Chapter 16 - Bab 16

Aleta berjalan santai keluar dari kamar mandi tanpa menghiraukan tatapan 'lapar' dari Alex. Membiarkan titik-titik basah dari ujung rambutnya menetes begitu saja. Masuk ke ruang ganti dan melolos satu tshirt serta celana panjang.

Setelah berpikir panjang mendengar apa yang alex5 ungkapkan, ia berpikir menjadi sangat egois karena Alex miliknya adalah pilihan yang benar. Tuhan saja pemaaf dan selalu memberi kesempatan yang tak terhitung pada umatnya. Lantas, Alex hanya meminta satu kesempatan kenapa dirinya tidak bisa.

"Kau menggodaku?" Alex berseru.

"Apa?" Aleta menyahut santai. Wajahnya berekspresi polos tanpa tahu maksud daro omongan Alex.

Alex beranjak bangun. Siang hari di Hat Yai terlalu terik baginya yang biasa menikmati musim gugur Paris.

"Kau memberi kode seolah siap untuk aku terjang." Alex berbisik rendak di antara tulang selangka dan leher Aleta. Sesenti saja tak bisa menahan, maka lidahnya akan menjulur merasai kulit leher Aleta yang terlihat lezat. "Aku melihat dua gundukan ini." Tunjuknya tepat di payudara Aleta. "Dan ini." Tepat di pangkal paha Aleta.

Dasar tidak sopan! Begitu isi umpatan hati Aleta. Tapi ini Alex, suami sahnya. Bukan hal aneh kalau suaminya berkata agak erotis seperti itu.

Mata Aleta berkedip polos dan tubuhnya berjengit mundur. Meski sudah berpakaian lengkap—tetap saja—aksi Alex menunjuk barang berharganya terkesan kurang sopan. Mendadak, kedua pipi Aleta terasa panas. Melirik sekilas di depan cermin, Aleta jijik melihat kondisi wajahnya yang memerah.

"Blushing, eh?" Alex terus menggoda. Aleta kian menundukkan kepalanya.

"Jangan coba-coba!" ancamnya. Suara Aleta bergetar yang mengundang gelak tawa Alex. Terdengar lucu namun Alex coba menahannya jaga-jaga jika Aleta tersinggung.

"Aku jelas harus mencoba." Alex tidak peduli dengan dengusan yang Aleta layangkan. Tangannya bahkan mengelus pipi Aleta yang lembut membuat istrinya salah tingkah.

"Aku akan siapkan makan siangmu."

"Ah, makan siang ya?" Alex menepis jarak membuat Aleta semakin tersudut. "Ini sudah sangat terlambat. Dan aku rasa, memakanmu jauh lebih baik ketimbang harus keluar dari ruangan ini."

Aleta melotot. Tubuh Alex sudah menempel pada tubuhnya. Kesan pertama yang Aleta rasakah adalah sensasi lain yang asing. Kedua tangannya terangkat dan menahan dada Alex.

"Kau sangat wangi." Tanpa aba-aba, Alex menempelkan bibirnya pada bibir Aleta. Melumatnya perlahan, mengelus rahang Aleta dan terus mencecap rasa manis dari bibirnya. Alex berpikir bahwa ini candunya. Nyatanya, perpaduan manis dan gerak kaku yang Aleta diamkan, membuat Alex gemas.

"Say my name!"

Alex memerintah penuh bisikan di atas bibir aleta5. Ada sesuatu yang lain yang mulai terbangun.

"May I?" bisik Alex meminta. Menyeret Aleta dari buaian nikmat bibir Alex. Merasai tangan kekar yang sudah menyusup masuk dan mengelusi punggungnya.

Aleta menyengir. Menunjukkan wajah bersalahnya dan berkata, "Periode." Begitu saja dan mood Alex terhempas.

Menelan ludah kasar demi menyembunyikan rasa sakitnya di antara pangkal paha, Alex pandangi wajah Aleta lekat-lekat sampai wanita itu salah tingkah sendiri. Kedua pipinya merekah merah dan Alex lebih menelisik dalam. Mengakui jika Aleta sedikit berbeda dari pertemuan terakhir mereka.

Belum ingin melepas tautan matanya pada sosok Aleta, Alex memuaskan hasratnya. Dan ketika hampir meledak, helaan napasnya terembus. "Aku akan mandi."

Dan perkataan Alex terdengar lain bagi Aleta yang sensitif. Seperti siratan marah namun enggan bertanya.

***

Suara pisau berpadu nyaring dengan tempat pemotong sayur. Senyum Aleta tak mengurai sedikit pun dari bibirnya.

"Kau belum gila, 'kan?" tegur Clara. "Kau tersenyum terus sejak semalam. Apa aku harus khawatir," lanjutnya.

"Sayangnya aku masih normal Miss Peter," balas Aleta mengejek.

Clara berjalan mendekat. Berdecak kesal ketika balasan Aleta membawa nama kekasihnya. "Kau akan pulang setelah ini. Studimu sebentar lagi usai." Aleta menghentikan aktivitasnya dan melihat Clara. Wajahnya terlihat sendu. "Kau harus!" Terdengar enggan di bantah adalah khas Clara sekali.

Merasa tidak perlu menjawab, Aleta menunjuk alex5 dengan dagunya.

"Apa?" sahut Alex cepat.

Kepalanya sontak menoleh ketika gelas dalam genggamannya masih terisi air penuh. Pandangan dua wanita di area memasak sana mengusiknya yang baru saja tiba di dapur. Terlebih pandangan Aleta terlihat penuh permohonan.

"Dia lebih tampan dari pada di foto. Kau sungguh beruntung mendapatkannya." Itu Clara yang berbicara. "Aku jadi bertanya-tanya, kenapa Peter tidak setampan itu?"

"Dia itu kakakku. Astaga! Aku tak percaya ini."

"Lihatlah itu, Aleta!" Clara mengabaikan Aleta. "Aku sangat tidak tahan melihat pesonanya itu. Ya Tuhan. Bahkan hanya dengan duduk manis seperti itu saja kharismanya masih tetap menguar keluar. Lengan kekar dengan tinta tato yang serasi. Tato sayap ditengkuknya juga. Aku ingin mengusapnya," celoteh Clara panjang lebar tanpa melihat ekspresi garang Aleta. Secara terang-terangan, Clara tak mengalihkan pandangan kedua bola matanya dari Alex.

Dengan sebal, aleta5 mencebikkan bibirnya. "Kau singa yang tertidur Clara," seru Aleta cepat dan menepuk bokong kenyal Clara.

Suara lengkingan keras Clara, lantas membuat Alex menoleh dan mengerutkan keningnya.

Aleta masih bersungut-sungut kesal dengan tingkah Clara. Entah apa namanya. Namun hatinya sangat tidak suka ketika wanita lain mengagumi ketampanan Alex.

"Kau berlebihan. Sialan! Bokongku pasti lecet setelah kau pukul." Clara berseru semakin kencang.

Alex merasa tertarik dan menghampiri. "Kenapa dapur ini begitu ramai?" tanyanya. Pandangan matanya tertuju pada Aleta. Wajahnya terlihat memendam kesal dan melotot sempurna ke arah dirinya. Membuatnya semakin tak mengerti. "Kau kenapa sayang? Kenapa wajahmu memerah seperti itu?" Alex mendekat dan memeluk Aleta. Memberikan ketenangan lewat pelukan hangatnya.

"Aku ingin pingsan sekarang." Clara berpura-pura hendak muntah. Melihat dua pasangan di hadapannya pamer kemesraan, sungguh menjijikkan di pandangannya. Lalu tiba-tiba sebuah ejekan Clara utarakan. "Oh, kau cepat sekali membuatnya hamil. Bukankah dia sudah memasuki masa suburnya?"

Awalnya Alex terkaget mendengar ucapan Clara. Tapi bukankah Aleta sedang masa periode? Jadi bagaimana bisa? Alex jadi berpikir keras. Mungkinkah Aleta sedang menghindari dirinya dengan siksaan yang sepantasnya seperti ini. Bermain sendiri dengan bantuan tangan jelas tidak menimbulkan rasa nikmat yang bisa membuat Alex lega. Namun jika fakta yang Clara sampaikan adalah benar artinya … Alex menggelengkan kepalanya. Membuat Aleta mendengus dan melepas paksa pelukan yang Alex lingkarkan.

Tebakannya jika benar maka Alex sedang memikirkan balasan Clara yang telak. Pria ini kenapa bodoh sekali?

Memilih abai, Aleta menyiapkan segala macam sayur dan lauk yang sudah dirinya masak di atas meja. Menatanya serapi mungkin—meski hatinya dongkol setengah mati. Bahkan setelah pelukannya dirinya lepas, Alex masih asik pada pikirannya.

"Apa wanita yang sedang datang bulan selalu seperti itu Clara?" Jebakan Batman. Maka Clara tertawa kencang. Alex sialan ini sudah masuk ke dalam perangkapnya, bangganya membatin. Hal itu tak luput dari pendengaran aleta5. Rahangnya hampir-hampir jatuh. Alex sudah gila.

"Aku mendengarnya!" teriak Aleta dari arah meja makan.

Alex menggaruk kepala belakangnya yang dirasa tak gatal. Clara mengedikan bahu cuek lantas berjalan keluar menuju meja makan. Ia pikir tugasnya telah usai. Dengan begini, dua sejoli yang sama-sama tolol dalam mengakui perasaan masing-masing akan terus berpikir, menimang dan memutuskan.

"Dasar wanita galak tua!" Tawa Clara menggema.

"Diamlah!" balas Aleta tak kalah nyaring.

Aleta kembali berjalan masuk ke dapur dan mendapati Alex yang berdiri mematung dengan senyum lebarnya.

"Ada apa denganmu? Kau tadi bilang sangat lapar. Keluarlah. Aku akan membuat jus untukmu sebentar," perintah Aleta halus dan di jawab gelengan oleh Alex.

Alex mendekat. Memeluk Aleta dari belakang, menumpukan dagunya di bahu Aleta dan berbisik, "Sepertinya, memang sudah seharusnya kita membuat Alex junior."

Aleta melongo tak percaya. Berusaha melepaskan pelukan Alex yang sialan kencang.

"Aku susah bergerak Alex. Kenapa dengan sikapmu?" Aleta terus menggerakkan tangannya membuka tangan Alex yang membelit perutnya.

"Tidak. Aku hanya ingin memelukmu. Aku merindukanmu tiba-tiba sayang."

Itu bukan jawaban yang ingin Aleta dengar. Kesal setengah mati, Aleta menepuki tangan Alex.

"Lepaskan! Kau aneh."

"Ini karena aku tak melihatmu lama. Bahkan satu detik tak melihatmu membuatku benar-benar merindukanmu. Kau tak bersamaku selama enam bulan, ingat. Itu sungguh menyiksaku jika kau ingin tahu," tuturnya.

"Kau pintar merayu ketika lapar. Ayo makan." Aleta beregrak cepat dari belitan Alex. Mengiris apel dan memasukannya ke dalam blender. Tatapan Alex yang kian intens Aleta abaikan. Begitu selesai dengan jusnya—tanpa peduli—seberapa nyalang Alex memperhatikan dan mengekor di belakangnya, Aleta menuju meja makan.

Suasana sepi menyapa. Taka da tanda-tanda Clara di mana pun. Televisi juga di biarkan menyala dan Aleta memaklumi. Ini hari minggu, mungkin saja Clara jogging di taman.

Aleta menuangkan salad sayur juga beberapa lembar sandwich ke dalam piring Alex. Pria itu penyuka salad entah sayur maupun buah.

***

Usai dengan sarapan paginya, Aleta dan Alex duduk santai saling bercengkerama. Tawa riang sesekali meluncur keluar dari bibir keduanya.

"Alex?" panggil Aleta.

"Hm," sahut Alex singkat. Kedua mata Alex terpejam. Belaian Aleta pada rambutnya menghantarkan perasaan nyaman yang selama ini tak pernah dirinya dapatkan.

Aleta nampak terdiam sejenak. Menimang apakah harus ditanyakan atau tidak.

Lama terdiam, Alex membuka mata dan memperhatikan wajah cantik Aleta yang nampak sedang serius berpikir. Wajahnya semakin menggemaskan di lihat dari bawah sini.

Alex tersenyum geli dan menenggelamkan wajah tampannya di perut rata Aleta. Melingkarkan lengan kekarnya di pinggang ramping Aleta.

"Kau mengabaikanku sayang," kata Alex membuat Aleta tersadar. "Ada apa? Kau ingin sesuatu?"

Aleta menggeleng dan tersenyum tipis. "Alex?" panggilnya sekali lagi. "Kita akan kembali ke Paris?" Pertanyaan itu, yang sejak tadi ditahannya, meluncur keluar begitu saja dari bibirnya.

Alex terbangun dan duduk. Menghadap dan memandang wajah Aleta lekat. "Kau ingin kembali?"

"Hanya bertanya."

Alex terdiam cukup lama. Kepalanya kembali ia rebahkan di paha Aleta. Pikirannya terus berkelana.

***

"Jika aku tak bisa memilikinya, maka siapapun juga tak bisa. Entah siapa pun itu dan bagaimana pun caranya. Hanya aku. Hanya aku yang boleh memilikinya."

Elora menatap nyalang kearah kerumunan orang. Tangannya memegang botol dan siap menenggaknya lagi. Entah sudah berapa lama ia duduk di dalam sini. Menghabiskan beberapa botol vodka. Namun setengah dari kesadarannya masih memenuhi otak warasnya.

Pakaiannya jauh dari kata rapi. Rambutnya mulai kusut.

"Lagi!" perintahnya pada bartender yang ada di depannya.

"Kau sudah mabuk. Berhentilah," jawab bartender itu santai.

"Berikan saja padaku brengsek." Nada suaranya naik satu oktaf, namun tak mengalahkan alunan musik yang di putar. Nampak beberapa penari telanjang mulai meliukkan badannya dengan panas mengundang tatapan lapar para lelaki.

"Baiklah. Terserah kau saja." Bartender itu memberikan satu botol lagi dan menggeleng heran.

"Katakan padaku di mana kurangku Jack! Kenapa lelaki itu mencampakkanku! Aku sudah melakukan semuanya. Semuanya! Aku bahkan mempertaruhkan harga diriku dan dengan mudahnya aku di buang begitu saja. Apa aku kurang cantik Jack. Oh atau badanku kurang seksi. Lihatlah Jack! Aku cantik. Aku juga seksi. Lalu kenapa aku di campakkan. Katakan padaku Jack!" Racaunya dengan emosi meledak-ledak. Bahkan tangannya tak segan mencengkeram kemeja yang dikenakan bartender tampan itu.

"Kau mabuk. Pulanglah!"

Elora mengedarkan tatapannya ke arah lain. "Aku bersumpah tak akan membuatnya bahagia Jack. Aku akan mengambil apa yang menjadi milikku!" ucapnya dengan penuh keyakinan.