Chereads / Cinta Indigo / Chapter 12 - 12. Kembali Ke Neraka

Chapter 12 - 12. Kembali Ke Neraka

"Bang Bima ngomong apa?" Unin langsung bertanya setelah Queen menutup telefon dari Bima.

"Lusa akan ada mobil yang jemput kesini. Aku harus balik ke Jakarta. Inget kan, kemarin dia bilang kalau aku harus nemenin dia di acara Firma Hukumnya," jelas Queen.

"Emang gila ya, dia sampai bisa tau nomerku dan alamat rumah ini. Kamu yakin mau balik ke neraka itu lagi?" Unin kesal, membayangkan sepupunya harus masuk ke rumah yang bagai neraka untuknya. Tapi, keputusan ada ditangan Queen.

"Aku harus menuhin permintaannya dulu. Aku belum punya senjata atau hal untuk ngelawan Bang Bima. Rekaman yang ada di kamu, cuman bisa menahan tapi gak bisa bikin dia lepasin aku. Aku harus cari cara yang lain. Aku kan udah punya ponsel yang kamu kasih. Nanti kita bisa saling komunikasi." Queen mencoba menenangkan Unin walau sebenarnya hatinya pun kalut. Ia harus kembali ke mimpi buruknya. Tapi kini, ia sudah lebih kuat dan berani. Hanya saja, dia juga tidak bisa gegabah karena ancaman Bima terhadap ibunya.

"Ya udah kalau kamu yakin harus balik ke Jakarta. Pokoknya, aku gakkan biarin kamu berjuang sendiri. Sebisa mungkin kamu kasih kabar atau pulang lagi kesini!" pinta Unin. Queen mengganguk sambil tersenyum. Ia senang, ada Unin yang akan membantunya saat keadaan menjadi buruk.

Di lain tempat, ada dua orang wanita yang sedang berbincang di sebuah rumah mewah bergaya minimalis di suatu kawasan elite di Jakarta. "Kamu jangan cemburu, Abang hanya butuh dia untuk jadi pajangan di acara pesta nanti. Bagaimanapun, Abang udah gak akan mau sama perempuan lain. Aku udah kasih yang terbaik buat kamu, biar Abang cinta mati sama kamu." Sri dengan percaya diri berbicara pada Susan. Temannya yang ingin ia nikahkan dengan Bima. Selama ini, Susan selalu menuruti apa kemauan Sri. Susan adalah sekretaris Bima. Tentu saja, Susan selalu ingin mempertahankan pekerjaannya juga ingin menjadi menantu dari Surya Aryadana. Ia adalah teman kuliah Sri dan selalu menjadi tangan kanannya. Dia bisa melakukan apapun selama Sri memberinya kemudahan dalam hal karier juga uang. Ambisinya untuk menjadi menantu seorang Notaris ternama tidak pernah pudar, walau tahu bahwa Bima menikah dengan wanita lain. Dua wanita itu selicik ular. Sri tentu marah saat sang ayah malah menikahkan Bima dengan Queen, bukan dengan Susan.

"Iya. Aku selalu percaya dan nurut apa katamu. Aku gakkan nyerah untuk dapetin Bang Bima. Padahal, aku sudah mulai dekat dengan Bang Bima. Eh, malah dia dijodohkan dengan Queen. Kenapa sih, Pak Surya mau besanan sama orang biasa yang cuman seorang juragan kontrakan?" Susan memang selalu bisa memanasi hati Sri. Mereka berdua memang serasi. Persahabatan yang semu dibalik kepentingan masing-masing. Saling menggerogoti diam-diam.

"Papa bilang, itu semua untuk mengikat Ibunya Queen agar tak lari dari hutangnya pada Papa. Aku juga kaget, tiba-tiba Abang dijodohkan dengan Queen yang sebelumnya aja kita gak kenal siapa dia dan keluarganya. Pokoknya, kita harus pisahkan mereka berdua. Aku gak mau lah harta Papa nanti jatuh ke wanita itu. Apalagi sampai punya anak dari dia. Ngelunjak nanti Si Ibu yang gila harta itu. Anaknya aja dibiarkan menderita asal dia dan hartanya aman bahkan bertambah berkat pinjaman dari Papa untuk bangun kontrakan baru," kesal Sri memikirkannya.

"Satu minggu ini Bang Bima makin lengket sama aku. Kemarin, dia ajak aku liburan ke Bali setelah pesta nanti. Tokcer banget deh pelet yang kamu kasih buatku." ujar Susan tersenyum puas.

Tak lama, mobil sedan mewah memasuki gerbang rumah mewah tersebut. Bima turun lalu menghampiri mereka berdua. "Kalian lagi gosip apa? Kayaknya seru," ia menghampiri Susan dan mengecup keningnya.

"Ish, aku cemburu Bang. Tahan dikit dong, jangan mesra didepan cewek jomblo ini," goda Sri.

"Alah jomblo doang statusnya. Tapi Abang tau kamu gonta ganti cowok masuk hotel. Kurang-kurangin deh. Tar susah cari suami tau kelakuan kayak gitu," balas Bima sambil menggoda sang adik yang tetiba cemberut.

"Stop It. Aku kan ngikutin kelakuan Abangku, hahaha...," tawa Sri.

"Itu kan dulu. Sekarang udah ada Susan, cukup buat Abang. Ya kan, Sayang?!" lirik Bima pada perempuan yang duduk disampingnya.

Tentu saja, hati Susan berbunga-bunga mendengar pernyataan lelaki yang ia puja itu. "Makasih Abang, udah mau sayang sama aku. Pokoknya aku bakalan jadi perempuan yang nurut apa maunya Abang. Gak kayak si Queen."

"Bang, kenapa gak ceraikan aja sih? Gedeg banget aku liat dia dirumah ini," ujar Sri.

"Abang belum mau ada skandal. Akhir pekan ini kan opening kantor baru firma hukum Abang. Banyak kolega, artis dan wartawan yang datang. Abang harus jaga image Abang dan nama baik Papa juga firma hukum Abang. Berita buruk cuman jadi malapetaka buat bisnis. Lagian Susan juga tau, dia cuman istri pajangan. Kamu ngerti kan, Sayang?" lagi, Bima melirik Susan. Susan hanya mengangguk sambil tersenyum. Tak apa baginya di posisi sekarang asalkan Bima ada dalam pelukannya.

"Ya udah. Aku sama Susan mau pergi dulu. Mau cari gaun buat pesta nanti." Mereka pun berpamitan lalu pergi meninggalkan Bima.

Keesokan harinya, Queen sedang memasak makan siang saat Unin menghampirinya, "Wah, masak apa nih? Bikin laper."

"Aku lagi masak daging gepuk kesukaan kamu. Buat stok juga kan, jadi kalau kelaperan dan kepepet tinggal goreng. Kamu dari mana?" Queen berbicara sambil terus mengaduk masakan dalam kuali. Aroma daging dan bumbu rempahnya memang menggoda selera. Queen memang terbilang pandai memasak. Ia memang wanita idaman untuk dijadikan seorang istri. Cantik, pintar dan elegan dengan kesederhanaannya. Sayang, ia terjebak dengan pria yang tak melihatnya seperti itu.

"Aku beli kamera pengintai mini. Aku mau bekalin kamu ini. Biar kamu bisa kumpulin bukti saat Bima kasar sama kamu. Aku belikan tiga dan semua udah terkoneksi sama ponselku. Jadi, kalau ada apa-apa yang ngancam nyawa kamu, aku bisa tau. Yang satu tadi aku udah modif untuk pasang dalam gantungan tas ini. Dua lagi, aku taruh dalam bra kamu. Tadi aku beli yang bisa copot pasang busanya. Sementara masukan disitu. Jadi kalau mereka geledah kamu, gak akan ketauan. Sesampainya disana, taruh salah satunya ditempat yang kamu pikir bisa memata-matai gerak-gerik Bang Bayu. Kalau visualnya gak bisa, minimal kita punya bukti secara audio." jelas Unin sambil memperlihatkan semua yang telah ia siapkan diatas meja makan di dapur.

Queen mematikan kompor seketika, saat Unin mulai menjelaskan rencana dan apa yang ia siapkan untuknya, "Ya Allah, Nin. Aku gak bisa berfikir sejauh ini. Sedangkan kamu, nyiapin semua buat ngelindungin aku. Makasih ya, Nin. Aku gak tau lagi harus balas kamu seperti apa?" Queen memeluk Unin dengan mata berkaca-kaca.

"Semalaman aku berfikir, bagaimana caranya agar aku tetap tau kondisi kamu disana kalau ponselmu dirampas. Aku mikirin kamu berada dirumah itu tanpa ada yang belain kamu. Aku harus tau. Pokoknya, kamu jangan takut. Aku bakalan ngelindungin kamu!" Unin mengusap punggung sepupunya yang masih memeluknya. Setelah Queen melepas pelukannya, mereka pun mengatur rencana dan strategi agar Queen bisa aman dan selamat saat di Jakarta nanti.

Akhirnya, hari penjemputan telah tiba. Unin harus melepas Queen kembali ke mimpi buruknya. Tapi, ia sudah lebih tenang karena tau saudaranya sudah ia bekali dengan kamera mini yang ia beli kemarin. Setelah menempuh sekitar tiga jam perjalanan, Queen tiba di rumah yang menjadi penjara baginya. Bima sudah menunggu diruang keluarga sambil menonton TV. Queen melangkah masuk di dampingi satu pria kekar, salah satu bodyguard suruhan Bima.

"Duduk! Aku ingin bicara denganmu sebelum kamu masuk kedalam kamar." Queen menuruti perintah Bima tanpa sepatah kata pun, "Besok adalah acara penting buatku dan kolegaku. Aku gak mau kalau sampai kamu buat onar. Kamu tau kan, aku bisa buat apa sama kamu?"

"Iya, aku tau. Tapi aku ingin buat kesepakatan. Seperti yang kubilang kemarin, aku gak perduli kamu punya hubungan dengan wanita manapun. Aku hanya akan jadi istrimu hanya sebatas status. Aku ingin kembali ke Bandung setelah acara besok selesai!" tegas Queen.

Bima terkejut, melihat sang istri yang kini punya keberanian untuk mengutarakan keinginannya, bahkan sedikit menantangnya. Egonya tentu muncul, "Wow..., berani ya kamu sekarang. Sepupumu itu pasti menghasut kamu buat melawanku. Hidup kamu, aku yang menentukan. Tidak ada kesepakatan apa-apa. Kamu tidak boleh lagi keluar dari rumah ini tanpa persetujuanku!"

Saat mereka sedang berada dalam ketegangan, seorang wanita keluar dari kamar tidur utama rumah itu. Dengan rambut yang masih basah dan menggunakan baju yang terbilang seksi, wanita itu menghampiri Bima dan Queen. Dia pun menyapa, "Selamat siang, Nyonya Bima. Bagaimana perjalananmu, menyenangkan?" Senyum sinis terasa seperti sedang meremehkan keberadaan Queen dirumah itu.

Queen merasakan hatinya sakit melihat wanita itu keluar dari kamar tidurnya. Kamar yang ia bagi dengan suaminya. "Su-Susan..., "