Bau kubangan air sangat menyengat bercampur bau lumut serta kayu basah sudah lapuk, Ayu putri –korban penculikan. Hidung gadis muda itu mengendus aroma tak sedap, baju putih bersihnya kini cukup mengenaskan dengan warna kusam dan kotor.
"Bawa dua wanita itu, anak baru itu kirim segera .. biar cepat laku."
Dua lelaki berbadan besar menakutkan membawa dua wanita tak sadarkan diri, Ayu terdiam mengamati sedari tadi, tak berani berbicara ataupun memberontak, tubuhnya sudah terlalu lemas untuk di ajak protes.
Aku tak tau apa yang terjadi, kuingat hanyalah sebagai anak sekolah yang sedang asik dengan kenakalan remaja, aku hanya berniat pulang malam usai sekolah bersama pacar, sayangnya sial menimpa kami berdua, aku di paksa sedang aku tak tau lagi nasip pacarku.
Bukan mentari menyapu kulit suara tetesan dari genting bocor menjadi sumber brinsik menyadarkanku kembali, aku di mana? Ada kisar lima perempuan termasuk aku, usia mereka juga tampak tak terpaut jauh.
Deep voice dari seorang diantara dua penjahat membuat tubuhku mulai bergetar. Seperti karung beras mereka di bawa begitu saja. Ada saatnya aku pasti dibawa mereka, firasatku mengatakan itu bukan hal baik.
Seperti hal ku takutkan tak lama mereka kembali membawaku pergi begitu saja entah kemana, kain hitam membatasi pandnaganku, hanya terdengar suara hilir mudik kendaraan serta suara kereta begitu memekang telinga, apa mereka akan membawaku dekat stasiun kereta, entahlah. Semua lalu di susul suara hening cukup hening untuk ukuran jalanan, apa organku akan di jual. Membayangkan hal buruk tersebut aku sudah lemas, mereka saja begitu tega apalagi untuk sekedar membunuh.
"Ayoo turun! Jalan cepat!!"
"Pe-pelan pelan saja, tolong," sahutku melemah, entah berapa lama aku sekedar minum, tanganku di paksa mengikuti sosok di depanku cukup kasar, suara perempuan lainnya juga terdengar, jeritan serta susulan pukulan membuat aku meringis tak menghiraukan, apa dia di belakangku baik-baik saja. Batinku khawatir, cukup tak tenang. Mereka sama sekali tak lembut pada kami, jika ada yang tanya kenapa aku tak melawan atauun sekedar menjerit, sebelum aku di giring dengan mata terikat aku bak barang timbunan di kumpulkan dengan beberapa wanita, aku yakin mereka juga korban. Wajah mereka cukup banyak di hiasi memar, terlalu vokal membela diri. Rasa sesalku pada orangtuaku cukup menjadi beban serta penyesalan, andai kata aku tak mengedepankan kekasih yang rewel mengajal keluar, andai aku langsung pulang. Setidaknya aku tak berada diantara tempat asing seperti ini.
"Aduh, kamu apakan perempuan itu, kamu mau dia mati."
"Habis dari tadi gak bisa diem, entar kalau mati oragnnya aja diambil."
Tubuhku seketika kaku, mereka bicara seolah kami ini cuman gorengan yang jatuh ke tanah, sayang. Taipi masih bisa di beli lagi toh harganya murah, sebegitu lah nilai perempuan mereka culik.
"Bawa ke Madam Hesti, biar mereka agak bagus pas di jual." Ujar salah satu mereka, ku rasakan kami sudah masuk dalam labrim rumah, entah itu temat seperti apa.
Suara serak dari seorang perempuan membuatku mengigit bibir dalamku, takut.
"Kalian sudah sampai, kenapa lama sekali ... bukankah aku order pada bos kalian sejak bulan lalu." Nadanya cuku dingin, entah sosok seperti apa si Madam Hesti itu.
"Madam, jangan kira mudah mencari perempuan muda seperti apa yang kau mau ... mencari mereka yang masih daun hijau ini susah di jaman sekarang perempuan seperti mereka terlalu rewel di taklukan."
"Kalau begitu aku berikan bayaran kalian lewat Mei, kalian ambilah bayarannya ... biar mereka aku dan bawahanku yang urus."
Kemudian hanya terdengar langkah berat menjauh di gantikan beberapa langkan mengerubungi kami, pertama kali ikatanku di lepas, cahaya temaram dari lampu kekuningan serta lilin, ruangan di dominasi warna merah serta putih malah membuat ngeri menurutku. Kisar ada enam wanita di bawa bersamaku sudut mata ini menangkap sosok gadis muda, lebi muda satu atau dua tahun dariku dengan tubuh cukup naas, mungkin itu gadis yang di belakangku.
Keadaan gadis muda itu tergeletak bak barang bekas di sandarkan dekat tong sampah, dia sama sekali tak bergerak, antara pingsan ataupun sudah—ah, semoga dia baik baik saja.
"Wah, tangkapan dengan Mr, memang tak pernah meragukan, tingal di bersihkan mereka menjadi cantik. Oh iya, salam kenal semuanya ... pangil saya Madam Hesti, aku adalah MAMA kalian di sini, kalian harus tampil cantik dan menurut dengan Mama, karena aku sudah membayar kalian mahal."
"Tapi kami bukan barang, juga tak minta di beli ... kembalikan pada keluarga kami."
Dia duduk tepat di sebelahku, baru aku sadar perempuan itu bertubuh puting langsat dengan mata doe berdagu runcing, walau rambut kelam miliknya tak beraturan mirip ijuk sungguh luarbiasa karya tuhan dia tetap dalam good looking, aku terkesiap sosok di belakang wanita mengaku Madam dan ingin di panggil Mama, muncul. Seorang perempuan dengan tubuh berotot. Mendekati kami.
"Aku bisa meremukan wajahmu jika kau masih sombong anak cantik," ancamnya serius, tangan kasar dengan beberapa keloit nampak menonjol mencengkram rahang perempuan sebelahku dari sedakat ini dapat aku dengar gemeletuk tulang, tellinganya di tulikan mendengar jeritan nanar gadis asing ini, mereka sudah gila, tapi aku lebih gila kalau melawan tanpa persentase kemungkinan menang hampir tak ada.
"Maaf kak, aku mohon lepaskan dia, kasihan."
"Wah, sok ahlawan rupanya." Nafasnya bau vodka, menjijikan. Tapi aku harus melawan rasa jijiku. Aku tak boleh terlihat menantang mereka.
"Sudah Res, sudah cukup kau menaati mereka, sebagai Mama. Aku tak boleh membuat anak-anaku rusak, mereka tak bisa menghasilkan uang nantinya." Entah siapa namanya, sosok Res itu kembali berjalan mundur mengabaikan perempuan sebelahku menahan tangisnya, hanya dengan cengkraman saja bibir ranumnya berlumuran darah. Apa dia menyobek kulitnya? Entah aku tak bisa melihat dengan detail.
"Maaf Ma-mama. Boleh gadis di sana di obati. Dia bisa mati jika diabaikan serta perempuan di sebelahku ini, aku mohon Mama."
Senyum bak tokoh antagonis mengembang, dia sangat suak di panggil Mama, ku rasa mendekati dia bukan hal mudah kalau di sekitarnya sajapenh monster.
"Baiklah, kurasa diantara kalian ada sosok anak baiknya juga," katanya dengan bangga. "baiklah, ikuti permintaanya, aku juga tak mau rugi kalau ada orang yang mati, merepotkan saja, dan obati luka gadis muda itu. Beberapa hari lagi kita bisa mulai menjajakan mereka. Yah biar dilatih oleh sinior mereka, Res. Cepat giring mereka dan dandani serta suruh para anak lama untuk mengajari pelayanan terbaik."
"Baik, Madam."
Ku kira bersama penculik tadi adahal yang menakutkan kini ada hal yang lebih menyeramkan.