Chapter 34 - Bab 34

Gadis berambut kemerahan itu hanya menatapnya dari kejauhan. Senyum licik tersungging di belahan bibir seksinya.

"Itu artinya aku tak perlu mengotori tanganku untuk menyingkirkan gadis sialan itu! Huh." Mengembuskan napas pelan. "Aku harus segera mencari cara untuk mendapatkan Alex. Menyingkirkan dia, tentu saja. Dan ini tak semudah bayanganku. Aku harus bergerak cepat namun dengan rencana matang. Aku tak akan menyia nyiakan kesempatan ini. Tak akan. Aku yakin, wanita itu sangatlah licik. Lawanku kali ini benar benar seperti ular berbisa."

Kaki jenjangnya berjalan perlahan dan memeriksa tubuh yang tergeletak di bahu jalan. Entah akan selamat atau tidak. Atau malah akan di terkam binatang buas. Dia sama sekali tak peduli. Yang terpenting semua keinginannya telah tercapai.

Itu sama sekali bukan urusannya. Kedikan bahunya menandakan kesan acuh yang mendalam.

"Kau memang menang dalam mendapatkan hatinya. Namun kau kalah soal bertarung kali ini." Senyum menyeringai kembali tercetak jelas disudut bibirnya.

Kedua bola matanya melayangkan pandang kearah paha gadis yang tengah sekarat itu. Darah segar mengering terlihat jelas.

"Anakmu bahkan tak mau bertahan. Kau juga harus segera mati, Aleta." Cicitnya pelan dan meninggalkan satu tendangan lagi diperutnya serta menginjak kaki kiri gadis itu hingga berbunyi. Bisa di pastikan bahwa tulang itu retak.

***

Aleta side

Aku seperti berada ditempat yang sangat damai. Hanya ada ilalang di sini dengan semilir angin yang menggerakkan rambut sebahuku. Menutupi wajahku dan kembali aku menyibak kebelakang. Aku memandang luas ke arah danau dengan air yang tenang. Silauan matahari dengan gradiasi keemasan. Tersenyum tipis. Di sini sangat damai dan sejuk.

"Mom, aku rindu Daddy."

Kepalaku menoleh dan mendapati seorang bocah lelaki yang tak asing untukku. Wajah itu sangat tak asing di kepalaku. Melekat kuat, teramat kuat. Dan apa tadi? Dia memanggilku Mom.

Aku kembali mengalihkan arah pandangku dan mengabaikan bocah kecil itu.

Tangan mungilnya memeluk kedua kakiku erat dan mendongakkan kepalanya menatapku.

"Mom, aku dan adik-adikku sangat merindukan Daddy?"

Lagi. Daddy. Siapa mereka. Dan siapa Daddy yang mereka sebut. Dan juga adik? Siapa adiknya?

Aku masih terdiam dan bertarung dengan pikiranku sendiri. Tidak mungkin bukan aku memiliki anak. Aku bahkan belum menikah. Lalu siapa maksud bocah lelaki ini.

Menatapnya sekali lagi. Aku seperti mengenal bola mata itu. Ya, bola mata hazel cokelat dengan lelehan madu di dalamnya. Seakan-akan bola mata itu sangat menenangkanku ketika aku merasa takut.

"Mom, kapan kita pulang. Kapan Daddy akan menjemput kita. Lihatlah Mom, dua bocah itu sudah menangis sejak satu jam yang lalu. Dan Mom hanya berdiri disini," seru bocah lelaki itu yang lantas membuatku terlonjak kaget. Tangan mungilnya menunjuk kearah dimana dua bocah kecil yang di maksud berada. Aku mengikuti arah tangannya. Dan, ya, mereka menangis.

Aku melihat dua gadis kecil menangis hingga sesenggukan dan wajahnya memerah. Terlalu lama menangis.

Berjalan ke arah mereka dan menghapus air matanya perlahan dengan ibu jariku.

Kedua bocah itu langsung menghambur kepelukanku. Mengalungkan tangan mungilnya pada leherku dan menangis keras.

"Mom, aku rindu Daddy." Hatiku seperti di remas kawat berduri.

"Kenapa kalian memanggilku Mom. Dan siapa Daddy yang kalian rindukan," tanyaku pada akhirnya. Aku benar-benar tak tahu. Aku bahkan bingung dengan situasi ini.

"Mom, kami bertiga anakmu. Aku anak pertama dan dua bocah itu adikku. Kau melahirkan kami secara bersamaan. Kita harus kembali Mom. Daddy menunggumu. Banyak yang menunggu kita Mom." Bocah lelaki itu menjelaskan meski masih tetap tak bisa aku terima dengan nalar.

Bagaimana bisa aku melahirkan dalam waktu bersamaan. Ini tidak mungkin.

***

Gadis cantik itu melangkahkan kakinya santai ke dalam sebuah gedung mewah.

Matanya terus memancarkan sorot bahagia dengan senyum yang terus mengembang. Tak sedetikpun senyum itu luntur.

Pakaian ketatnya membuat beberapa orang melihatnya dengan decak kagum. Tubuh seksi dengan lekukan sempurna. Dan, oh buah dada itu sangat pas jika digenggam.

Sengaja berpakaian seksi karena untuk merayu dan menarik perhatian kaum lelaki.

Kaki jenjangnya yang terbalut dengan sepatu heels mahal juga rok yang jauh berada di atas pahanya semakin membuat siapapun menelan ludah.

Bisa dijamin ketika terduduk dengan kaki menopang pada kaki satunya gundukan surga itu akan terlihat.

Kakinya melangkah masuk kedalam lift dan mulai beranjak naik menuju lantai teratas gedung ini.

Ruang CEO muda tampan yang selalu menjadi obsesinya.

Obsesi yang telah merubah sisi dirinya bahkan rela membunuh orang lain.

Ya, tangannya takkan segan membunuh siapapun yang menghalangi jalannya. Termasuk gadis sialan yang pagi tadi telah di bereskannya.

"Tak ada yang boleh menghalangi langkahku untuk memiliki Alex. Bahkan orangtuanya sekali pun. Aku takkan segan melakukan hal keji lainnya."

Senyum licik tersungging di celah bibirnya yang terbalut dengan lipstik merah menyala.

"Aku ingin bertemu Tuan Alex." Percaya dirinya dalam meminta pada wanita yang tengah asik mengetik beberapa dokumen di meja kerjanya.

Menatapnya dengan santai, wanita itu, Maddi, hanya mengulas senyum tipis. "Tuan Alex sedang tidak ingin diganggu. Apa kau punya janji dengannya?"

"Haruskah aku membuat janji untuk bertemu dengan calon suamiku sendiri?" jawabnya sarkastik. Membuat Maddi dan beberapa karyawan yang mendengar hal itu mengerutkan kening. "Katakan padanya bahwa aku telah datang. Kau di gaji bukan untuk duduk dan bersantai bukan?" sambungnya lagi dengan suara yang telah naik satu oktaf membuat siapapun yang mendengarnya terlonjak ketakutan.

"Baiklah Nona ..."

"Alexa. Panggil aku Alexa."

Awalnya Maddi mengerutkan keningnya—jadi istri Tuan Alex ada dua, ya? Bergegas beranjak, mengetuk pintu mahoni cokelat beberapa kali dan langsung menelusup masuk karena tak ada jawaban sama sekali.

Matanya menangkap sosok CEO muda tampan yang tengah diam merenung dengan bingkai foto di tangan kanannya. Wajahnya kusut juga rambut yang selalu terlihat rapi kini begitu acak acakan.

"Lelaki ini sangat mencintai istrinya, Aleta, sudah pasti. Bahkan kepergian istrinya berdampak sangat buruk hingga membuat penampilan yang selalu terlihat rapi kini begitu berantakan." Batin Maddi yang masih berdiri dan menunggu jawaban CEO-nya yang hanya terdiam.

"Di luar ada wanita yang ingin bertemu dengan Tuan. Dia bilang ..." ucapan Maddi terdiam ragu untuk melanjutkan.

"Aku tak ingin diganggu siapa pun. Gunakan sopan santunmu ketika masuk keruanganku Maddi," jawabnya keras dan juga memotong penjelasan Maddi cepat.

Maddi bergegas keluar tatkala mendapati ponsel CEO-nya bergetar karena telepon masuk.

Wanita angkuh itu masih berdiri dengan gaya yang sangat bossy.

"Tuan Alex tak ingin diganggu siapa pun Nona ..."

Wanita itu segera masuk menerobos dan menutup pintu kasar menimbulkan dentuman yang memekakkan telinga.

***

Terlihat lelaki dengan paras tampan dan tubuh tegapnya tengah menerima telepon menghadap ke arah keluar jendela memandang seluk beluk kota Madrid yang berada dipuncak musim panas.

Wanita cantik itu segera melingkarkan tangannya dan memeluk dari arah belakang lelaki tampan itu.

Dengan sigap, tangan wanita itu di hempaskan membuat tubuhnya jatuh tersungkur di lantai.

Kedua bola mata lelaki tampan itu membulat sempurna. Tubuhnya memegang melihat siapa yang berada dihadapannya ini. "Kau?" Tunjuknya dengan ragu. Lelaki itu bahkan menjatuhkan ponselnya dan tak mendengarkan ucapan anak buahnya yang mencari posisi istrinya.

"Kau jahat sekali Alex. Kau menyakitiku," jawabnya merajuk dengan suara manja dan mengerucutkan bibirnya.

"Kau?! Apa yang kau lakukan di sini jalang! Bagaimana bisa kau disini, huh!" Lelaki tampan itu membentaknya keras dengan mata yang nyalang tajam.

"Aku merindukanmu Alex. Kau tega sekali," jawabnya sekali lagi dengan santai dan enteng.

Tangannya mencoba meraih pergelangan tangan Alex untuknya bisa berdiri. Namun sayang karena lelaki tampan itu berjalan mundur.

"Jangan sentuh aku jalang! Itu menjijikkan kau tahu." Lelaki itu mengibaskan tangannya beberapa kali membersihkan jas mahalnya yang seakan akan begitu kotor hanya karena satu sentuhan. "Hanya Aleta yang bisa menyentuhku, kau ingat! Untuk apa kau kembali, hm?" Tatapan tajam matanya yang sangat menjadi favorit gadis itu kini telah lenyap.

"Kembali padamu. Mengambil apa yang menjadi milikku." Tunjuknya bangga.

Lelaki itu hanya tersenyum sinis dengan sudut bibir yang tersungging ke atas. "Aku bukan milikmu lagi. Aku milik Aleta, lupa? Atau kau memang sudah lupa," jawabnya sarkastik. "Rencana apa yang sedang kau mainkan? Aku tahu, kau memanfaatkan salah satu anak buahku. Aku sangat tahu," sambungnya lagi masih dengan nada yang sarkastik dan tatapan yang tajam.

Wanita itu mendekat. Sedikit memperlihatkan belahan dadanya juga pahanya yang terekspos. Dia tahu kelemahan Alex. "Bagaimana jika kita menghabiskan waktu bersama. Kau tahu, aku sangat merindukan ini." Jari lentiknya mengusap pelan area sensitif Alex dari luar dan duduk di atas pangkuan Alex.