Chereads / Cinta Indigo / Chapter 16 - 16. Cinderella Story

Chapter 16 - 16. Cinderella Story

Dua hari sudah berlalu sejak penjemputan Queen. Unin masih belum berkomunikasi dengan Devan setelah diantarkan pulang. Unin hamya fokus bekerja dan pulang untuk tidur. Queen yang melihatnya, merasa sedih. "Nin, aku buatin Sup Tomyam. Kita makan bareng, yuk! Aku kangen ngobrol. Udah dua hari aku disini, kita malah belom ngobrol lama," ajak Queen yang menyambut Unin pulang. Jam menunjukan pukul 8 malam.

"Iya. Maaf ya, kerjaanku lagi banyak. Aku mandi dulu, baru kita makan," jawab Unin sambil berlalu.

Setengah jam kemudian, Unin menghampiri Queen yang sudah menunggu dimeja makan. Makan malam sudah terhidang. "Kamu belom ngehubungin Devan?" tanya Queen sembari menyiduk nasi untuk Unin.

"Buat apa? Aku gak ada kepentingan apa-apa sama dia."

"Kamu jaga jarak, ya. Kenapa? Dia kan baik. Apa karena dia anak orang kaya? Kamu masih trauma ya sama masalah asmara?" cecar Queen.

"Aku merinding. Jangan-jangan kamu dukun ya, hahaha..., kok tebakan kamu bener semua."

"Asem... Enak ajah manggil aku dukun. Tebakan gitu mah, semua orang bisa nebak. Kamu begitu karena kamu suka dia. Kenapa harus takut buat nyoba? Jodoh itu rahasia Illahi. Kamu punya banyak waktu buat ngenalin siapa jati diri dia dan coba jalanin. Jangan kayak aku, gak punya waktu untuk tau siapa suamiku."

Unin hanya menyuap nasi dipiringnya tanpa menjawab ucapan Queen. Ia memikirkan apa yang dikatakan sepupunya. Setelah selesai makan malam, mereka bersiap untuk tidur. Di atas peraduannya, Unin terus memikirkan perkataan Queen. Ia tidak bisa tidur. Dibenaknya hanya ada Devan. Momen-momen yang membuat hatinya berdegup kencang melintasi pikirannya. Dia baru menyadari, bahkan dengan Ali dulu, Unin tidak pernah merasakan perasaan seperti itu. Jam menunjukan pukul 11 malam, saat ponsel Unin berbunyi.

[Udah tidur?]

Unin memandangi layar ponselnya tanpa membalas pesan dari Devan. Ia meyakinkan dirinya kalau tak pantas berdampingan dengan Devan. Ia sangat takut terluka lagi. Hubungan percintaan baginya bisa diperjuangkan jika masalahnya ada pada kepribadian masing-masing, menyelaraskan perbedaan sifat atau karakter. Itu proses hubungan yang akan dilalui. Tapi akan sulit ditembus jika terhalang restu karena status sosial dan tradisi keluarga. Ia sudah lelah berjuang dan tetap bukan menjadi pilihan utama.

Malam berganti pagi. Saat unin sedang bersiap untuk bekerja, ada suara memanggil dari luar pagar rumahnya. Ia pun terkejut, melihat Devan sedang menunggunya diluar. Mau tak mau, ia harus membukakan pagar. "Van, ada apa? Pagi-pagi dah disini?"

"Cuman pengen liat muka kamu. Aku dah dua hari ini ngasih kamu waktu buat ngehindar dari aku. Kamu gak jawabin chat aku semalem. Kenapa? Aku salah apa sama kamu?"

"Masuk dulu deh, gak enak diliat tetangga ngomong depan pagar," Unin mempersilahkan Devan masuk dan duduk di ruang tamu. Rumah type 45 bernuansa shabby memikat hati Devan. Dia melihat sekeliling ruangan yang menurutnya tertata manis dan rapi. Arsitek itu semakin mengagumi gadis pujaan hatinya.

Tak lama Queen datang membawakan teh hangat. "Diminum tehnya. Biar bikin anget suasana," godanya.

"Gercep banget sih. Beneran deh, dukun ya? Tau aja ada Devan dateng,"

"Emangnya, aku gak bisa ngintip dijendela. Udah, aku tinggal masak dulu. Van, sarapan disini, ya. Aku lagi bikin sandwich. Awas jangan pada berateman. Masih pagi, enaknya bikin suasana berbunga-bunga, hahahah...," kekeh Queen menggoda mereka sembari kembali ke dapur.

Devan hanya tersenyum mendengar celetukan Queen. "Kamu ngijinin gak, aku sarapan disini?" lirik Devan ke Unin.

"Iya, boleh. Kasian anak orang, udah jauh pagi-pagi kesini. Masa diusir," canda Unin.

"Oke, balik lagi sama pertanyaanku tadi. Aku punya salah apa sampai kamu cuekin dua hari ini?"

Unin akhirnya harus mengutarakan apa yang membuat dia menjauhi Devan. "Sebelum aku jawab, aku harus mastiin kalau aku gak halu. Apa kamu suka sama aku?"

Devan tentu terkejut dengan pertanyaan Unin yang langsung bertanya akan perasaannya tanpa basa-basi. "I do. Aku suka kamu dari awal ketemu. Ada yang bikin aku tertarik sama kamu meskipun aku gak tau itu apa. It's just you. Ya, mungkin karena itu, kamu."

"Berarti aku gak ke-pede-an ya. Oke, aku akan ceritain kenapa aku jaga jarak sama kamu setelah kamu ngasih tau Bima siapa kamu. Dulu, aku pernah pacaran 3 tahun sama pemilik dealer mobil. Dia keturunan Arab dan tradisi keluarganya, dia harus punya istri keturunan yang sama. I try my best buat buktiin kalau aku pantas. Tapi akhirnya, dia ninggalin aku buat nikah sama orang lain. Aku bisa apa, saat seorang anak ingin berbakti sama orang tuanya. Sedangkan aku sendiri memang yatim piatu. Gak bisa aku maksain dia harus berontak dan nikahin aku walau harus buang orang tuanya. Aku gak sepicik itu. Walau ternyata, pada akhirnya aku tau, dia juga gak terlalu terpaksa dengan perjodohannya. Dia jalan sama calon istri dia enam bulan sebelum nikah. Itu berarti dia selingkuh dari aku," jelas Unin.

"Tapi aku bukan dia, Nin. Entah kenapa, saat kamu ada masalah dan kamu minta tolong sama aku, aku ngerasa kalau kamu jadi seseorang yang harus aku lindungin. Aku siap jadi pasangan yang selalu ada buat kamu." Devan kembali menggengam tangan Unin.

"Aku masih terlalu lelah kalau harus melawan restu karena tradisi atau status sosial yang jauh beda. Aku tau siapa ayahmu. Apalah aku, yang seorang yatim piatu, sales biasa yang bahkan jual properti yang dibangun perusahaan keluarga kalian. Apa pantas si biasa ini berdampingan dengan kamu yang luar biasa?" lirih Unin.

"Jadi karena itu kamu ngehindar. Eh tapi, kalau kamu takut kecewa, itu berarti kamu...," Devan menunjuk Unin dengan nada menggoda. Membuat gadis cantik didepannya kembali merasa tersipu.

"Apa? Kamu apa? Tau ah, mendingan sarapan deh. Aku dah laper," Unin beranjak dari sofa ruang tamunya dan menghampiri Queen yang sedang menata sarapan di meja makan. Devan mengikutinya dengan terkekeh senang. Ia tahu bahwa Unin juga punya perasaan yang sama dengan dirinya.

"Kenapa, Van? Kayaknya seneng gitu mukanya, ketawa sendiri lagi. Pasti abis godain Unin ya. Tuh muka Unin merah gitu," jelas Queen yang semakin membuat Unin merasakan panas di pipinya karena malu.

"Udah deh, aku mau makan. Bisa gak, gak nyebelin dulu kalian berdua? Kompak banget sih bikin aku sebel."

Queen dan Devan terkekeh mendengar omelan Unin. Akhirnya mereka sarapan bersama dan berbincang santai. Unin berpamitan pada Queen sebelum berangkat kerja. Hari ini, Devan akan menemani Unin. Yah, kalau bahasa gaulnya sih Pedekate (pendekatan). Walau Unin berucap penolakan sebelumnya, tapi hatinya merasakan sebaliknya. Sedangkan Devan juga tidak mau menyerah akan cintanya pada Unin. Dia sudah bertekad untuk bisa jadi pacar gadis cantik yang membuatnya tak bisa tidur dua hari ini.

Pagi itu, hari biasa bagi Lola yang sudah berada di Mall. Ya seperti biasa, ada pameran properti. Lola mengernyitkan dahi saat melihat sahabatnya datang bersama Devan. "Emh, bau-baunya ada yang jadian nih? Kok aku gak tau ya,"

"Gaaaakkkk..., kagak jadian," seru Unin.

"Belum, La. Do'ain aja Unin bisa buka hatinya buat aku. Bantuin, ya. Nanti aku traktir makan deh. All you can eat. Biar puas, Lola makan."

"Dimana-mana tuh, kalau mau minta dicomblangin tuh lewat belakang. Ini mah terang-terangan didepan. Kamu gentlemen banget. Udah, Nin, approve dah yang satu ini. Pan cinta pada pandangan pertama, ecieee...," goda Lola sambil mendorong pelan sahabatnya.

Devan tersenyum, "Ya udah, aku pamit ya. Nanti pulang, aku jemput lagi. Aku mesti ke kantor juga. Pamit ya, Lola." Devan berlalu pergi.

"Kamu utang cerita. Aku ketinggalan berapa episode nih? Mumpung Mall masih sepi. Sebelum sebar brosur, aku butuh asupan kisah romantis biar semangat kerja hari ini." pinta Lola. Akhirnya,Unin menceritakan dari awal kejadian penjemputan Queen sampai pagi tadi. Lola mendengarkan dengan serius sabil merasa geram, "Sejahat itu suaminya Queen? Merinding aku. Kasian banget ya dia. Kenapa kamu baru cerita sih? Aku juga kepikiran kamu, gimana rasanya mesti ngelaluin ini semua. Kamu gak apa? Terus, kamu gak mau nih, ngasih Devan kesempatan?" cecar Lola.

"I'm fine. Aku tau, Bima gakkan semudah itu ngebiarin kita. Tapi aku udah siap, apapun resikonya. Kalau masalah Devan, kamu kan tau sendiri siapa ayahnya. Kalau kamu jadi aku, gimana? Berani mimpi gak, jadi pacar seorang Devan Kusuma," jelas Unin.

"Ya emang sih, gakkan mudah buat jadi pasangan Devan. Tapi, kisah Cinderella juga banyak kejadian didunia nyata. Gak ada yang gak mungkin kalau Allah dah berkehendak. Aku yakin, Devan bukan orang yang bakal ngecewain kamu. Kita belum tau kan, dia kayak gimana. Kita tau ayahnya Devan parlente banget. Kiita udah pernah ketemu sama Pak Kusuma juga kakaknya yang pertama. Mereka baik kan, sejauh yang kita tau."

Omongan Lola membuat Unin berpikir untuknya membuka hati. Tapi, apa dia sudah siap terluka lagi jika semuanya tidak berjalan dengan baik. Apa mungkin, ia akan jadi Cinderella untuk Devan?