"Selamat pagi semua—"
"—Eh!"
Ve dan Jahe, kedua perempuan dengan perbedaan tinggi saling bertatapan melihat sosok asing di ruangan mereka, ia duduk dengan kaki saling bertumpu sedang di depannya ada sosok pria berkulit Tan –Tio— baru saja menyuguhkan Teh hangat dari dispenser pojok ruangan.
Tinggi semampai itu terlihat sekali ketika si gadis asing berdiri memberi salam pada dua manusia yang masih berdiri di ambang pintu perlahan melangkah menghampiri keduannya. Ve meratapi si adik kelas lengannya menyikut sembari memberi kode lewat mata meminta penjelasan dari sosok asing terlihat mencolok.
"Ini kak Anggita Vedavaa," Tio melirik sekilas pada kakak kelasnya mencari ketidak nyamanan di sinar matanya. "dia teman kak Unna, dan pelengkap anggota kita kak." Lanjutnya menimbulkan kehebohan, Ve dan Jahe duduk di sisi kanan kiri perempuan kini menegak teh buatan si adik kelas.
"Kau temannya Unna? Seriu, aku baru tau ada orang yang mau temenan sama Unna yang gak membosankan...." sela Jahe ngasal.
"Salam kenal, maafkan si cebol ini." Toyoran dihadiahkan pada si pendek. Jahe mencebik kesal mengelus helaian rambut pendeknya kian mirip sarang burung.
"Hai, aku Anggita... anggota baru disini."
"Tapi kami belum pernah melihatmu di area sekolah ini." Timpal Ve heran.
"Kak Anggita murid baru kak, kemarin ia baru masuk ke sini dan pagi ini ia baru mau bergabung." Sela Tio menanggapi pertanyaan Ve.
Deritan pintu menampakan sosok tak asing, Unna cukup terkejut kemunculan teman sekelasnya kini asik menegak teh dengan tenang.
"Loh, kau jadi masuk club ini?" tegur Unna mendekati mereka. Anggita mengangguk pelan jemari lentiknya menghalau helaian rambutnya.
"Dari pada aku harus masuk club lainnya yang terlalu banyak orang, di sini... satu, dua, tiga, empat... dan aku," Anggita menghitung jumlah manusia berada di sana. "Aku jadi tak terlalu pusing karna banyak orang lain." Unna mengangguk, senyum kecil nampak mengamati anggota baru mereka.
"Selamat, untukmu menjadi anggota baru kami, salam kenal Anggita...kalian cepat kenalkan diri kalian."
"Hmm, salam kenal aku Veronica dan makhluk pendek di sebelah namanya Jahera panggil saja namanya Jahe."
"Nah kalian sudah kenal kan?! Sekarang kita bicarakan untuk mengurusi keberlangsungan Club kita."
Wajah mereka berubah menjadi agak tegang melihat beberapa kertas tertempel di di dinding maklum sangking susahnya untuk membeli papan tulis mereka belum mampu.
"Jadi kita mulai dari mana?"
"Bagaimana kalau kita buat berita tentang anak kelas lain katanya dia jadi Baby sugar."
"Sugar baby yang bener, Jahe."
"Kak, kalian mau nama sekolah kita tercoreng?!" timpal Tio memperingati. Unna mengangguk dengan dagu tertopang.
"Aku bersyukur kalau adik kelasku bisa punya otak daripada dua udang di sana." Dengusnya mendecih lemah.
Anggita mengacungkan tangan di tengah keributan kecil mengalihkan sesaat atensi mereka, "Silakan Git, kalau mau bicara."
"Bukanya kalian ini bisa dijadikan berita ya?" ujar Anggita lantang. "Unna, bukannya ku dengar kalau kau ini berprestasi? Kenapa tidak angkat britamu saja? Dan ku dengar juga Veronica adalah atlet. Ambil saja berita ini untuk di angkat."
"Masuk akal juga kak, aku setuju dengan ide kak Anggita." Timpal Tio berseru. "Lah, emang Unna mau di publish?" celetuk Jahe dengan muka polos.
"Eh, memang Unna gak mau?"
"Dulu pernah ada ide buat ngangkat berita Unna si anak berprestasi emas di sekolah ini tapi dia gak mau." Imbuh Ve menjelaskan.
"Padahal idenya bagus loh."
"Apa menurut kalian kalau Britaku di angkat cukup bagus?" Unna menyandarkan punggungnya malas. "Aku dulu menolak di buat berita karena duo udang itu membuat aku ini alien menginvasi bumi." Jelas Unna memberi alasan.
"Memang kenapa kak."
* * *
"Unna, ini ide bagus... serius kau jadi hot news saja untuk prestasimu, pasti banyak yang ingin sepertimu berprestasi."
"Nah, ide Ve bagus tuh, pasti akan banyak orang melirik anak Pewarta nih."
Aku mengernyitkan dahi sedikit tertarik dengan bahasa mereka, kalau memang aku bisa membuat orang tertarik denganku yang berprestasi dan ikut club roboh ini cukup membuatku lega.
"Kalian yakin." Suaraku terdengar ragu. Mataku menelisik sorot mereka yang antusias bak bayi.
"Lalu bagaimana kelanjutannya."
"Jangan harap itu berakhir indah, image-ku di depan seluruh sekolah hancur, yang mereka lakukan; membuat tagline aku ini ambisius dan galak, di tambah aku orang yang pintar hanya dengan memejamkan mata saat melihat soal, dan...." Unna menarik nafas berat. "Kedua udang ini malah menyebarkan selebaran ke seluruh sekolah dan meyakinkan kalau aku begitu." Sungguh Unna tertawa remeh, wajahnya sedikit memerah meluapkan kekesalan pernah dilakukan mereka.
"Maaf...." kompak Ve serta Jahe berbarengan.
"Kalau begitu bagaimana dengan Ve?"
Perempuan berdarah campuran tersebut menghela nafasnya lemah dahinya turun hingga mencetak kerutan.
"Kalau yang ini aku pernah dengar rumor, Billi. Temanku pernah cerita kalau kak Veronica pernah hampir mencelakai orang saat pertandingan olimpiade antara sekolah jadi untuk hal meliput ka Veronica, ku pikir akan memancing hujatan bukan ?!"
Anggita melongo mendengar penuturan mereka, benar-benar tak ada yang beres manusia di sana, "Apa tidak ada yang berprestasi di sini? Kau, Jahera."
"Kau jangan tanya dia, dia ini kadang penakut hobinya ya melamun prestasi nol." Jempol Ve mengacung pada Jahe berada di sebelahnya. Jahe sama sekali tak merasa tersinggung ia malah mengacungkan jempol serta mengangguk.
"Astaga?! Kau tidak marah, maksudku Unna. Dua manusia ini menghancurkan imagemu dan kalian masih bisa berteman? Lalu kau tidak marah Veronica mengataimu?"
Jahe menggeleng singkat tanda tak keberatan, "Makhluk di sebelahku memang begitu aku juga kadang lebih parah, yah... dia memang usil tapi lumayan jadi tukang pukul pribadi." Unna berdehem menetralkan suasana.
"Kalau aku pribadi, yah. Memang siapa lagi orang yang mau temenan dengan tukang marah-marah tapi tetep santai, ya kalau bukan di antara dua manusia otak udang itu."
Anggita menoleh ke satu-satunya pria di sana, matanya meminta pendapat serupa yang memihaknya.
"Aku rasa memang mereka ditakdirkan untuk menjadi aneh, kak Gita. Sabar ya."
Anggita menelungkupkan wajahnya di atas meja ia sama sekali tak menyangka isi Club ini memang bobrok seperti anggotanya.
"Kurasa sekarang Klub kita harus dibagi sesuai fungsi dan kegunaannya, bukankah itu lebih bagus?"
Anggita berdiri keluar dari lingkaran meja, "Kita harus buat fungsional dari setiap anggota, Diam! Jangan berisik, aku akan menjelaskan." Ve terdiam usia mendapat teguran secara mendadak.
"Unn, kayaknya pas kesini dia kayak pemalu, kenapa jadi lebih galak dari kamu."
Unna mengedikkan bahu menyahuti Jahe dalam diam, matanya menelisik perempuan yang bisa berubah dan menipu dirinya bisa cukup berkarakter, mengusik tanya di dalam benaknya.
Nama setiap anggota tertempel dalam kertas, menunjukan siapa dan apa tugas mereka.
"Apa kalian siap untuk bekerja? Atau malas-malas menunggu tempat ini ambruk?" senyumnya dengan culas menghiasi.