Sementara itu, mantan kekasihnya–Galang–masih berada di depan pintu. Dia tidak akan pulang sebelum Raya memaafkan dirinya.
"Raya, aku akan terus menunggu hingga kau memaafkan kesalahanku!" ucap Galang.
Galang mengetuk pintu rumahnya sambil berusaha untuk mendobrak, sedangkan Raya malah menutup telinganya agar ia tidak mendengar ucapan Galang.
Raya tidak bisa berkata apa pun, selain meneteskan air mata. Rasa bersalah masih menghantuinya dan mungkin hingga akhir hayatnya.
Rima keluar dari dalam kamar mandi dan melangkah menuju kamarnya sembari berlari karena dirinya lupa membawa handuk untuk menutupi tubuhnya yang cukup seksi.
Namun, langkah Rima terhenti saat melihat Raya terduduk lesu di depan pintu menuju luar.
"Ada apa dengannya?" batin Rima.
Rima menatap Raya dari kejauhan, lalu melangkah mendekatinya karena rasa penasaran Rima sangat besar.
Saat berada di hadapan Raya, Rima langsung menepuk bahunya dan duduk di hadapannya.
"Kamu kenapa? Apa kamu sakit?" tanya Rima cemas.
Rima memegang tangan Raya untuk mengecek suhu tubuhnya, sedangkan Raya masih terdiam karena ia tidak ingin Rima mengetahui kesedihannya.
"Aku baik-baik saja. Aku hanya teringat dengan mendiang kakakku," balas Raya.
Raya mendongakkan kepalanya secara perlahan dan betapa terkejutnya ia saat melihat Rima duduk di hadapannya tanpa mengenakan handuk atau kain untuk menutupi tubuh seksinya.
"Rima!" teriak Raya histeris membuat Rima terkejut setengah mati.
"Kenapa sih? Nggak usah teriak-teriak kali, hampir mau pecah nih gendang telinga aku ..." gerutu Rima.
"Kenapa kamu keluar tanpa mengenakan handuk? Apa kamu sudah gila?" tanya Raya.
"Aku lupa bawa handuk," balas Rima tanpa perasaan bersalah sedikitpun.
Rima terlihat biasa saja walau Raya sedang memarahinya, Rima sudah sering melakukannya karena ia malas membawa handuk ke kamar mandi.
Lagi pula dirumah itu hanya ada dia dan Raya saja. Adik-adiknya Rima masih berada di sekolah.
"Cepat masuk ke dalam kamar!" perintah Raya dengan tegas.
"Kenapa kamu galak, seperti ini?" tanya Rima dengan raut polosnya.
"Aku kesal padamu karena kamu begitu ceroboh. Kalau misalnya, ada laki-laki masuk ke rumah ini, dia pasti akan memperkosamu!" balas Raya membuat Rima terdiam.
Raya langsung menarik tangan Rima dan membawanya masuk ke dalam kamar, lalu Raya mengunci pintu kamarnya agar Rima tidak keluar sebelum dia memakai bajunya.
"Cepatlah pakai baju! Setelah ini, aku akan pergi ke kuburan. Apakah kamu mau ikut?" tanya Raya.
"Tentu saja mau, tapi kita mau ngapain ke sana?" tanya Rima.
"Berziarahlah, yakali jualan seblak," balas Raya.
"Baiklah," sahut Rima.
Rima langsung bersiap-siap, sedangkan Raya menunggu dari luar. Namun, pandangan Raya tertuju pada jendela karena ia penasaran dengan mantan kekasihnya.
"Apa Galang masih ada di depan?" batin Raya.
Raya melangkah menuju jendela. Setelah itu, Raya mengintip secara perlahan dan ternyata Galang masih berada di depan pintu.
"Kenapa dia belum pergi sih? Apa dia benar-benar sudah kehilangan akal sehatnya? Perlukah aku rukiah dia?" gumam Raya.
Raya merasa sangat jengkel kepada Galang karena Galang tidak kunjung pergi dari rumahnya walaupun tadi ia sudah berkata kasar.
Raya ingin mengusirnya, tapi ia tidak tega karena bagaimanapun juga Galang adalah cinta pertamanya.
"Aku mencintaimu," ucap Raya.
Raya menatap Galang dari kejauhan dan tiba-tiba Galang berdiri di hadapannya membuat Raya terkejut setengah mati.
"Aku tahu kamu masih mencintaiku dan aku akan tetap menunggumu," ucap Galang sambil tersenyum.
Galang meletakkan telapak tangannya di jendela, lalu Galang bersikap seolah sedang mengusap pipi Raya.
"Jangan tinggalkan aku ya, sayang. Aku berjanji tidak akan mengecewakanmu lagi." Galang mencium kaca jendela itu sambil berbayang jika dirinya tengah mencium Raya.
Sedangkan Raya hanya terdiam, ia tidak tahu harus menjawab apa karena hatinya masih milik Galang.
"Raya, aku sudah selesai ..." teriak Nindy dari dalam kamar.
"Iya, sebentar!" sahut Raya.
Raya langsung menutup jendelanya menggunakan gorden panjang berwarna hijau agar Nindy tidak melihat Galang.
"Raya jangan lama-lama dong. Nanti kecantikan aku bisa luntur nih," ucap Rima membuat Raya menepuk jidat.
"Sabar bawel," sahut Raya.
Raya melangkah menuju kamarnya, kemudian ia membuka pintunya agar si ratu rempong bisa keluar dari dalam kamarnya.
Setelah Raya membuka pintu kamar, Rima keluar dari dalam kamar sambil bergaya, seperti seorang model.
"Ayo, kita pergi ..." ajak Rima.
"Lu mau ke kuburan atau mau arisan sih? Ribet banget," ucap Raya.
"Tidak papalah. Siapa tahu ketemu pria tampan di sana," sahut Rima.
Rima mengedipkan matanya, lalu melangkah menuju ke arah luar. Sedangkan Raya hanya bisa menggelengkan kepala saat melihat tingkah Rima.
"Pasti obatnya habis deh, makanya jadi gila begitu ..." batin Raya.
Raya menghela napas, lalu mengikuti Rima dari belakang karena ia tidak ingin Rima bertemu dengan Galang.
Saat mereka berada di belakang pintu, Raya langsung menarik tangan Rima agar Rima tidak membukanya.
"Kita lewat pintu belakang saja. Soalnya di depan ada hantu," ucap Raya membuat langkah Rima terhenti.
"Sejak kapan hantu muncul di pagi hari, seperti ini?" tanya Rima.
"Masalahnya hantu jadi-jadian," balas Raya membuat Rima penasaran.
Rima mengintip dari balik jendela dan ternyata ada seorang pria tampan tengah berdiri di depan pintu.
"Bukankah dia adalah Kak Galang?" tanya Rima.
"Mana aku tahu," balas Raya bohong.
"Loh, dia kan kekasih kakakmu. Sebelum kakakmu meninggal dunia," ucap Rima.
"Sudahlah tidak perlu di bahas. Tidak penting juga," ujar Raya.
Raya menarik tangan Rima dan membawanya menuju pintu belakang agar Rima tidak bertemu dengan Galang karena ia takut Galang akan membocorkan masa lalu mereka kepada Rima.
"Ada apa dengan Raya? Semenjak kakaknya meninggal, sikapnya berubah drastis kepada Kak Galang," gumam Rima.
Rima menatap Raya dengan raut curiga karena ia merasa jika Raya memiliki masalah pribadi dengan Galang. Namun, Raya sengaja menutupinya agar ia tak ikut campur.
"Jangan-jangan rumor itu benar? Raya adalah orang yang merusak hubungan asmara kakaknya dengan Kak Galang!" teriak Rima di dalam hati, ia tak berani bertanya langsung karena takut membuat Raya marah.
Selama ini, Rima sudah berutang banyak kepada Raya. Salah satu di antaranya adalah Raya mengizinkan Rima dan adik-adiknya tinggal di rumah peninggalan orangtua Raya.
"Semoga permasalahanmu segera selesai, Ray. Kamu adalau orang baik, pasti Allah akan membantumu ..." doa Nindy sambil tersenyum.
Nindy menggenggam tangan Raya, lalu membawanya pergi dari rumah. Mereka terlihat sangat bahagia walau tadi ada sedikit masalah, tapi mereka harus tersenyum saat berkunjung ke makam orang tuanya.
"Rim, nanti kita berdoa sama-sama ya untuk orangtua kita dan kakakku ..." ujar Raya.
"Iya, aku juga mau berdoa untuk Kak Mondi. Semoga aku dipertemukan kembali olehnya," ucap Rima.
"Aamiin ..." sahut Raya.
Mereka terus melangkah menuju pemakaman umum tempat keluarganya di makamkan.