Pernikahan ini sudah berjalan selama hampir satu tahun. Dan tak ada hal menyenangkan yang terjadi. Sejak kejadian beberapa bulan yang lalu, Aleta maupun Alex memilih sikap tak saling mengenal satu sama lain.
Aleta bahkan mengundurkan diri dari sekretaris kantor AW Company dan memilih bekerja sama dengan sahabatnya, Sarah. Sudah satu bulan ini Sarah menetap di Paris karena karir keartisan juga modelingnya yang melejit naik satu tahun belakangan ini. Dan Paris adalah pilihan pertamanya untuk mengembangkan sayap keartisannya di mata dunia. Tak hanya karir modelingnya, namun juga karya-karya desain baju juga tas serta sepatu mahal menjadi incaran kaum hawa saat ini.
Beberapa butiknya yang berada dibelahan dunia Amerika dan Eropa menjadi sasaran empuk kaum sosialita serta artis ternama dari penjuru dunia. Tak hanya artis Hollywood yang memang sering memborong rancangannya, namun artis-artis dari berbagai negara lain dengan sengaja memesan langsung hasil karyanya dengan desain mewah dan berbeda dari yang lain.
Kesuksesan serta nama yang melejit tak membuat Sarah terlena dan menyombongkan diri dengan hasil kerja kerasnya. Sebagai artis muda berbakat, juga model profesional, Sarah tak pernah malu berteman dan bahkan bertemu dengan orang-orang yang berada jauh di bawahnya. Justru hal itu membuatnya belajar dari setiap perjalanan hidupnya.
Sarah menjadikan Aleta sebagai amnajer pribadinya karena manajer yang lama tak becus mengurusi semua jadwal jadwalnya. Mengingat kinerja Aleta yang pernah menjabat sebagai sekretaris di AW Company membuat Sarah yakin dan percaya bahwa apapun yang Aleta rangkumkan dijadwal hariannya tak akan membuatnya kecewa.
Dan benar saja, semenjak semua hal yang mengharuskan kehadiran dirinya dipegang oleh Aleta, tak ada pihak konsumen atau label yang berselisih dengannya. Berbeda dulu dengan manajer lamanya yang membuat jadwal satu dengan yang lain berantakan bahkan memutus beberapa kontrak kerja sama. Tentu hal itu sangat merugikan dirinya. Di samping kehilangan pekerjaan juga penghasilan tambahan, beberapa netizen justru menghujatnya habis-habisan. Tak tanggung-tanggung, predikat model dengan citra nama terburuk disandangnya.
Namun kini, semua itu telah berlalu. Semenjak bersama Aleta, Sarah menemukan kembali jati dirinya. Pasalnya, kejadian buruk dengan beberapa netizen sempat membuatnya tertekan bahkan harus beristirahat selama enam bulan penuh guna mendapatkan pengawasan dari psikiater pribadinya.
Malam ini, kembali Sarah harus menghadiri acara amal disalah satu pusat kota Paris. Beberapa dari kalangan pengusaha juga artis tersohor ikut serta memberikan donasi bagi beberapa korban bencana yang melanda Eropa.
Salah satunya tak tertinggal perusahaan yang dipimpin oleh CEO muda nan rupawan, Alexander Watson, pemegang saham tertinggi beberapa hotel mewah, property dan lain sebagainya, AW Company.
Melihat hal itu, menimbulkan sedikit kegelisahan dihati Sarah tatkala melihat wajah tenang Aleta. Sarah mengetahui semuanya. Dan menyayangkan keputusan Aleta untuk tinggal bersamanya dan hanya beberapa kali pulang ke mansion.
"Kau tak perlu datang. Lagi pula aku ada acara lain dengan beberapa sosialita yang memintaku membuatkan rancangan gaun pernikahan." Tak tahan dengan sikap tenang Aleta, Sarah berucap dengan nada sedikit datar tanpa melihat ekspresi di wajah Aleta.
Aleta hanya menggeleng pelan dan melihat kilatan khawatir dari kedua bola mata sahabatnya itu. Baginya, menghindar bukan lagi sikap yang ingin diambilnya. Namun menghadapi kenyataan jauh lebih membuatnya bertambah dewasa dalam bertindak. Dan kali ini tindakan untuk menghadiri acara tersebut sudah diyakininya sejak seminggu yang lalu.
Sambil berjalan ke arah beberapa pelayan yang sedang bertugas membantu klien memilih gaun pengantin di butik Sarah, Aleta tetap bungkam dan meneguk sebotol air mineral miliknya. Hal itu lantas membuat Sarah geram dan menghentakkan kakinya kasar.
"Hei, kakimu bisa cidera kau tahu?!" tegur Aleta lembut melihat tingkah merajuk sahabatnya.
"Aku tak peduli! Kau menyebalkan Aleta!" Sungutnya mulai kesal dan berjalan masuk kearah toilet. Aleta hanya terkekeh diikuti beberapa pelayan yang juga tertular aura bahagia dibutik yang cukup ramai hari ini.
Suara lonceng disudut pintu masuk sontak menghentikan aktivitas yang menghangat selama beberapa detik. Dengan masih terfokus pada salah satu gaun yang sedang dicoba oleh klien, Aleta tak mengalihkan pandangan sampai terdengar suara gaduh dibelakangnya yang membuatnya mau tidak mau untuk menoleh.
Menghampiri salah satu pelayan yang jatuh tersungkur dilantai dan membantunya berdiri. "Kau tak apa Eve?" tanya Aleta halus dan terheran dengan apa yang terjadi sehingga salah satu orang kepercayaan dibutik ini jatuh tersungkur.
Eve, gadis manis dengan rambut berwarna kemerahan dan bola mata hijau terang hanya tersenyum tipis sebagai jawaban atas pertanyaan Aleta.
"Apa yang terja ..."
"Oh, jadi kau! Jalang murahan." Belum sempat Aleta menyelesaikan pertanyaan pada Eve, suara lengkingan sudah memotongnya. Membuat Aleta menoleh dan terhenyak dengan apa yang dilihatnya.
"Pelayanmu ini tidak becus sama sekali dalam bekerja. Sama sepertimu! Lihatlah! Bahkan dia menumpahkan kopi pada gaun yang kupesan. Kau tahu, berapa harga gaun ini? Bahkan aku yakin kau tak mampu menggantinya sekali pun kau telah bekerja seumur hidupmu!" Aleta hanya mendengarkan apa yang diucapkan oleh gadis di depannya ini. Namun bukan itu yang Aleta khawatirkan, raut wajahnya bahkan terlihat gelisah karena beberapa pasang mata yang mulai menatapnya dengan tatapan jijik.
Menghela napas panjang, Aleta mencoba mengendalikan diri dan tersenyum tipis. "Aku akan membersihkannya Elora," jawaban singkat juga yakin jika wanita yang baru saja mengamuk dibutik sahabatnya ini akan sedikit tenang.
"Membersihkannya?" balasnya sarkastik, "Kau yakin bisa Miss Markle? Kau bahkan tahu jika bahan gaun ini sangatlah langka dan hanya bisa dipesan satu diseluruh dunia. Aku yakin, Miss Christie akan langsung memecatmu sekarang juga!"
Dengan langkah penuh percaya diri, wanita itu berjalan ke ruang kerja sang pemilik butik yang berada dilantai dua. Aleta hanya diam mematung dan melayangkan senyum simpul pada Eve. Gadis itu nampak sangat khawatir, kentara dari wajahnya yang manis meski dipoles make up.
Langkah kaki tergesa juga suara canda tawa samar terdengar dari arah lantai dua. Menampakkan dua gadis cantik yang berpostur tinggi dengan tubuh ramping semampai.
"Jadi, hal apa yang membuatmu begitu marah El?" tanya wanita dengan rambut hitam sebahu. "Ah, ya. Aku hampir saja lupa mengenalkanmu pada sahabat terbaik …"
"Wanita jalang ini telah lancang merusak gaunku Sar! Lihatlah ga …"
"Apa maksudmu El?" Sarah memotong aduan wanita yang berdiri disampingnya tatkala mata bulatnya mengikuti ke mana arah tangannya menunjuk: Aleta. Tangan itu menunjuk tepat kearah Aleta. Membuat darah Sarah berdesir seketika karena sahabat yang juga sekaligus merangkap sebagai manajer pribadinya direndahkan layaknya jalang.
Elora sontak mengalihkan pandangan matanya tak percaya ketika suara Sarah naik satu oktaf dengan sirat kemarahan.
"Ya. Jalang ini meru …" Belum sempat ucapannya selesai karena satu tamparan keras melayang tepat diatas pipi mulusnya.
Semua yang berada diruangan itu hanya terdiam tak percaya jika bos mereka yang begitu kalem juga ramah kepada siapapun bisa melakukan tindakan kasar.
"Sarah, tenanglah!" Aleta mendekati Sarah dan menenangkan emosinya yang memuncak. Tak biasanya Sarah semarah ini. "Tenanglah. Ini hanya salah paham." Kembali Aleta melanjutkan dan mendapatkan tatapan tajam dari Sarah.
"Kau bilang hanya salah paham? Katakan padaku bagian mana yang kau maksud dengan salah paham Aleta?!" Suara Sarah meninggi. Bagi siapa pun yang tak mengenalnya akan bergidik ngeri mendengar suara juga tatapan tajamnya. Matanya menghitam sempurna menandakan emosi yang sedang menguasai dirinya.
"Sarah, lihatlah! Semua orang bahkan melihatnya. Kau publik figur. Aku tak mau namamu tercemar hanya karena masalah salah paham ini." Aleta mencoba menenangkan Sarah percuma. Sarah tipekal yang mudah meledak-ledak ketika emosinya terpercik.
"Aku tak peduli! Persetan dengan semua ini. Wanita ini dengan mulut kotornya menyebutmu jalang yang sudah pasti juga menghinaku."
Mendengar ungkapan Sarah, Elora hanya menatap sengit kearah Aleta. Baginya Aleta hanyalah sumber masalah juga benalu dalam hidupnya terutama dalam hubungannya dengan Alex. Bahkan setelah dirinya bekerja keras membuat Aleta meninggalkan mansion beberapa bulan yang lalu.
Ingatan Elora melayang pada kejadian beberapa bulan yang lalu.
Wanita cantik dengan tas mahal yang berada ditangan kanannya berjalan masuk ke salah satu kawasan kelab mewah yang berada di pusat kota Paris. Meskipun malam sudah larut, tak menyurutkan tekadnya. Apa pun yang terjadi, rencana yang telah tersusun rapi di dalam kepala cantiknya harus berhasil. Tak akan ada yang bisa mengambil apa yang telah menjadi miliknya.
Kaki jenjangnya yang terbalut sepatu heels mahal segera berjalan kearah sofa yang berada tak jauh dari meja bartender. Dengan senyum menghiasi bibir merahnya yang dipoles sempurna dengan lipstik, gadis itu mengecup bibir pria yang telah menunggunya.
"Kau sudah datang?" Pria tampan dengan rambut pirang rapinya menarik gadis yang baru saja datang untuk duduk dipangkuannya dan melingkarkan lengan kekarnya dipinggang ramping milik wanitanya dengan posesif. Sesekali mengendus aroma semerbak dan meninggalkan kiss mark diarea leher jenjang milik gadisnya. Desahan tertahan meluncur bebas dari bibir mungil tipis seksi dan semakin membuatnya gencar memperdalam ciumannya. Sebelah tangannya sudah menyusup masuk kedalam tshirt yang dikenakannya dan mengelus punggung halus sambil berusaha melepas kaitan bra gadisnya.
"Hentikan Leon. Kau akan mendapatkannya setelah ini. Setelah aku menjelaskan tugas untukmu."
Desahan frustrasi terlihat jelas dari raut wajah tampannya.
"Kau memancingku El!"
Dengan kekehan pelan, Elora mengecup bibir Leon lembut dan melepas secara paksa setelah beberapa detik. "Mudah saja. Singkirkan jalang sialan itu. Aku sungguh muak melihatnya berpura-pura memasang tampang polos juga lemahnya."
Leon hanya menatap sayu kearah gadis yang dicintainya. Wanita ini tak pernah berubah. Berambisi apa pun yang menjadi miliknya harus diperjuangkan dengan cara apapun. Bahkan hal kotor sekalipun tak pernah lepas jika memang harus dilakukan. Dan Leon yang pada akhirnya melakukan hal kotor tersebut.
"Apa?" jawab Leon singkat dan menyenderkan punggungnya ke sofa. Lelah. Tentu saja. Hal ini sangat melelahkan. Hubungan seperti ini juga sangat melelahkan. Menjadi pihak yang memikul beban sendiri sangatlah melelahkan.
"Ah, kau memang yang terbaik Leon. Tak pernah membuatku kecewa. Aku mencintaimu." Dengan gerakan kelewat cepat, wanita itu mengambil selembar foto lantas menunjukkannya pada lelaki dihadapannya. Hal itu membuat Leon mengangkat sebelah alis kanannya, dengan tatapan. "Apa maksudmu?"
"Aleta Markle. Kau bisa melakukan apapun sesukamu. Aku tahu kau paham maksudku. Aku ingin dia pergi dari kehidupan Alex. Jika Alex tak bisa melepaskannya, maka cara ini aku lakukan. Kau bisa melakukan apapun sesukamu. Bahkan membunuhnya sekali pun aku tak peduli."
Leon menatap wanita dalam selembar foto yang diyakininya sangat cantik. Melihat dari pose bagaimana dia menatap kearah depan dan senyum yang sangat menawan serta tulus. Dalam diam, Leon berpikir dan mulai membandingkan kecantikan gadis bernama Aleta ini dengan Elora.
"Pantas saja jika Watson sialan itu sangat tidak bisa melepaskan wanita ini. Dan pantas saja jika keluarganya memilihnya sebagai menantu. Wanita ini sangat polos juga lugu. Senyum tipis yang tulus juga binaran mata jernih berwarna cokelat sejernih berlian. Ah, apakah aku tega membuatnya tersakiti."
Leon mengulas senyum tipis dan mendudukkan Elora di sofa sebelahnya lantas berdiri. "Jika begitu aku akan melakukannya malam ini juga. Butuh persiapan matang bukan?"
Elora tersenyum puas. Dia tahu, pria ini terlalu mencintainya, dan apapun yang diinginkannya sudah pasti akan dilakukannya.
"Terima kasih Leon." Elora menghambur ke dalam pelukan pria itu dan melepas setelah cukup lama.
"Aku pergi. Jangan pulang terlalu larut Elora." Pria itu melangkah menjauh dari gadis yang dicintainya dan berpikir, apakah keputusan yang di ambilnya benar atau malah akan menyisakan sesal dihatinya. Melihat bagaimana senyum wanita bernama Aleta itu membuat hatinya berdesir dan bergejolak. Rasanya sangat tidak pantas menyakiti gadis sepolos Aleta.
***
Leon melangkahkan kakinya memasuki sebuah studio foto salah satu teman karibnya yang tak jauh dari area kelab yang dikunjunginya beberapa jam lalu.
Hatinya sudah memilih, dan cara ini yang diambilnya. Dalam hatinya tak pernah berhenti berdoa memohon ampun dari Tuhan. Hanya karena ambisi dan cinta, menyakiti orang bahkan harus dilakukannya.
"Aku butuh bantuanmu." Pria yang fokus menatap kearah laptop yang berada didepannya lantas mengalihkan pandangan dan manatap dalam sorot mata didepannya.
"Apa?" jawabnya singkat dengan sarat menuntut.
Leon segera mengeluarkan selembar foto yang didapatnya beberapa menit yang lalu lantas menunjukkan pada teman sekaligus partnernya bekerja. Pria berparas tampan itu hanya mengerutkan dahi tak mengerti dengan apa yang ada didalam pikiran tampan lelaki dihadapannya ini.
"Editlah. Aku tahu kau pandai. Buatlah seakan-akan aku dan gadis dalam foto ini sedang melakukan kegiatan ranjang." Belum sempat, Zack, lelaki itu melayangkan protes ataupun sedikit ruang bertanya, Leon sudah memberinya perintah. Dengan dengusan kasar, Zack memulai pekerjaannya. Dan detik selanjutnya matanya membulat sempurna tatkala mendapati wajah tak asing dalam selembar foto tersebut.
"Bukankah ini Aleta?! Dia istri pengusaha kaya raya seantero negeri ini. Bahkan dunia. Apa masalahmu dengan wanita ini Leon. Kau tahu bukan jika gadis ini sangat baik juga dermawan." Kali ini Zack tak bisa menahan protes yang sedari tadi ditahannya.
Leon sudah menduga hal ini akan terjadi. "Bukan aku yang bermasalah dengannya. Tapi Elora. Sudahlah! Kerjakan saja Zack. Dan ini uangmu. Aku menunggumu 15 menit lagi, oke."
"Aku tak percaya jika wanita gila itu akan melakukan hal keji seperti ini lagi. Kenapa sifat ambisiusnya tak pernah menghilang."
"Tutup mulut sialanmu itu Zack. Wanita gila yang kau sebut itu adalah kekasihku".
"Kau sama gilanya jika begitu."
Leon tak membalas perkataan Zack lagi. Tak akan ada waktu mengurusi ucapannya yang notabennya benar seratus persen.
Membaringkan badan, Leon menatap langit-langit studio foto milik Zack sembari berpikir. Hatinya bergejolak setelah mendengar penuturan Zack beberapa menit yang lalu.
Semua orang tahu, Aleta sangat aktif dalam acara amal yang diadakan setiap bulannya di Paris. Beberapa kali, Leon membaca artikel di koran jika Aleta menjadi donatur di beberapa panti asuhan juga sesekali membagi ilmunya pada anak-anak panti. Tentu saja kegiatan tersebut juga didalangi suaminya, Alexander Watson.
"Milikmu! Pergilah, aku akan istirahat." Zack menyerahkan lima lembar foto yang diminta Leon.
Hasilnya, memuaskan. Dengan senyum tipis Leon bangkit dan berjalan keluar setelah menggumamkan terima kasih.
***
Suasana pagi di mansion mewah itu sedikit mencekam. Selain awan mendung yang bergelayut dilangit, gerimis tak henti-hentinya turun membasahi bumi Paris. Mendukung suasana sunyi di dalam meja kerja dengan dua orang yang hanya diam. Larut dalam pikirannya masing-masing.
Pria dengan setelan piama tidurnya menatap tajam kearah gadis yang duduk di depannya dengan wajah tenang tanpa merasa bersalah. Tangannya mengambil amplop cokelat yang ada di dalam laci kerjanya lantas menyerahkan pada gadis yang notabennya adalah istrinya.
Wanita itu hanya menaikkan satu alisnya dan segera membukanya. Matanya melotot sempurna melihat beberapa lembar foto dirinya yang berada disatu ranjang dengan pria yang sama sekali tak dikenalnya.
"Aku tak menyangka kau serendah itu." Suara bariton itu membuatnya mendongakkan kepala dan menatapnya tajam. "Aku pikir kau bisa menjaga kehormatanmu sebagai seorang wanita baik baik. Bukankah kau berpendidikan tinggi, Aleta? Dan orang tuamu menyekolahkanmu yang secara langsung mendidik ..."
"Kau tak perlu membawa orang tuaku dalam masalah ini. Aku bahkan tak mengenal siapa lelaki ini." Aleta memotong ucapan Alex yang begitu merendahkannya.
Alex tersenyum miring sambil mengalihkan pandangannya keseluruh ruangan meja kerjanya. "Jika kau tak mengenalnya, tak mungkin kau satu ranjang bahkan tertidur pulas diatas dadanya. Dengan tubuh terbungkus selimut. Dan sekarang kau mengatakan tak mengenalnya?"
Aleta terdiam, mengingat siapa pria di dalam foto ini, dan ingatannya tak pernah salah, dia memang tak pernah bertemu dengan lelaki ini.
Belum selesai dengan ingatannya, selembar surat tepat berada di depan matanya. "Bacalah!"
Aleta menerima serta membacanya.
"Terima kasih untuk malam panjangnya yang menghangatkan Mrs. Markle. Aku harap Mr. Watson tak mengetahui kegiatan kita berdua beberapa hari yang lalu."
Your Love, Rick.
"Sudah mengingatnya? Bahkan dia tak ingin aku tahu tentang 'kegiatan' yang kalian lakukan tempo hari lalu."
"Tidak. Aku memang tidak mengenalnya. Percuma aku menjelaskannya padamu karena aku memang tak mempunyai bukti untuk membela diri." Aleta berdiri dari duduknya, lantas berjalan ke pintu keluar. Namun sebelum sampai meraih kenop pintu, Aleta menghentikan langkahnya dan berbalik menatap Alex yang memang sedang menatapnya juga, dengan tatapan kecewa. "Satu lagi, jangan bawa orang tuaku! Ini masalah antara kau dan aku. Terserah jika kau ingin menghinaku sesuka hatimu. Tapi tidak dengan orang tuaku." Usai dengan ucapan tenangnya Aleta melangkah keluar.
Alex diam sembari mendongakkan kepalanya. Mengusap kasar wajah tampannya dan mendesah frustrasi. "Kenapa masalah ini semakin rumit. Bahkan kejadian seminggu yang lalu di kantor ketika Elora mengatainya jalang saja belum selesai lalu muncul masalah baru."
***
"Kita berhasil Leon. Kau tahu, aku sangat bahagia hari ini. Akhirnya rencanaku berhasil. Dan sebentar lagi jalang sialan itu akan angkat kaki dari mansion." Elora tertawa puas sambil bergelayut manja dilengan kekar kekasihnya.
"Kau memang pintar sweety. Aku bangga memilikimu. Apa pun akan aku lakukan asal kau bahagia." Leon mengecup sayang puncak kepala Elora dan tersenyum tipis. Hati dan bibirnya tak sama.
Dan sekarang di sinilah hasil dari kerjanya. Amora memang pergi dari mansion namun hanya beberapa kali dalam seminggu dia berkunjung ke sana. Hanya menukar beberapa baju juga barang yang perlu di bawanya.
"Kalian berdua sama saja. Sama-sama jalang dan murahan."
Kembali, emosi Sarah tersulut dan hendak melayangkan satu tamparan jika saja tangan Aleta tidak menghentikannya disertai tatapan memohon.
"Aku pikir kau benar-benar wanita terhormat Elora. Tapi ternyata kau tak lebih dari sampah dan benalu dalam hidup Alex. Kau tahu, kau tak lebih dari pelacur murahan dipinggir jalan yang sedang menunggu Tuannya. Beruntung Alex memungutmu! Tapi ingatlah, sampai kapanpun, keluarga Watson tak akan pernah menerimamu. Aku bisa pastikan itu. Bahkan orang tua Watson, sangat jijik menatapmu dan lebih memilih Aleta. Seharusnya kau sadar. Kau hanya debu yang mengotori sepatu mahalnya. Oh satu lagi, aku akan mengembalikan uangmu. Ah bukan. Uang Alex lebih tepatnya," ucap Sarah sambil menatap Elora penuh kejijikan.
"Aku pastikan, kau akan mendapat semua balasan dari ucapanmu!" balas Elora mengancam dengan jari menunjuk ke arah Sarah.
Sarah tersenyum miring. "Bagaimana caranya? Katakan padaku agar aku merasa takut".
"Alex, kau pikir aku tak bi …"
"Kau yakin? Apa kau tak membaca artikel hari ini?"
Elora hanya mengerutkan dahi heran mendengar ucapan Sarah. Bahkan Aleta juga ikut merasa bingung dengan maksud sahabatnya itu.
"Kau tahu, bahwa aku dan Jason Watson, adik dari Jeremy akan melangsungkan pernikahan besok. Kau tak tahu? Ah, kasihan sekali. Bahkan Alex tak memberi tahumu. Sadarkah kau bahwa di mata Alex kau bukan barang yang menarik lagi. Berkacalah, Elora. Itu saranku!"
Semua yang ada diruangan itu sukses melongo. Bahkan Aleta melayangkan tatapan protes terang-terangan membuat Sarah berjalan ke salah satu meja dan mengambil sebuah undangan cantik berwarna emas yang terlihat mewah.
"Ini kejutan Aleta. Kita saudara sekarang. Aku bahagia kau tahu."
"Kau tak pernah bercerita padaku." Aleta menerima undangan tersebut dan membukanya.
"Kubilang ini kejutan!" Sarah hanya memutar bola matanya tatkala Aleta berusaha memprotesnya. Meski setelahnya pelukan erat Aleta sematkan diikuti ucapan selamat.
"Pergilah. Kau tak diinginkan di sini," seru Sarah dan lantas membuat Elora pergi keluar.
"Kau berhutang cerita padaku soal Jason. Bagaimana bisa kau bersama dengannya." Kembali Aleta bertanya sesaat setelah Elora keluar meninggalkan butik dan kegiatan berjalan kembali seperti semula.
"Aku bertemu dengannya dua bulan yang lalu. Sebelum aku pindah ke sini. Pertemuan tak sengaja dan kembali terulang. Semacam takdir jika kau percaya. Entahlah, aku begitu terpesona pada sosoknya ketika pertama kali bertemu. Dia adik tiri Ayah mertuamu. Ah, dia juga bercerita padaku jika keluarga besarnya sangat menyukaimu." Sarah menghirup napas lantas melanjutkannya, "Kami memang sengaja menutup rapat hubungan ini karena takut netizen mengetahui dan mengorek informasi lalu menulisnya secara asal. Aku tak suka itu. Begitu juga Jason. Jadi, setelah dua minggu menjalin hubungan dengannya, keluarganya melamarku dan kami bertunangan. Selanjutnya, inilah yang terjadi. Jason mengajakku menikah."
Aleta tersenyum bahagia melihat betapa bahagianya Sarah ketika bercerita. Sinar matanya tak bisa membohongi dan lepas dari tangkapan Aleta.
"Aku berdoa yang terbaik untukmu Sarah."
"Begitu pula aku." Keduanya saling berpelukan dan tertawa riang. Membuat beberapa pasang mata yang melihatnya ikut tersenyum bahagia. Semua orang tahu, jika kedua gadis itu saling mendukung satu sama lain dan bersama apapun keadaannya.
"Oh, ya. Lalu bagaimana dengan dunia usahamu?" Seakan tersadar dengan sesuatu, Aleta melepaskan pelukan dan bertanya yang memang mengganjal dihatinya.
"Tak masalah. Jason memberiku ruang untuk semua kegiatanku. Bahkan soal kehamilan aku dan Jason sudah sepakat tak akan menundanya. Itulah kenapa aku membutuhkanmu Aleta. Karena aku mau pun Jason percaya kau mampu memberiku masukan serta acuan yang lebih baik lagi."
"Aku?" Aleta menunjuk dirinya dengan muka polos dan wajah bingungnya. Hal itu mendapat putaran bola mata jengah dari Sarah.
"Tentu saja! Sudahlah Aleta. Aku lapar. Rasanya ayam goreng dengan kentang jumbo serta segelas pepsi sangat menyegarkan. Ayo." Tanpa menunggu persetujuan dari Aleta, Sarah segera menyeretnya keluar dan memasuki mobil mewahnya menuju restoran favoritnya.
***
"Semua yang Tuan minta ada di dalam file ini." Seorang pria dengan topi yang bertengger indah di kepalanya menyerahkan sebuah benda kecil namun sangat berarti isinya.
"Kau boleh pergi. Tetap hubungi aku jika ada pergerakan dari lelaki itu."
"Baik Tuan." Pria itu pergi keluar dari ruangan kerja Tuannya dan melaksanakan beberapa tugas yang belum terselesaikan.
Sedang di dalam ruangan tersebut, usai orang suruhannya pergi, lelaki dengan amarah yang berusaha ditahannya sedang menatap layar laptop di depannya dengan air muka yang sulit di jabarkan. Marah, lebih mendominasi dan matanya menggelap seketika mengartikan gejolak emosi menguasai dirinya.
Dengan tangan mengepal sempurna dan siap menerjang siapa pun untuk melampiaskan emosinya.