Raya menggeliat. Dia tidak tidur lagi usai berbincang panjang lebar dengan kekasih hatinya si Devan.
"Kadang aku berpikir konyol sekali seorang guru bisa berpacaran dengan muridnya tapi ini lah cinta dan semoga cinta kami bersatu hingga ke jenjang pernikahan. Aamiin."
Raya masih menyimpan foto Clay sang mantan, ia sudah menghabiskan waktu selama tiga tahun tapi pada akhirnya hari ini kisah cintanya dengan Claycone benar-benar telah usai. Namun bukan rasa sakit yang ada di dada Raya melainkan ada perasaan lega.
Ia pun bangkit melangkah dengan hati-hati menuju kamar mandi untuk mencuci muka memakai sabun pembersih berlanjut gosok gigi, karena masih terlalu pagi dirinya enggan untuk mandi.
"Aku sebaiknya wudu saja lebih baik mandinya nanti saja, ah," gumam Raya segera membasuh wajahnya dengan sedikit memijat lembut pipinya agar awet muda dan kencang.
Beberapa menit kemudian ....
"Raya kamu sudah bangun, Say?" sapa Nadia yang juga sudah bersiap berangkat kerja.
"Iya, tapi masih mengantuk boleh tidak aku tidur lagi?" tanyanya Raya.
"Perawan kalau sudah bangun ya jangan tidur lagi, ya. Kamu mau jodohnya jadi semakin jauh?" omel sahabatnya.
"Ish, nggak ngaca. Terus sekarang kamu masih jomlo itu pertanda apa? Jodoh menjauh? Ah, tapi kedua mataku masih mengantuk, nih." Raya mengucek-ngucek matanya padahal dirinya sudah cuci mata.
"Pertanda kalau selama ini, belum ada cowok yang beruntung dapetin cinta gue. Dasar lu ini, malas."
Raya kembali ke kamar ia melihat ponselnya lagi ternyata ada pesan dari Devan.
"Sayang kamu sedang apa? Jangan bilang tidur lagi. Kita harus mempunyai persiapan untuk berangkat ke Bali, misalnya kamu bawa baju renang yang seksi gitu."
Lagi-lagi pesan dari Devan membuat gregetan kalau dekat pasti kepalanya sudah ditoyor 10 kali oleh Raya sekalipun menyebalkan tapi dia sangat sayang pada kekasihnya yang memberikan ketenangan dan kehangatan cinta.
"Kenapa aku harus bawa baju renang sih?" balasan Raya dengan diberikan emoticon tanya.
Tidak lama ponselnya berbunyi lagi pasti itu pesan dari Devan.
"Harus dong, Sayang. Kita kan akan ke Bali di sana wajib ke pantai lah, kamu mau kan? Seru loh, kamu kalau gak mau pakai baju renang bisa memakai BH dan celana dalam biar tambah hot."
Lagi-lagi pesan dari Devan membuat Raya ingin marah tapi tidak bisa.
"Issh, otak kamu ngeres banget sih, Devan. Mana mungkin seorang Raya mau pakai kutang dan cangcut doang, di mana harga diriku? Kamu ini ada-ada aja, kocak. Tidak mau pokoknya!" balasan Raya membuat Devan tertawa.
Bocah tengil itu memang acapkali menggoda gurunya sekaligus kekasih hatinya itu. Jika Raya merajuk ia akan membujuk begitu terus.
"Cie ngambek nih ye? Sayang, aku hanya bercanda kok, mana mungkin aku rela jika body kekasihku bisa dinikmati oleh laki-laki lain. Raya hanya mimik Devan seorang. Jika ada yang berani menyentuh kamu maka akan aku jadikan bubur. Mandi sana! Bau jigong tuh!"
Raya nyengir dia dikatain bau jigong tidak marah ia pun bergegas mengetik dan mengirim balasan untuk sang pacar.
"Iya aku sebentar lagi mandi kok, tapi kamu juga harus mandi soalnya kamu bukan hanya bau jigong doang tapi bau balsem juga hehe ... Sampai bertemu di sekolah ya, Sayang."
Tidak lama Devan membalasnya, "Ok, sampai bertemu di sekolah, Sayangku."
Raya meraih handuknya ia bergegas mandi. Pagi ini ia membasahi rambutnya untuk keramas.
Usai mandi selama kurang lebih 15 menit dia bersiap-siap memakai seragam sekolahnya di depan cermin.
Rambut yang basah ia keringkan terlebih dulu dengan pengering rambut. Setalah rapi barulah ke dapur mencari sarapan.
"Aku mau diet ah, jadi sarapan roti dan susu saja sudah cukup," kata Raya mengambil sepotong roti lalu ia panggang sebentar kemudian membuat segelas susu.
Setelah sarapan sudah siap, ia membawanya ke depan televisi.
"Sayang, kenapa hanya makan roti dan minum susu saja? Nanti kamu kelaparan loh," cerocos Devan, melirik roti bakar selai kacang buatan Raya ketika mereka melakukan panggilan video call.
"Tidak ini saja cukup, nanti pulang sekolah baru aku makan nasi," jawab Raya tersenyum.
"Ya sudah terserah kamu, Nak."
Devan bersiul sambil bercermin ia memakai minyak rambut andalannya, dirinya benar-benar tidak sabar menunggu hari libur agar bisa secepatnya ke Bali bersama kekasih tercinta. Pulau Dewata akan sangat indah sekali di pandang panca indera terlebih jika datang bersama Raya, semakin bertambah indah.
Devan membayangkan dia bisa berciuman mesra dengan Raya di lautan yang luas di pantai Kute. Dia ingin bermain selancar dalam ombak yang menggelung penuh keseruan dan tantangan.
"Ah, dunia akan terasa hanya milik berdua dengan Raya jika hanya ada aku dan dia, sungguh tidak sabar ingin segera terbang ke Bali," ungkap Devan.
Ia memakai seragam putih abu-abu, menggunakan dasi dengan rapi dan juga gesper hitam membuat dirinya semakin terlihat gagah.
"Apa aku terlihat culun berpenampilan seperti ini?" tanyanya pada diri sendiri.
Banyak sebagian perempuan menyukai laki-laki yang berpenampilan berantakan contohnya kancing baju dari leher kebawah mungkin 3 kancing dibiarkan terbuka sehingga kadang dada bidang kaum Adam bisa terlihat oleh kaum hawa membuat mereka terpesona.
Setelah Devan selesai merapikan tampilannya ia pun sampai berputar melihat dirinya di depan cermin.
"Aku sudah tampan dan keren sepertinya," ucapnya nyengir kuda.
"Devan sarapan bareng, yuk!" Ada suara orang memanggilnya ia pun menjawab, "Sebentar nanggung, nih!"
Saat keluar dari kamar semua orang di meja makan memandang Devan bahkan ada yang sampai melotot.
"Benar kah kamu Devan? Wah, tampan sekali hari ini," pujinya seraya senyum simpul.
"Jadi hari kemarin-kemarin aku tidak tampan maksudnya begitu ya? Masa tampan hari ini doang sih," ujarnya merajuk.
"Kamu selalu terlihat gagah kok, kemarilah kita sarapan bersama," perintahnya.
"Siap," jawab Devan ia pun duduk di antara keluarganya.
Menikmati sarapan bersama kenapa menjadi kesan yang menyenangkan sebab sebuah keluarga yang harmonis itu seharusnya meluangkan waktu untuk sekedar sarapan bersama sebelum mereka menjalani aktivitas masing-masing setiap pagi hingga petang.
Di sekolah ....
Raya dan Devan tak sengaja bertemu keduanya pun saling lempar senyum dan dipergoki oleh guru olah raga yang naksir oleh Raya.
"Devan, kamu jangan gatel dan genit sama Bu Guru ya!" Pak guru tersebut manarik telinga Devan dengan teramat keras.
"Pak hentikan jangan jewer Devan, seorang murid tersenyum pada gurunya itu artinya sopan santun kok dia tidak genit terhadap saya," jelas Raya pada Pak Willson.
"Benar dia tidak genit dan nggak merayu kamu kan?" tanyanya menegaskan.
"Serius kok, masa saya berbohong. Devan anak yang baik dan ramah." Raya membela Devan pak guru sedikit cemburu.
"Masa aku cemburu dengan anak kecil, lagi pula Bu Raya mana mungkin tertarik sama anak kecil bau ingusan seperti Devan kan?" tanya Pak Wilson dalam hatinya.