Rima menampar pipinya dan berniat melukai dirinya sendiri, tapi Raya langsung mencegahnya karena ia tidak ingin kehilangan sahabatnya.
"Jangan lakukan hal yang membuatku semakin marah!" ucap Raya.
"Aku hanya menjadi beban, aku belum bisa membalas kebaikanmu karena aku masih terlilit utang ..." lirih Rima.
Rima menundukkan kepala, ia tidak berani menatap wajah Raya karena Raya terlihat, seperti serigala yang siap menerkamnya kapan saja.
"Tidak papa, aku tidak mengharapkan balas budi darimu. Bagiku, memiliki seorang sahabat yang begitu pengertian sudah lebih dari cukup," sahut Raya membuat mata Rima berkaca-kaca.
Rima ingin menangis. Namun, Raya langsung mengelap air matanya karena dia tidak ingin melihat sahabat satu-satunya menangis.
"Jangan nangis, nanti kecantikan kamu hilang loh. Kalau kamu jelek, nanti kamu jadi tidak mirip sama Jisoo Blackpink lagi ..." ejek Raya.
Raya mengedipkan mata sebagai pertanda mengejek Rima, sedangkan Rima mengerucutkan bibirnya sambil mengepalkan tangan.
"Kamu benar-benar ingin merasakan pukulan maut aku, ya?" tanya Rima.
Rima bersiap-siap memukul Raya, tapi Raya malah melarikan diri dari hadapannya membuat Rima semakin jengkel dan terus mengejar Raya.
"Awas, kamu ya!" ancam Rima.
"Kamu tidak akan bisa menangkap diriku, blee." Raya menjulurkan lidah dan terus berlari agar dirinya tidak ditangkap oleh makhluk jadi-jadian, seperti Rima.
Namun, ponselnya Rima berdering tiba-tiba membuat Rima harus menghentikan aksi kejar-kejarannya bersama Raya.
Rima membuka ponselnya dan ternyata ia mendapat pesan dari rentenir yang selama ini selalu mengancamnya jika ia tidak kunjung membayar utang.
Rima membaca isi pesan itu dan ia langsung terpaku selama beberapa saat membuat Raya menghampirinya karena penasaran.
"Ada apa, Rim?" tanya Raya.
"Adik-adikku diculik oleh rentenir," balas Rima, membuat Raya terkejut.
"Kok bisa? Memangnya kamu belum membayar utang ke dia?" tanya Raya dan kali ini sambil menggoyangkan bahu Rima agar Rima tidak terus terpaku di dekat kuburan.
"Selama ini aku hanya membayar bunganya saja. 1,2 juta perbulan dan aku sudah menghabiskan sekitar 20 juta untuk membayar dia."
Rima menatap Raya sekilas, lalu mengalihkan pandangannya pada tempat kosong yang dirasa mampu menghilangkan rasa stresnya.
"Di mana lokasi rentenir itu? Biar kita ke sana dan bebaskan dahulu kedua adikmu. Kalau dia meminta uangnya, kamu bisa gadaikan dahulu sertifikat rumah aku ..." ujar Raya.
Rima kembali menatap Raya. Namun, kali ini dengan wajah sendunya. Ia benar-benar tidak menyangka memiliki sahabat, seperti Raya.
Di saat orang lain menghina dirinya karena memiliki banyak utang, Raya justru menolongnya dan tetap setia berada di sisinya.
"Terima kasih karena kamu selalu berada di sisiku, aku sudah berutang banyak kepadamu. Selama ini, hanya kamu yang selalu menolongku dan aku berjanji tak akan melupakan semua kebaikanmu ..." ucap Rima.
Rima langsung memeluk tubuh Raya dan menangis dipelukannya, sedangkan Raya tersenyum kecil sambil mengusap rambut Rima.
"Sudah, jangan menangis. Aku menolongmu karena kamu adalah sahabat aku, fungsi sahabat adalah menolong sahabatnya yang lagi kesusahan, kan?" Raya melepaskan pelukannya dan menatap Rima.
"Tapi bagiku, kamu lebih dari sekadar sahabat. Aku sudah menganggapmu sebagai keluargaku sendiri karena kebaikanmu jauh lebih besar dari kebaikan keluargaku," balas Rima.
"Aduh, bestie. Jangan bikin jiwa lesbi gue meronta-ronta," ucap Raya.
Raya memegang lengan Rima dan menggodanya, sedangkan Rima langsung menggelengkan kepala saat melihat kelakuan sahabatnya.
"Sudah ah, ini waktunya serius! Apa kamu memiliki rencana untuk mengelabui si rentenir itu?" tanya Rima pada Raya.
"Punya, tapi sedikit sulit karena kita harus bikin rentenir itu keluar dari tempat adik-adik kamu disandera ..." balas Raya.
"Apa pun akan aku lakukan untuk adik-adikku!" tegas Rima.
"Baiklah," sahut Raya.
Raya membisikkan rencana gilanya di telinga Rima agar orang lain tidak dapat mendengarnya, sedangkan Rima hanya terdiam, supaya dirinya fokus pada rencana yang telah Raya buat untuk membebaskan adiknya.
"Kamu setuju?" tanya Raya.
"Iya, aku setuju ..." balas Rima.
"Ayo, kita mulai!" seru Raya.
Raya berjalan, seperti prajurit yang hendak berperang. Sedangkan Rima malah terkekeh saat melihat tingkah sahabatnya yang lucu.
"Kita naik apa ke sananya?" tanya Raya secara tiba-tiba, membuat langkah Rima terhenti.
"Tidak tahu, uangku sudah habis untuk membeli bakso ..." balas Rima.
"Uangku terisa 2 ribu, masa kita naik odong-odong?" ucap Raya.
Rima terdiam sejenak dan berpikir, sedangkan Raya malah menyanyikan lagu yang sering ia dengar sewaktu melewati odong-odong.
"Kalian bisa menumpang denganku," ucap seorang pria bertubuh tinggi dan sedikit berotot.
"Siapa kamu?" tanya Raya.
"Nama saya adalah Elric, saya adalah Putra dari keluarga Sonohara ..." balas pria itu sambil tersenyum.
"Sejak kapan Galang memiliki adik?" batin Raya.
Raya menatap pria itu dari kepala hingga ujung kaki, dirinya merasa curiga dengan pria itu karena dia berasal dari keluarga Sonohara.
"Kenapa Anda menatap saya, seperti itu? Apa Anda berpikir saya adalah orang jahat?" tanya Elric pada Raya.
"Tentu saja, wajahmu mencurigakan!" ketus Raya.
Raya menatap Elric dengan tatapan membunuh, sedangkan Elric mencoba mengondisikan wajahnya agar gadis menyebalkan itu tidak semakin curiga pada dirinya.
"Apakah kamu mau menerima bantuan dariku?" tanya Elric sambil menunjuk Rima.
"Iya, aku mau ..." balas Rima, membuat Raya terkejut.
"Jangan diterima! Bisa jadi, dia adalah mata-mata dari rentenir yang menculik adikmu!" ucap Raya.
Raya mencoba mencegah Rima agar Rima tidak terperangkap dalam ilusi permainan yang dibuat oleh pria itu. Namun, Rima malah mengabaikan Raya dan pergi meninggalkannya.
Sementara itu, Elric berjalan di belakang Rima karena dia ingin Rima mengira jika dia siap melindungi Rima kapan pun dan di manapun.
Elric menatap Raya sambil tersenyum licik, sedangkan Raya langsung berlari mengejar Rima dan Elric karena Raya tidak ingin Rima mengalami nasib yang serupa, seperti ia dan mendiang kakaknya.
Raya mencoba menjajarkan posisinya dengan Rima dan setelah itu, Raya berdiri di antara Elric dan Rima agar Rima tidak terlalu dekat dengan Elric.
"Sahabatmu akan terperangkap dalam permainanku!" bisik Elric di telinga Raya membuat Raya menelan salivanya.
"Kamu tidak akan bisa melukai sahabatku!" balas Raya.
Raya menatap Elric sambil mengepalkan tangan, sedangkan Elric terlihat biasa saja karena dia sudah sering berhadapan dengan wanita sok pemberani, seperti Raya.