07
"Jadi ini rencana kalian?"
Tio speechless mendatangi rumah kosong berbekal kamera menggantung di leher, Ve sedari tadi mulai antusias memfoto sana sini, "kita kan satu kelompok, ayo cepat cari berita."
"Tapi gak gini juga, masa sekarang cari berita horror." Keluh Tio, mereka terbagi menjadi dua orang tiap kelompok, Tio mendapatkan bagian cerita horor
"Masa gini aja takut, ayo masuk." Ve mendahului memasuki rumah kosong kono sangat berhantu di daerah sana. Ve menutup hidung ketika menjejaki kaki kedalam, bau lembab dengan lumut langsung menyesakan dada.
"Huk ... huk ...." suara itu milik Tio, Ve menggeleng pelan bergumam, "dasar cowok lemah ... aku duluan masuk ya kalau gak kuat di luar aja." Usir Ve agak berteriak.
"Ok, aku tunggu di sini."
Tio memilih keluar berjalan cepat menjauh dari rumah lama tak terawat meninggalkan perempuan preman itu sendirian.
gila kalo gini gimana aku bisa hidup di lingkungan orang gila ini, semoga cuman kali ini aja nyari berita horror, batin Tio nelangsa menyusuri jalanan setapak.
Langit berubah kekuningan menyadarkan Tio tengah asyik memfoto pemandangan sekitar, pohon rimbun serta ada tanaman mawar liar memanjakan mata. Sedikit umpatan menguar begitu saja memaki kelalaiannya sendiri melupakan partnernya.
Samar terdengar suara teriakan melengking membekukan tubuh Tio seketika.
"Suara apa itu." Tubuhnya bergidik mendengarkan suara asing berasal masuk dalam semak rimbun.
Glek...
Rasanya kelu sekedar menelan ludah sendiri kali ini aku benar cukup takut tapi jika aku tau apa itu bukankah bisa jadi berita untuk sekolah kami kan? Aku bergelut dengan pikiranku sendiri.
Jariku perlahan menyingkap rimbunan pohon dari jarak cukup jauh aku nampak melihat bangunan tua terbengkalai lainnya, ku pikir hanya ada bangunan di masuki oleh Kakak Veronica saja. Siluet manusia nampak terlihat namun mata ku yang minus ini tak dapat dengan jelas menangkap sosok mereka, bersyukur kamera ini punya resolusi bagus segera aku membidik jarak jauh memperlihatkan dengan jelas keadaan aktifitas tengah mereka lakukan .
Ada dua orang laki laki berbadan besar salah satunya membopong tubuh seseorang bak karung beras, sial. Kameraku tak cukup jernih untuk menjangkau jarak yang jauh. Aku terdiam terkesiap memfoto yang ku bisa, kalau kalian bertanya kenapa aku laki laki tulen ini tak kesana, jawaban nya simple. Aku masih harus pake otak jika bertindak
Badan cungkring makan sering telat harus musuh dua bapak bapak berotot? Mustahil ini bukan film jackie chan.
Tak tau apa yang dilakukan setelahnya mobil van hitam mereka melaju begitu saja meninggalkan tempat.
"Tio nih bocah ke—"
"—Diem kak, plis."
"Aduh, tapi jangan tarik tanganku juga, ada apa sih?" wajah Kak Ve nampak masam, aku yakin kejengkelannya makin makin padaku.
"Kita berbicara besok di sekolah ya kak, aku gak berani bicara sekarang." Pintaku memohon belakasihannya, ia mengangguk pelan. "Ya udah balik yuk, ke buru malam."
* * *
"Dia kenapa sih?"
"Gak tau, dari kemarin pulang kesambet setan paling...."
Aku tak menggubris nyinyiran kedua makhluk di belakangku kini, setidak nya untuk saat ini, aku berbalik arah ke dua kakak kelasku itu, mereka tengah asyik bermain dengan buku gambar seri, apa ini TK?
"hmm, Kak. Kalau misalnya ada hal janggal bakal bi buat berita ngak."
Belum juga Veronica berucap mereka sudah dikagetkan oleh suara Unna, dia datang dengan suara tinggi mengagetkan ketiga manusia di sana, di susul Anggita di belakang rautnya nampak tak tenang.
"Kabar buruk!"
"Ada apa memangnya."Jahe menyahut dengan wajah bingung.
"Sekolah kita kedatangan polisi, ada anak kelas ini yang ditemukan dalam kondisi meninggal."
"Apa itu perempuan?" celetuk Tio spontan, Anggita menggeleng, menjawab lirih.
"Bukan tapi cowok," Tio berdehem. "Kirain anak putri."
"Itu mayat cowoknya tapi kabarnya pacarnya si cewek hilang belum ada kabar nya." Timpal Anggita, perempuan itu mengambil duduk tak jauh dari Unna tengah membuka laptop berlogo buah tersebut menelisik gambar di sana
"Apaa tuh...." beo Veronica mencuri pandang, "Ini hasil dari dia boleh nyolong foto dari grup anak anak, foto si korban kan disebar di grup angkatan." Ucap Anggita mewakilkan.
"Jujur ada yang aneh dari kematian si korban, mau aku jadikan berita sekolah kita."
"Apa itu etis kak? Kan kita bukan berita resmi kayak koran internasional, cuman berita sekolah biasa." Tannya Tio agak penasaran.
"Gak masalah selama itu bukan rahasia pribadi, toh udah banyak yang tau cuman lebih etis kalau masalah seperti ini kita jadikan untuk berbela sungkawa aja." Tambah Unna.
Mereka akhirnya mengerubungi Unna, memantau profil sang korban, Gito parawesa –nama korban itu.
"Katanya pacarnya hilang setelah korban meninggal kan? Coba liat photo si cewek jadi kepo." Usul Jahe, mereka akhirnya membuka surel media sosial perempuan yang di maksud.
"Loh, itu kan—"
"—Lo kenal cewek ini?"
"Anak beasiswa." Unna mengangguk, "anak sekolah sebelah, dia pinter juga berprestasi walaupun bukan anak mampu juga."
"Kak, boleh lihat gambarnya." Sela Tio ikut mengintip sosok pacar korban.
Kemeja putih di susul rok biru kotak kotak senada dengan warna dasi tengah dikenakan menjadi baju khas sekolah gadis muda itu, Tio terdiam memandangi lekat pakaian gadis muda itu.
"Ada apa Tio, kenal sama anak ini," Unna menatap penuh penasaran, "Ku rasa salah lihat kak, gak papa." Jawab Tio pelan. Dirinya kembali duduk berjauhan dari yang lain memutuskan menyibukan diri dengan benda elektronik lipat kepunyaannya.
File dari kamera tempo hari sudah dirinya pindah ke file Laptop, gambarnya agak buram, tapi bajunya hampir sama atau itu adalah korbanya ya ?
Sudah terhitung seminggu setelah club mereka ikut merilis kabar duka menjadi berita sekolah serta wacana untuk berhati hati bisa menarik cukup minan anak sekolah dan kembalinya fungsi club Berita mereka seperti sedia kala walaupun masih belum cukup tersohor.
Semnjak kemarin Veronica kerap di sapa Ve, gadis itu terus mengamati Tio. Banyak tanda tanya di dalam benaknya, pasti ada sesuatu. Tentu Tio bukanlah orang yang mudah bergaul dengan wanita apalagi rasa empatinya sangat rendah untuk seorang lelaki pada umumnya.
"Loh, masih disini? Gak pulang dulu?" Ve mendapati sosok Tio nampak asik berkutat dengan benda perseginya, "Oh, iya masih nanti aja pulangnya." Raut wajahnya nampak kaget melihat kakak kelasnya masuk ke ruang Club.
"Tio, soal kemarin ada yang mau aku tanyakan."
"Soal apa kak?"
Tanpa tanding aling aling Ve mengambil duduk bersebelah dengan Tio, matanya tajam menatap adik kelasnya dengan sorot mengintimidasi.
"Tempo lalu soal kita dari rumah kosong, kamu mau bilang apa ... kamu belum jujur soal itu ke kita semua." Paparnya menyisakan jarak pendek antar hidung.
Haruskah sekarang, Tio tak berani menatap langsung mata kecoklatan Veronica.
"Jadi kak, aku melihat."
"Melihat?" ulang Veronica
T.B.C