Chapter 22 - Bab 22

Di kediaman Jason

"Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan kalian," tanya Sarah langsung sesaat setelah mempersilahkan Aleta masuk.

Sepagi ini dan Sarah sudah dikejutkan oleh kehadiran Aleta dirumahnya.

"Bisa kau jelaskan padaku Aleta. Bukankah selama dua bulan ini kalian sudah membaik," sambung Sarah sambil melangkah masuk ke arah dapur.

Aleta tak bergeming. Hanya diam mematung.

Entah apa yang di pikirkannya hingga pergi dari rumah sepagi ini. Bahkan tak membangunkan Alex atau berpamitan pada lelaki yang notabennya adalah suaminya.

"Alex berselingkuh dengan wanita lain," jawab Aleta yang seketika membuat gerakan jemari Sarah terhenti.

Berjalan kembali ke arah ruang keluarga sembari membawakan minuman hangat untuk Aleta.

"Minumlah." Suruhnya dan memandang ke arah Aleta dengan saksama. Wajahnya sedikit kusut meski sudah di lapisi dengan make up. Lingkaran hitam tercetak di bawah kantung matanya.

"Kau tahu dari mana hal itu, hm?" tanya Sarah setelah lama terdiam.

"Bekas lipstik juga parfum wanita pada kemejanya." Aleta menjawab apa adanya. Itu memang fakta bukan.

"Kau sudah tanyakan hal itu padanya."

Aleta hanya menggeleng sebagai jawabannya.

Sarah mengembuskan napas perlahan. Menggenggam tangan Aleta. Menyalurkan rasa hangat juga ketenangan untuk sahabatnya.

"Kau belum bertanya dan berasumsi bahwa Alex berselingkuh?" Kendal bertanya sekali lagi pada Aleta. Menelisik masuk ke dalam bola mata cokelat cerah Aleta. "Itu bisa saja sebuah ketidaksengajaan Aleta. Kau harus bicarakan masalah ini dengan kepala dingin."

Aleta hanya terdiam. Mulutnya terkunci rapat.

"Kau tahu, Amora. Dia bahkan menggila sewaktu kau pergi meninggalkannya beberapa bulan yang lalu. Semua orang bahkan tak ada yang berani menegurnya meski sekedar menyapa. Apa itu belum cukup bukti bahwa dia benar-benar mencintaimu Aleta?" Sarah masih melihat kebungkaman dari mulut Aleta.

Masih tetap menggenggam tangan Aleta, Sarah tersenyum tipis. Dia tahu, bahwa Aleta sedang berpikir keras untuk mencerna ucapan yang baru saja di sampaikannya.

"Kau tenangkan dirimu dulu, oke. Singkirkan egomu Aleta. Aku tahu, kau tak menyukai menyelesaikan masalah dengan emosi." Sarah menepuk pundak Aleta pelan. Dan berjalan masuk untuk menyiapkan sarapan.

Aleta masih tetap bungkam. Pikirannya mulai di liputi saran Sarah. Seharusnya memang iya. Dia tak seharusnya seperti ini. Tak seharusnya mengabaikan Alex. Meski tak sepenuhnya itu salahnya. Ayolah, siapa yang tidak akan curiga mendapati lipstik dan parfum lain di baju suamimu?

"Di mana Arthur?" Aleta bangkit dan menyusul Sarah setelah lama berpikir.

Hatinya sudah memilih. Dan akan mencoba lagi.

"Dia ada di atas. Akan turun sebentar lagi bersama Ayahnya. Ah ya, bagaimana kandunganmu Aleta?" tanya Sarah sembari mengelus perut datar Aleta.

"Aku jadi merindukan hamil lagi Aleta," seru Sarah yang di sambut tawa oleh Aleta.

"Jika begitu aku akan membuatmu hamil lagi Dear," sambar salah suara dari arah lain sambil menggendong seorang lelaki kecil yang tengah asik bermain dengan mobil-mobilannya.

"Arthur!!" teriak Aleta yang langsung berlari membuat Sarah mendelikkan matanya. Bocah kecil yang di panggil itu hanya tertawa riang.

"Aleta! Perhatikan jalanmu. Kau tak boleh berlari." Teriak Sarah yang di sambut cengiran singkat tanpa rasa bersalah dari Aleta.

Sarah hanya menggelengkan kepalanya.

"Aunty," serunya tak kalah nyaring. Menjulurkan kedua tangannya tanda meminta sebuah gendongan.

"Mana Alex?" tanya Jason tatkala tak melihat sosok Alex. Membuatnya mengerutkan kening heran.

"Di rumah," jawab Aleta singkat dan masih asik bermain dengan putra pertamanya yang tengah tertawa riang karena kecupan-kecupan Aleta.

"Anak itu benar-benar!" seru Jason kesal.

"Jangan beri tahu aku jika aku di sini, oke." Pinta Aleta membuat Jason semakin terheran.

Menolehkan wajah pada istrinya dan bertanya lewat tatapan mata.

Sarah hanya mengedikkan bahu sembari memberikan secangkir kopi untuk Jason.

"Kau sudah makan Aleta?" Sarah berjalan ke arah dua orang yang tengah asik tertawa itu.

Aleta hanya menggeleng pelan dan melanjutkan aksinya bersama Arthur.

"Kenapa kalian berdua suka sekali seperti ini, hm? Seperti tak bertemu bertahun-tahun saja." sungut Sarah kesal.

"Mommy?" Panggil Arthur sambil mengalungkan tangan mungilnya di leher jenjang Sarah.

"What boy?" jawab Sarah sembari mencium pipi tembam Arthur.

"Susu. Aku mau susu." Bocah kecil itu menjawab dengan polos. Membuat semua yang berada di tempat itu tertawa.

"Baiklah. Kau tunggu di sini. Bersama Aunty. Jangan nakal. Kau tahu, dalam perutnya itu ada bayi." Tunjuk Sarah memberi tahu.

"Apa itu bayi?"

"Adik untukmu," jawaban Sarah membuat bocah kecil itu berangsur memeluk Aleta.

"Aku akan punya adik?" tanyanya polos.

Aleta semakin gemas di buatnya. Dan kembali menghujani pipi tembam itu dengan kecupan-kecupan.

***

Alex terbangun dan mendapati sisi kanannya kosong. Mengedarkan seluruh pandangan dan semuanya nampak kosong. Tak Alex dapati sosok istrinya ketika terbangun pagi ini. Tak seperti biasanya.

Alex menyibak selimut tebal dan berjalan keluar kamar mencari Aleta. Menuruni satu per satu anak tangga dan menuju dapur.

Hasilnya tetap sama: kosong. Hanya beberapa hidangan yang sudah tersedia di atas meja.

Alex mengerutkan keningnya. Memijit pelipisnya pelan yang terasa berdenyut.

Alex berbalik dan segera melangkah masuk ke dalam kamar. Menyambar ponsel dan menempelkannya pada telinganya.

Suara di seberang sana membuat denyutan di kepala Alex semakin terasa. Tidak aktif.

Alex mengembuskan napas perlahan dan berjalan masuk ke kamar mandi. Ini sudah hampir terlambat untuk pergi ke kantor. Pukul delapan pagi. Tak biasanya Alex terbangun sesiang ini. Aleta selalu membangunkannya. Menyiapkan air hangat untuknya mandi dan segala kebutuhannya.

Namun kali ini tidak. Alex seperti merasa kehilangan. Merasa seperti jauh dengan Aleta dan Alex tak tahu kesalahan apa yang telah diperbuatnya. Tapi apa pun itu, Alex kehilangan organ pentingnya ketika Aleta jauh seperti ini. Seolah sudah terdoktrin bahwa Alex sangat membutuhkan Aleta untuk melengkapi segala perjalanannya.

Alex menyalakan shower dan membiarkan air dingin membasahi tubuhnya. Setidaknya ini memberinya sedikit ketenangan.

Usai 20 menit, Alex bergegas keluar dan memasuki ruang ganti. Tersampir rapi kemeja juga dasi yang dirinya yakini telah di siapkan oleh Aleta.

Alex mengulum senyum. Aleta tak benar-benar mengabaikannya. Alex segera mengenakan kemeja pilihan Aleta. Biasanya selalu Aleta yang memakaikannya. Bahkan merapikan rambut emasnya. Istrinya memang sangat manis.

Dan Alex? Alex baru menyadari jika dirinya semakin terjatuh ke dalam pesona Aleta. Alex sudah terbiasa dengan perhatian juga kasih sayang yang selalu di berikan Aleta untuknya. Semuanya.

Secara tidak sadar, Alex sudah sangat menggantungkan hidupnya pada Aleta. Sangat.

Alex kembali berjalan keluar dan menuruni anak tangga menuju meja makan.

Kursi yang biasa di duduki Aleta kosong. Alex merasa kehilangan sosoknya. Ini kali pertama Alex melewatkan makan pagi tanpa Aleta. Tanpa perhatian kecil dari Aleta. Tanpa suara manja Aleta. Tanpa rengekan dari Aleta ketika dirinya memintanya untuk meminum susu hamilnya. Alex menatap nanar ke arah kursi itu.

Mengatupkan rahangnya, sekuat dirinya menahan, lelehan air mata hampir tumpah. Nyatanya Alex lemah—tanpa Aleta. Alex lemah tanpa sosok yang sekian bulan menopang hidupnya. Alex lemah jika bukan Aleta yang hadir dalam hari-harinya. Alex lemah dan teramat lemah.

Alex sangat mencintai Aleta. Melebihi apa pun. Alex tak ingin kehilangannya meski untuk kedua kalinya. Alex sudah bersusah payah mendapatkan hatinya. Alex tak ingin menyakitinya lagi. Tak akan.

Alex neguk jusnya yang masih terasa sedikit dingin di meja hingga tandas. Lalu berjalan keluar menyambar kunci mobil.

Mengarahkan kemudi ke arah kampus Aleta. Hanya sekedar menebak. Mungkin Aleta bersembunyi di sana.