"Kenapa kau terlihat sangat bahagia?" tanya Elric muncul secara tiba-tiba.
"Aku senang karena sudah tidak memiliki utang kepada rentenir itu," balas Rima.
"Memangnya berapa banyak utangmu dan kamu gunakan untuk apa uang pinjaman dari rentenir itu?" tanya Elric membuat Rima terdiam.
Rima memberhentikan langkahnya dan menatap ke ruang kosong. Rima ingin bercerita kepada Elric, tapi ia takut jika Elric akan mencibirnya setelah mendengar tragedi mengenaskan yang menimpa dirinya.
"Kenapa kamu terdiam? Apa ada masalah yang tidak bisa kamu ceritakan kepada aku?" tanya Elric.
Elric berdiri di samping Rima, lalu menatap wajahnya yang cantik bagaikan bidadari. Namun, Elric sama sekali tidak tersentuh dengan kecantikan itu dan dia menganggap Rima sebagai adiknya.
"Aku tidak pernah meminjam uang kepada rentenir itu, tapi mendiang ibuku yang meminjamnya karena dia butuh uang untuk menyekolahkan aku dan kedua adikku ..." ucap Rima.
"Memangnya Ayahmu ke mana?" tanya Elric.
"Ayahku sudah meninggal sejak beberapa tahun lalu," balas Rima.
Rima menarik napas sejenak karena ia tidak sanggup menceritakan kemalangan yang membuat hidupnya menjadi, seperti ini.
"Kalau boleh tahu meninggalnya karena apa?" tanya Elric.
"Mobil yang dikendarai oleh Ayahku bertabrakan dengan mobil lain. Namun, sampai sekarang pemilik dari mobil itu belum diketahui dan kasus itu sudah ditutup," balas Rima.
Rima kembali terdiam, ia berusaha menahan butiran air mata yang hendak mengalir membasahi pipinya.
"Jangan menangis! Kamu harus kuat demi Ayah dan Ibumu," ujar Elric.
Elric membelai rambut Rima, lalu merangkul tubuhnya membuat Rima menjadi, sedikit tenang karena Rima menganggap Elric adalah kakaknya yang hilang.
"Jika kakakku masih hidup, dia pasti seumuran dengan kamu ..." ucap Rima membuat Elric terkejut.
"Kakak? Kamu punya kakak?" tanya Elric seolah tidak percaya.
"Iya, aku punya kakak. Namanya adalah Mondi Putra Wijaya, tapi dia menghilang setelah kecelakaan maut itu terjadi ..." balas Rima.
"Menghilang secara misterius?" tanya Elric penasaran.
"Iya, jasad ayahku ditemukan. Tapi jasad Kak Mondi tidak dan itulah yang membuatku yakin jika Kak Mondi masih hidup," balas Rima.
Rima menatap Elric sekilas, lalu ia mengalihkan pandangannya pada langit yang terlihat cerah. Namun, tidak mampu mencerahkan hatinya.
"Kalau boleh tahu, berapa usia kakakmu itu?" tanya Elric.
"26 tahun. Dia lahir pada tanggal 27 mei 1996," balas Rima.
Rima memejamkan mata dan kembali menghela napas agar pikirannya kembali tenang, seperti semula.
Terkadang saat pikirannya sedang kacau, Rima ingin bunuh diri. Namun, dia takut jika adik-adiknya akan hidup terlantar setelah dia pergi untuk selama-lamanya.
"Ulang tahun kakak kamu hanya beda sehari dengan aku," ucap Elric.
Seketika Rima membuka matanya dan menatap wajah Elric yang sekilas mirip dengan wajah Mondi.
"Jangan-jangan kamu adalah kakakku yang hilang?" tanya Rima.
"Tidak mungkin. Aku adalah Putra dari keluarga Sonohara," elak Elric.
"Iya juga sih. Mana mungkin pria sehebat dirimu adalah kakakku? Aku hanyalah wanita lemah," cemooh Rima pada dirinya sendiri.
Rima memukul bibirnya sendiri karena malu dengan pertanyaannya, sedangkan Elric mencoba menghentikan aksi Rima.
"Jangan melukai dirimu sendiri! Nanti kamu terluka," ujar Elric.
"Tidak papa. Aku sudah biasa melakukannya," sahut Rima.
Rima kembali melukai dirinya membuat Elric menjadi kebingungan karena, sepertinya Rima memiliki penyakit mental yang cukup parah.
Elric meraih tangan Rima, lalu mencengkeramnya agar Rima berhenti melukai dirinya sendiri.
"Jangan bertingkah, seperti ini! Atau saya akan pergi meninggalkanmu?" ancam Elric.
"Apa? Aku mohon jangan lakukan itu. Aku menganggap kamu sebagai kakak aku sendiri," balas Rima.
"Aku tidak akan pergi, tapi kamu harus menuruti semua ucapan aku!" tegas Elric.
"Baiklah," sahut Rima.
Rima menggenggam lengan Elric dan menyandarkan kepalanya, sedangkan Elric mengusap kepala Rima agar Rima patuh dengannya.
"Aku akan selalu melindungi kamu walau sebenarnya tugas utama aku adalah mendekati Raya, tapi apa salahnya aku menjadi pelindung Rima dan adik-adiknya?" batin Elric.
Elric menatap Rima sambil tersenyum, lalu keduanya kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju mobil Elric.
Sementara itu, Raya meratapi mereka dari kejauhan. Hatinya terasa sedikit sakit saat melihat Rima bermesraan dengan Elric. Namun, Raya hanya bisa pasrah karena Rima adalah sahabatnya dan Elric juga bukan kekasihnya jadi, dia tidak berhak untuk mengatur mereka.
"Kenapa mereka terlihat sangat serasi? Apa karena wajah mereka yang cukup mirip?" gumam Raya.
Raya terus menatap Rima dan Elric dari kejauhan. Namun, saat mereka sudah dekat, Raya langsung mengalihkan pandangannya agar Elric tidak merasa curiga.
"Ray, kamu kenapa? Aku bikin masalah ya sama kamu?" tanya Rima saat berada di hadapan Raya.
"Tidak papa. Aku hanya ingin sendiri sambil mengingat kenangan indah bersama Kak Tiffany," balas Raya tanpa menoleh sedikit pun ke Rima.
"Kamu serius?" tanya Rima sekali lagi karena dia mencemaskan Raya.
"Iya," balas Raya datar.
Raya langsung masuk ke dalam mobil dan memakai earphone agar dia tidak mendengar pertanyaan-pertanyaan tidak jelas dari Rima, sedangkan Rima duduk di samping Elric karena ia takut mengganggu Raya.
"Sudah pakai sabuk pengaman?" tanya Elric.
"Sudah," balas Rima.
Elric langsung menancapkan gas mobilnya dan melaju dengan kecepatan sedang karena kini dia sedang membawa 4 wanita yang siap teriak kapan saja jika mobilnya melaju dengan kecepatan tinggi.
***
Elric memarkirkan mobilnya di halaman rumah Raya, lalu mereka keluar dari dalam mobil.
"Terima kasih ya, Kak. Sudah bersedia menolong kami," ucap Alea dan Aletta secara bersamaan.
"Iya, sama-sama ..." balas Elric.
Elric tersenyum hangat, kemudian dia membantu Rima membawa tas adik-adiknya yang cukup berat karena berisi buku pelajaran.
Sedangkan Raya memutuskan untuk jalan lebih dahulu karena dia malas melihat kemesraan Elric dan Rima.
Namun, langkah Raya terhenti saat melihat Galang masih berada di depan pintu rumahnya.
"Astaga, dia masih ada di sini? Padahal sudah berjam-jam aku pergi," keluh Raya.
Raya menghela napasnya dan berusaha bersikap biasa saja saat berada di depan Galang, sedangkan Galang yang melihatnya langsung berlari menghampiri Raya.
"Kekasihku ..." teriak Galang.
Galang berlari dengan sedikit dramatis dan saat berada di dekat Raya, Galang hendak memeluknya. Namun, Raya malah mendorong tubuh Galang.
"Stop! Jangan peluk-peluk gue atau gue tendang junior lu?" ancam Raya.
Raya menampilkan ekspresi datar, tapi Galang membalasnya dengan sebuah senyuman.
"Jangan galak-galak dong, nanti susah dapat jodoh loh ..." ujar Galang.
"Tidak peduli, yang penting jodoh gue bukan lu!" balas Raya.
Raya kembali melangkahkan kakinya, sedangkan Galang tetap mengikuti Raya dari belakang karena dia tidak ingin kehilangan Raya. Raya adalah cinta sejati Galang dan sampai kapan pun, Galang akan tetap mengejar cinta Raya.