"Halo, La. Nanti jadi gak, kita karaoke?" tanya Unin.
"Aku sih ayok aja. Emang kalian dah selesai urusannya? Gimana?" Lola penasaran akan kejadian tadi.
"Nanti aku ceritain. Sekarang, kita mesti ngehibur Queen! Hari ini berat banget buat dia." pinta Unin. Setelah ia menutup teleponnya, ia menghampiri Queen yang sedang termenung di Lounge Hotel. "Queen, ntar kita karaoke. Mau, ya? Udah, kamu jangan kepikiran terus. Kamu harus bahagiain diri kamu sendiri."
Queen masih termenung mengingat perkataan Bima tadi. "Oke, aku lepaskan kamu kali ini. Seenggaknya, aku udah tau kamu dimana. Sampai kapanpun kamu gak bisa lari dari aku. Kalau sampai kamu bikin hal memalukan atau merugikanku, ibumu yang akan dapat konsekuensinya. Aku sudah bilang, aku beli hidup kamu. Aku bebas lakuin apa aja yang aku suka dan kamu harus patuh. Minggu depan ada acara besar di firma hukum. Kamu harus ada dan dampingi aku seperti biasa. Kalau kamu gak datang, ibumu akan kena imbasnya. Kamu paham?!"
Kata-kata itu yang sekarang ada dalam benak Queen. Bima memang setuju membiarkannya kali ini untuk menjauh. Tapi ia tahu, ia tidak bisa lepas dari pria yang ia nikahi hampir sepuluh tahun itu. Mimpi buruknya yang selama ini ingin ia lupakan dan lari menghilang darinya. Ia kini tahu, semua yang ia inginkan takkan terwujud. Hidupnya memang sudah bukan miliknya lagi. "Queen... Queen, kamu gak kesurupan, 'kan?" Unin kembali menyadarkan Queen.
"Eh iya, maaf. Aku gak nyadar kamu ngajak ngomong. Ayok, aku ikut karaoke. Aku butuh hiburan, seenggaknya sampai minggu depan." Queen meneguk teh yang ada dihadapannya. Ia mencoba menenangkan hatinya setelah keributan yang ia lalui dengan Bima.
"Queen, kamu gak usah terlalu khawatir. Aku rekam semua perbincangan tadi. Jadi, kita punya bukti kalau dia ngaku suka nyiksa kamu selama ini. Aku tahu, gak mudah lepas dari orang toxic kayak Bima. Apalagi dia pengacara handal. Tapi, kalau kamu mau lawan dia, aku bakalan siap nemenin kamu. Kamu gakkan sendiri." Unin meyakinkan sepupunya untuk tidak takut lagi melawan suami kasar seperti Bima.
"Ya ampun, Nin. Kamu kok bisa kepikiran buat ngerekam, sih? Aku aja kalut banget tadi tiba-tiba ada Bima muncul. Aku dah pasrah kalau harus balik lagi ke neraka yang ia kasih selama aku nikah sama dia. Sekarang, aku sedikit lega dan berani buat merjuangin kebahagiaan aku. Makasih ya, Nin." Queen meremas tangan Unin dengan penuh kelegaan dan haru. Keputusannya untuk pergi dan menemui Unin adalah keputusan tepat. Sekarang, ia hanya harus menetapkan hatinya untuk berjuang melawan Bima dan keluarganya walau harus merelakan sang ibu yang tentu akan kehilangan harta yang ia senangi. Sundari pasti tidak akan senang jika Queen berpisah dengan Bima. Itu artinya, kekayaanya akan berkurang. Ia akan memaksakan anak semata wayangnya agar terus bertahan menjadi istri seorang pangacara yang terkenal itu.
Akhirnya mereka mengahabiskan malam mereka dengan bernyanyi di dalam ruangan karaoke. Lalu menikmati makanan dan minuman di salah satu cafe di kota Bandung. "Makasih ya, udah ngajakin kita karaoke. I need it." ucap Queen pada Kamila.
"Aku malah seneng kalau kita sering ketemuan kayak gini. Eh, temen Unin gak jadi datang? Siapa tuh namanya?" tanya Kamila.
"Devan. Iya, tadi dia bilang gak bisa ikut kali ini. Lagi ada deadline kerjaan. Gak apa, lain kali bisa jalan bareng lagi." jelas Unin.
"Makanya, dia kurang bersinar malem ini. Pujaan hatinya gak jadi datang," goda Lola.
"Sialan. Mulai deh ngecengin. Berhubung udah malem, kita pulang yuk! Besok masih harus kerja." pamit Unin. Mereka pun membubarkan diri dan kembali pulang kerumah masing-masing.
Sesampainya dirumah dan sudah membersihkan diri, Unin dan Queen berbincang sembari merebahkan diri di atas ranjang. "Ah..., capek juga. Kamu yakin, nanti harus balik ke Jakarta sesuai suruhan Bima?" tanya Unin.
"Iya. Aku gak mau ada keributan dulu. Aku harus bisa cari cara biar lepas dari Bima selamanya. Aku masih mikirin Mama." jawab Queen.
"Iya sih. Walau aku tahu, Tante Sundari gak baik sama kamu tapi dia tetep orang tua. Selama ini kamu dah berbakti sama Tante Sundari yang jelas jodohin kamu biar dapet harta. Kamu juga harus bahagia, gak bisa gini terus, Queen!" Unin sedikit kesal jika memikirkan hal itu. Dia tahu betul kalau tantenya sangat gila harta. Dia kasihan melihat Queen harus melalui hal-hal tragis hanya karena keserakahan sang tante.
"Nanti aja dipikirin lagi. Enaknya, kita tidur sekarang. Kamu besok juga harus kerja. Aku dirumah aja, mau nyobain bikin kue." Queen merasa lelah saat itu. Hari ini memang menguras semua tenaga dan pikirannya.
"Hoam..., iya. Aku juga ngantuk." Akhirnya mereka berdua pun terlelap di keheningan malam.
Keesokan paginya, Queen sudah lebih dulu bangun dari tidurnya dan menyiapkan sarapan. Sedangkan Unin sedang bersiap untuk bekerja.
"Aku ikut sampai ke mall ya. Mau belanja terus nanti pulang pakai taxi online aja." pinta Queen.
"Boleh. Aku soalnya hari ini ada janji sama konsumen mau lihat unit apartemen. Kayaknya bakalan pulang malem. Gak apa, kan?" ucap Unin sambil melahap sarapan paginya.
"Aku ini udah gede. Gak mesti ditemenin atau dijagain terus. Aku juga mau nyobain resep baru. Dah lama gak bikin kue." Queen memang pandai memasak apalagi membuat kue. Dulu, ia ingin menjadi chef atau membuka toko kue. Tapi sang mama menginginkan dia untuk menjadi dokter. Seperti yang bisa ditebak, ia manut terhadap kemauan mamanya. Walau ia tak ingin menjadi Dokter, namun dia tetap berusaha yang terbaik untuk menuntaskan pendidikannya dan memegang gelar Dokter. Yah, terlebih lagi gelar itu harus didapatkan untuk pajangan sang suami. Queen selalu menuruti apa yang diinginkan orang tua dan suaminya walau bertentangan dengan hatinya.
Sesampainya di Mall, Queen langsung menuju Supermarket di lantai dasar Mall. Ia berbelanja kebutuhan rumah lalu kembali menghampiri Unin untuk pamit. "Nin, aku pulang ya."
Saat Unin ingin meninggalkan sepupunya, Lola datang bersama seorang teman dan menyapa,"Hai, Queen. Mau kemana?"
"Eh, baru datang ya? Aku mau pulang. Habis belanja tadi, mau bikin kue." ujar Queen.
"Kenalin dulu, ini temen SD-ku namanya Ajeng," Lola memperkenalkan teman lamanya pada Unin dan Queen.
Entah kenapa, saat kenalan dengan Ajeng, kepala Unin tiba-tiba terasa pusing. "Duh, kepalaku sakit banget."
"Yok, duduk dulu. Kamu kayaknya kesakitan banget" Lola memapah Unin ke meja di sudut pameran, diikuti Queen dan Ajeng.
"Kamu kena energi negatif dari makhluk yang ikut sama Ajeng. Itu yang bikin kepala kamu pusing," jelas Queen. Ia menetralisir energi negatif si tubuh Unin dengan cara mengusap bagian kepala dan punggung Unin sambil membaca ayat suci Al-Qur'an.
Benar saja, seketika pusing dikepala Unin pun hilang. "Eh iya, aku dah gak pusing lagi. Emangnya Ajeng kenapa?"
Ajeng merasa bingung tentang apa yang terjadi sekarang. "Maksudnya? Aku kenapa?"
"Jeng, Queen itu bisa liat yang ghaib. Kayaknya ada sesuatu yang nempel sama kamu. Itu yang bikin Unin pusing," jelas Lola ada Ajeng.
"Ajeng sering sakit kepala, ya? Kadang sampai limbung mau jatuh." tanya Queen.
"Kok tahu sih? Aku suka kayak gitu. Tapi tiap ke dokter, hasilnya selalu bagus. Emang aku kenapa?" tanya Ajeng.
"Aku belum bisa lihat jelas ya. Yang pasti ini jin kiriman orang. Sementara sih udah aku usir ya. Kalau ada waktu, datang kerumah. Bisa dianter Lola. Ya kan, La?" ujar Queen.
"Iya, nanti sore kita kerumah Unin. Mau?" ajak Lola. Ajeng mengangguk setuju. Queen pun akhirnya pamit meninggalkan ketiga gadis itu.
Sesampainya dirumah, ia menata barang belanjaannya dan mulai membuat kue sesuai resep. Tiba-tiba, ia merasakan sakit di dadanya. Ada serangan ghaib dari jin yang dikirim seseorang. Lagi-lagi adik iparnya menemui dukun untuk menyerangnya secara ghaib. Queen mulai membaca ayat suci untuk membakar jin yang menyerangnya. Ia bergumam, "Hei dukun kafir, aku sudah musnahkan suruhanmu. Berapapun makhluk jelek yang kau kirimkan padaku, aku tidak takut. Ada Allah yang akan melindungiku. Bilang pada Sri, hadapi aku langsung. Jangan habiskan uangnya untuk membayar dukun santet. Lebih berkah jika uangnya dipakai sedekah."
Queen bersila di ruang TV sambil menggerakkan tangannya seperti membungkus dirinya dengan do'a. Dia sedang memagari dirinya secara ghaib sambil terus bershalawat dan membaca ayat suci. Dia tidak pernah dendam, bahkan dia merasa sedih akan kelakuan adik iparnya yang seperti ini. Kebencian yang seharusnya tidak harus ia rasakan. Queen adalah orang yang hangat dan baik hati. Tetapi, ia tidak bisa meluluhkan hati suaminya atau adik iparnya. Dimata mereka, Queen hanyalah wanita rendahan. Padahal, Queen tidak pernah melakukan hal yang membuat mereka membencinya. Hati mereka memang sudah dipenuhi setan. Tidak berbelas kasih ataupun berusaha menyayanginya. Queen hanya ingin lepas dari lingkaran setan itu. Selama ini, ia sangat bersabar menerima semua kesakitan ini.
Apakah yang akan terjadi pada Queen? Bisakah ia lepas dari Bima dan Sri? Lalu, ada apa sebenarnya yang terjadi pada Ajeng?