Aleta terus menyandarkan kepalanya di dada bidang lelaki tampan ini, Alex, sejak turun dari jet pribadinya yang membawa kami ke Kanada.
Usapan tangan di punggungnya membuat hati Aleta terasa menghangat. Aleta sangat menikmati setiap sentuhan yang dia berikan.
Sejak kehamilannya bertambah Aleta semakin tak ingin berjauhan dengan Alex. Ini seperti bukan dirinya.
Aleta bahkan sangat malas mandi jika tak bersama Alex. Meski Alex akan meledek atau menggodanya bau. Aleta tetap tak mau jika tak bersamanya.
Seperti bayi besar jika boleh dirinya mengatakan akan hal itu.
Namun meski Aleta sering merengek, Alex tetap sabar menghadapi sikapnya. Aleta semakin mencintainya.
Kembali Aleta menenggelamkan kepalanya pada dada bidangnya. Meggesekkan hidungnya, menghirup aroma maskulin pada tubuhnya. Seperti Aleta tenggelam dalam dirinya.
Aleta mendongak dan menatapnya lama. Bulu-bulu tipis mulai tumbuh di sekitar dagunya, Aleta lupa mencukurnya pagi tadi, membuatnya semakin tampan dan berkharisma.
Mendecak kecil, Alex menurunkan arah pandangnya dan beradu dengan bola mata istrinya.
Jari-jari Aleta terulur mengusap dagunya perlahan. "Kenapa kau bertambah tampan saja Alex. Aku membenci hal itu, sungguh," celetuknya asal dan membuat Alex tertawa kecil. "Kau tahu, bahkan di luar sana begitu banyak gadis gadis yang menggilaimu padahal mereka tahu kau milikku. Hanya milikku." Aleta menekankan kata 'milikku' dengan tegas.
Aleta mengalihkan pandang dan mengerucutkan bibirnya beberapa senti usai berucap seperti itu.
"Oh ayolah sayang. Kenapa kau sangat memengaruhi Mommy-mu? Lihatlah, kau bahkan tak mau berhenti meski Mom-mu sudah merajuk habis-habisan."
Aleta mendelik mendengar jawaban santainya dan malah mengusap perutnya yang sedikit berisi.
Menatapnya tajam,Aleta duduk menjauh darinya.
Aleta yang merajuk tapi kenapa bayinya yang di ajak bicara.
Terlihat kedua alisnya yang saling bertaut heran dan mencoba mendekat. Aleta melipat kedua tangannya.
"Aku marah padamu Alex. Menjauhlah!" serunya santai dan malah membuat Alex semakin mendekat.
"Oh,Sayang. Ayolah, jangan pengaruhi Mommy seperti ini. Kau tahu, ini sangat menyiksa Daddy meski hanya berjauhan beberapa senti seperti ini."
"Kalian sungguh berlebihan," sambar sebuah suara halus dan tegas. Aleta dan Alex sama-sama menoleh mendapati Will yang sedikit berantakan.
"Kau menjijikkan sekali. Dasar pemalas!" Aleta berteriak nyaring pada kakaknya. "Kau bahkan sudah menikah tapi penampilanmu tak seperti seorang suami yang di urus istrinya."
Ya, Will dan Clara sudah melangsungkan pernikahan satu bulan yang lalu. Dan Aleta tak bisa mengikuti acara pernikahan mereka karena waktu itu dirinya sedang dalam tahap mual di awal kehamilannya.
"Aku mendengar namaku disebut-sebut di sini. Aku tak terima." Kembali Aleta menoleh dan mendapati Clara yang dengan santai berdiri dan memeluk Will.
Aleta mendelik dan menatap mereka tajam. "Suami istri sama saja!" Aleta berdiri dan menarik tangan Alex kasar menuju kamarnya.
"Kenapa sejak hamil kau sangat menyebalkan Aleta!" Teriak Will yang tak di hiraukan.
Aleta terus menarik tangan Alex menaiki tangga dan memasuki kamarnya. Kamar yang sangat dirinya rindukan.
Alex hanya terdiam dan mengikuti semua langkah istrinya dengan tenang tanpa protes.
"Mereka suka sekali mengganggu. Harusnya mereka mencari kegiatan lain dan bukan menggangguku." Aleta menggerutu.
Alex berjalan menghampiri dan berjongkok di depan perut istrinya, setelah sebelumnya menutup pintu juga menguncinya. Menempelkan kepalanya pada perut buncit sambil memeluk pinggang rampingnya. Tangan Aleta terulur mengusap rambut emasnya perlahan.
"Apa kau lelah sayang. Kau membuat Mom sangat kesal, kau tahu. Kau juga membuat Daddy kalah bertarung denganmu. Bisakah kau bujuk Mommy agar jangan kesal lagi."
Aleta terkikik geli melihat tingkah konyol suaminya. Apa dia begitu tak sabar menunggu bayinya terlahir? Dia sangat suka membuat interaksi dengan bayinya, seperti sekarang ini.
Aleta masih terus mengusap rambut emasnya yang begitu halus.
"Apa kau begitu tak sabar menunggu dia terlahir Alex?" tanya Aleta yang langsung mendapat tanggapan dari Alex dengan anggukan kecil.
Lantas Alex terbangun dan duduk di samping istrinya. Memeluknya dari samping menopangkan dagu pada bahunya. Aleta sangat menyukai pelukannya. Membuatnya sangat di butuhkan juga ini adalah tempat teramannya.
"Kau lelah sayang?" bisik Alex tepat di telinga Aleta. "Jazzy dan Jaxon sangat merindukanmu," sambungnya lagi sambil mencium pelipisnya.
"Tidak. Kita bisa ke sana nanti malam. Aku juga merindukan Mom dan Dad," jawab Aleta sambil memejamkan kedua bola matanya, menikmati terpaan hangat napas Alex di sekitar lehernya.
Aleta merasakan Alex semakin mendekapnya erat.
"Ah ya, Sayang." Aleta kembali membuka kedua bola matanya begitu mendengar suara Alex. "Daddy meresmikan beberapa cabang baru di Eropa. Dan kita akan pindah lagi. Kau tak apa bukan?"
***
Alex melihat Aleta nampak berpikir. Terpaksa berbohong soal ini itu yang Alex lakukan. Merasa tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya.
Alex hanya ingin melindunginya. Hanya dengan ini ia bisa melakukannya.
"Aku tahu kau pasti keberatan. Tapi, kau pasti tahu seperti apa posisiku Aleta. Jika boleh jujur aku tak ingin berpindah lagi. Aku tahu, kau sangat nyaman di Atlanta," lirih Alex dalam menjawab pelan tepat di depan wajah cantik istrinya, ia mencoba memberi pengertian untuk Aleta menerima.
Kepala cantiknya masih nampak serius berpikir. Menyimpulkan beberapa spekulasi-spekulasi dari berbagai kemungkinan.
Alex beralih mengusap punggung tangannya dan menuntunnya untuk duduk di atas pangkuannya.
Hanya dengan cara ini dia akan merasa lebih tenang.
Alex menatap tepat pada kedua manik mata cokelatnya.
Masih dengan tetap berpikir.
"Tak apa Alex." Yang Alex balas dengan senyum semilinya. "Apa aku masih bisa bekerja bersamamu? Aku tak bisa berjauhan denganmu jika kau ingin tahu," sambung Aleta. Kepalanya menunduk, khawatir jika Alex tak menyetujuinya.
Terdiam—Alex sedikit bermain-main.
Tak masalah jika Aleta ikut serta. Bukankan itu lebih baik. "Kau yakin tak apa sayang?" Alex memastikan sambil mengangkat dagu sang istri agar kembali menatapnya.
Aleta mengangguk mantap dengan senyum mengembang.
Alex menariknya ke dalam dekapan hangatnya.
Jari-jari lentiknya membuka kancing kemeja Alex dan mengusap dada bidangnya.
Akhir-akhir ini Aleta sangat suka melakukan kegiatan yang sangat membuat Alex tersiksa. Seperti sekarang ini. Dengan santai, jari-jari lentiknya membuat bulatan-bulatan kecil tepat di atas tato salib yang berada di dadanya.
Alex menciumi aroma shampo yang sangat dirinya sukai. Begitu menenangkan.
"Aku ingin mandi Alex." Kedua alis Alex bertaut heran. Melirik sedikit ke arah jam di pergelangan tangan kirinya. Waktu menunjukan pukul empat sore.
"Tak biasanya kau mandi jam segini sayang. Kau harusnya beristirahat," jawab Alex semakin mendekapnya erat.
"Badanku bau Alex. Kau tak akan nyaman nanti. Ayolah." Oh Tuhan istrinya merengek lagi. Dengan manja.
Telak Alex tak akan bisa menolaknya.
"Aku tak masalah sekalipun kau bau, aku tetap mencintaimu, kau tahu. Tapi, baiklah Mommy. Daddy akan memandikan Mommy." Seketika semburat merah menyembul di kedua pipi tirusnya. "Kau selalu saja memerah Sayang. Kita bahkan sudah lama menikah dan kau masih tersipu. Aku gemas jika kau ingin tahu."
Aleta semakin menenggelamkan wajah cantiknya pada lekukan leher Alex.
Alex mengangkat badannya yang seringan kapas dan kaki jenjang Aleta melingkar pada pinggulnya.
Mendudukkannya di samping wastafel dan mulai mengisi buth up dengan air hangat dan aroma lavender kesukaannya.
Ekor mata Alex menangkap beberapa kali Aleta menguap dengan mata yang sedikit berair.
"Kau sangat keras kepala Aleta. Kau mengantuk dan tetap memaksa mandi," ucap Alex yang tetap terfokus pada suhu air. "Kemarilah." Alex merentangkan kedua tangannya dan mengangkat tubuhnya kembali.
Melepas satu per satu pakaian yang di kenakannya lalu setelahnya pakaiannya sendiri.
Alex kembali mendudukannya di atas pangkuannya dan membuat bulatan-bulatan kecil pada perut berisinya.
"Aku mengantuk." Sudah Alex duga.
Alex menghela napas perlahan. "Sebentar lagi. Aku akan memandikanmu usai ini. Ini bahkan belum ada lima menit sayang." Alex melihat Aleta hanya mengangguk pelan dan menyandarkan kepalanya pada dada bidangnya lagi.
Alex masih terus memberi usapan-usapan pada sekitar perutnya. Seketika senyum kecil mengembang dari bibirnya. Di dalam sini ada kehidupan lain yang sedang tumbuh. Ada benihnya yang dalam tujuh bulan lagi akan terlahir.
'Ah, akan seperti apa dia nantinya. Replikaku atau Aleta. Atau malah kita berdua. Aku tak berharap banyak. Asal dia terlahir dengan selamat dan Aleta tetap bersamaku. Di sampingku, melihat anak anak kami tumbuh, merawat bersama dan tetap hidup bersama denganku. Aku sungguh sangat mencintai gadis ini. Sangat.'
Alex kembali mengulum senyum dan mencium pelipis Aleta. Lantas mengajaknya berdiri dan berjalan ke arah guyuran shower.
Badannya sedikit berisi dan padat. Juga dua benda kenyal itu kini terayun bebas di depan mata Alex tanpa penghalang. Alex sangat ingin menciumnya.
Mengusap punggung mulusnya dengan sabun, Alex sedikit mengecup puncak dadanya membuat Aleta menggelinjang kegelian. Alex suka ketika Aleta merespon seperti ini. Membuatnya ingin menyentuhnya tanpa henti.
Tapi Alex tahu, ia harus menahannya. Setidaknya sampai tahap kedua. Alex tak ingin mengambil risiko untuk janin di dalam perut Aleta. Juga untuk Aleta sendiri.
Aleta mengusapkan shampo pada rambut cokelat sebahunya dan segera membersihkan tubuh mungilnya yang mulai kedinginan.
Begitu juga dengan dirinya, Aleta melakukan hal yang sama pada Alex lantas bergegas keluar dan memakai pakaian.
Alex berbaring dengan Aleta yang berada di atas dada bidang suaminya. Memejamkan mata dengan dengkuran halus yang Alex dengar.
Alex kembali mengulum senyumannya.
"Ah, kehamilannya berdampak drastis untuk moodnya."
***
Usai makan malam, Alex mengajak Amora bergegas menuju rumah Mom dan Dad. Dua bocah kecil itu sudah merengek sejak satu jam yang lalu agar dirinya segera membawa Aleta ke rumah.
Menggenggam tangan mungil Aleta, Alex menautkan jari-jarinya pada sela-sela jari lentiknya.
"Kita menginap saja, oke. Jazzy dan Jaxon tak akan mau di tinggal olehmu sayang. Aku jamin itu," ucap Alex dengan mengelus rambut halusnya. "Kita akan ke gereja sebentar. Ada kegiatan amal."
Aleta hanya tersenyum yang Alex balas dengan senyuman pula.
"Kau tahu Aleta. Aku sangat menyukai setiap sentuhanmu. Aku bahkan sangat menyukai setiap kali kau menciumku atau menyentuhku. Rasanya aku tak ingin membasuh apapun itu segala sesuatu yang berasal darimu." Ungkap Alex jujur dan menyandarkan kepala Aleta pada bahu kekarnya.
"Tetap seperti ini Alex. Ini tempat teramanku. Ini tempat yang sangat aku sukai. Kau bilang kita adalah sebuah rahasia. Kita bahkan tak terlihat. Aku menyukai setiap hal yang kau berikan padaku. Aku menyukai setiap untaian kata yang kau ungkapkan padaku. Kau tahu, setiap kali kau memelukku, aku seperti merasa sangat dibutuhkan. Maaf jika aku merepotkanmu."
Alex segera meregup kedua bahunya, membuat Aleta menghadap padanya dan menatap kedua bola mata cokelat kesukaannya. Semua dunia Alex berpindah pada bola mata cantiknya itu.
"Dengarkan aku, Maple." Alex berhenti sambil menangkup kedua pipinya. "Kau sama sekali tak merepotkanku. Sungguh. Aku justru sangat menikmati setiap rengekan atau sikap manjamu itu. Aku sangat menikmatinya. Melihat bagaimana kau kesal, melihat bagaimana kau merajuk. Itu membuatku sangat beruntung. Kau, apa kau tahu betapa berartinya kau untukku Aleta?" Ada jeda untuk Alex mengembuskan napasnya perlahan. "Kau sangat berarti untukku Aleta. Aku sangat dan sangat menggantungkan hidupku padamu jika kau ingin tahu. Aku, sudah tak bisa jika kau tak ada disisiku. Aku tak bisa Aleta. Karena hanya kau yang memahami semua tentangku tanpa kau bertanya sedikit pun. Kau tahu semua hal yang aku suka dan tak aku suka. Meski kau tak bertanya padaku. Apa kau sadar hal itu Sayang?" tanya Alex sekali lagi. Alex melihat Aleta hanya menggeleng pelan dan memberikan senyum manisnya yang sangat Alex sukai.
"Terima kasih Alex." Kedua tangan Aleta memeluk Alex erat. Mengalungkannya pada lehernya dan menyembunyikan wajahnya pada ceruk lehernya.
"Kau sungguh hadiah dari Tuhan untuk hidupku Aleta."